Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Pahlawanku] Nona Majikan dan Sepenggal Kisah Cintanya

17 Agustus 2019   00:07 Diperbarui: 19 Agustus 2019   13:19 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu mengiyakan. Tetapi entah dalam hatinya. Karena tak lama ibuku jatuh sakit.

"Badan ibu sakit semua malah kalau tak dibawa bergerak. Ibu mau bekerja lagi ya? Nyuci gosok juga gak apa-apa. Lagi pula ibu kasihan sama kamu yang harus bekerja sendiri  sampai malam."

Hatiku teriris. Siapa yang tega melihat ibunya nyuci gosok di rumah orang? Cukup sekali saja menjadi asisten rumah tangga. 

Dulu kami bertahan lama karena majikan ibu sangat baik. Belum tentu majikan berikutnya akan sama baiknya.

Aku bingung jadinya. Aku memang sudah mendapatkan pekerjaan. Tetapi hanya pelayan toko. Gajinya tak banyak. Waktuku habis tercurah di toko. Kebersamaanku dengan ibu jelas berkurang. Mungkin ibu kesepian.

Setelah memikirkan segala sesuatunya. Kuputuskan keluar dari pekerjaan. Aku akan membuka usaha warung nasi. Biar ibu yang memasak. Aku yang melayani pembeli. Masakan ibu cukup enak. Dengan begini ibu mempunyai kegiatan baru. 

Alhamdulillah ibu setuju. Usaha warung nasi kami pun semakin maju. Dari sini pula akhirnya aku bertemu dengan sang jodoh. 

Atas restu ibu kami menikah. Tak lama  kami dikaruniai seorang anak laki-laki yang rupawan. Perpaduan wajahku yang manis dan wajah suamiku yang tampan kata ibu.

"Arek iki mbesok gede dadi rebutan loh Nduk. Ganteng lan manis. Koyok ibu bapa'e," ujar ibu saat menimang-nimang anakku.

"Dadio prio sing ngerti lan sayang ambe wong tuo yo ngger."

Aamiin sahutku mendengar ibu mengucapkan kata-kata pengharapan pada anakku. Aku senang melihat rona bahagia di wajah ibu. Kebahagiaan yang tak pernah kulihat sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun