"Iiiya, Non."
Aku segera turun. Begitu juga Non Arum.Â
"Nih, gantian kamu yang di depan bawa motornya," ucap Non Arum dengan entengnya.
"Apa Non? Saya yang bawa motornya? Enggak, enggak. Jangan main-main. Saya enggak bisa naik motor Non," kataku dengan suara panik.Â
"Tapi kamu bisa naik sepeda kan?"
"Iya, bisa," sahutku.
"Ya, sudah. Cepat naik. Nanti aku beritahu dari belakang," ujar Non Arum sambil meraih tanganku supaya memegang stang motor. Dan ia melepas tangannya dari stang motor. Tentu saja aku cepat-cepat memegang stang motor tersebut karena motornya oleng.
"Aduh Non. Saya takut."
"Sudah tenang saja. Kamu ikuti saja aba-abaku dari belakang. Naik motor matic itu mudah. Cuma memainkan rem dan gas."
Maka begitulah. Atas instruksi Non Arum, motor yang kukendarai melaju perlahan. Tentu saja agak goyang-goyang. Karena ini pertama kalinya aku naik motor dan langsung di jalan raya. Aku takut bukan main. Sesekali berteriak kalau ada motor yang berlawanan arah. Aku takut jatuh.Â
"Kalau bawa motornya seperti ini kapan sampainya? Ayo ambil ke kanan. Fokus ke depan dan tarik gas dengan perasaan."