Dengan hati mendongkol saya menurutinya. Ini sudah yang kesekian kalinya Bang Ucok tak menerima uang saya. Ia selalu begitu, menolak tapi tak pernah mau menyebut jumlah kekurangannya berapa setiap kali saya serahkan uang.
Dengan lesu saya berjalan pulang. Tinggal dua ratus meter lagi kami tiba di panti saat beberapa orang mencegat langkah kami.
"Serahkan uang kalian,” seorang pria bersuara.
"Siapa kalian?" tanya Lamhot.
"Jangan banyak tanya, berikan saja!" bentaknya.
“Kami tak punya uang,” kata Lamhot.
“Bohong! Tadi kalian hitung uang di plastik itu. Berikan!”
Saya mulai gemetaran. Tangan saya mendekap plastik erat-erat.
“Enyahlah!" usir Lamhot.
Keributan terdengar. Lamhot mengaduh kesakitan.
"Lamhot, Kawan!" Saya berteriak panik, tongkat saya mengetuk-ngetuk udara ke segala arah.