Mohon tunggu...
Asmaul Husna
Asmaul Husna Mohon Tunggu... -

student of Al-azhar university cairo egypt

Selanjutnya

Tutup

Puisi

KCB (Ketika Cinta Berlebay)

17 April 2011   20:44 Diperbarui: 6 Juli 2015   04:12 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf sebelumnya, kalau boleh, ana minta waktu untuk berfikir, karena masalah ini bukan masalah yang sepele, ini masalah serius, ya...masalah masa depan kita, anak cucu kita, dan anapun harus konfirmasi dengan orang tua". Pintaku.

"Ooo...silahkan" Jawabnya sembari mengukir senyum.

Menu yang sedari tadi kami pesan tak kunjung datang menghampiri, akupun langsung berpamitan pulang, tak kuasa aku melahapnya, hatiku ini sudah tak karu-karuan rasanya.Dalam el-tramco, aku hanya diam membisu bak patung yang sedari pagi hingga malam tak bergerak dan tak pula berbicara. Apa yang harus aku katakan pada Syifa nantinya. " bisikku membatin".Sesampai di rumah, kutemukan Syifa dalam keadaan tidur pulas, akupun mengambil posisi tepat disampingnya, ku tak mampu memejamkan kelopak kornea ini.

***

Sehari, dua hari, tiga hari, aku belum memberikan jawaban pada Wahyu Hadi. Dan sampai detik ini, aku belum sempat membuka mulut ini untuk menyampaikan sesuatu pada Syifa yang mungkin akan menyakitkan hatinya."Ting tong..."Suara bel rumahku berbunyi.Dan akupun membukakannya.

Tiba-tiba, DUAR DUAR DUAR, Wahyu Hadi yang datang berkunjung kerumahku. Aku gugup, tak tahu apa yang harus aku lakukan. Ia nyelonong masuk tanpa atas izinku.

"Maaf, ana belum sempat ngomong sama orang tua ana" Ucapku kepadanya.

Seketika itu ia mengambil ponselku yang sedari tadi menikmati kesendiriannya di atas meja yang tepat di samping Wahyu Hadi. Lalu ia mencall nomor yang bertuliskan mom's Adell. Aku terlonjak kaget ketika ia berbicara pada ibuku dan ia mengutarakan isi hatinya untuk meminangku pada ayahku.Lalu ponsel mungil itu ia sodorkan kearahku.

"Nak...kalau laki-laki sudah berani memintamu kepada ibu atau bapak, itu tandanya laki-laki tsb serius ingin memilikimu, membangun keluarga bersamamu" Suara dari sebrang sana.

Lemas tubuh ini, terasa nyeri tulang-tulang persendian kaki ini, seakan-akan aku tidak ingin melihat matahari terbit dari ufuq timur, aku kaget dengan apa yang dikatakan ibu dan bapakku, padahal aku sengaja tidak menelphon mereka hanya untuk menghindari pinangan Wahyu Hadi. Dan ternyata ia melakukan hal yang senekat itu, kedua orang tuakupun menyetujuinya. Apalah hendak dikata kalau orang tua sudah berbicara.

Syifa menghampiriku dengan linangan air mata, seketika itu aku memeluknya begitu erat serasa tak ingin melepaskannya, hanya permintaan maaf yang terlontar dari lisan ini diiringi butiran-butiran jernih membasahi pipi. Syifa masih terpaku dengan tangisnya, iapun tak angkat bicara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun