"Bagus.. kita sambut mereka."
   "Apakah kita akan melawan mereka?" Salah satu anggota lain bicara. Dia adalah Tibra, anggota ketiga Kelompok Angkara, yang terkuat. Tubuhnya begitu keras, bagaikan batu yang tak dapat hancur.
   "Tidak perlu membuang tenaga, Tibra. Sederhana, kita temui mereka di lorong Markas. Kau siap kan, putri?"
   "Iya, saya siap kapanpun, Tuan Rajendra."
-- -- --
   Hampir pukul enam sore, Harita dan teman-temannya sudah siap. Berangkat.
   Di perjalanan, Harita bertanya pada Hatta, "Hatta, apa maksud widyuta sebelum ia pergi tadi? Ia mengenalmu? Dan.. acting mu bagus?"
   "S- soal hal itu. A- aku juga tidak tau."
   Hatta terlihat amat gelisah, Harita memilih untuk memutuskan pembicaraan. Mereka hampir tiba.
   Harita, Hatta dan Aghni tiba di tempat yang dimaksud. Tepat pukul enam sore. Mereka sudah di tempat yang dimaksud. Tiba-tiba, tanah bergoncang. Bukan gempa. Mereka yakin.
   Sesuatu terbuka, pasti gerbang menuju Markas Besar Kelompok Angkara. Mereka masuk perlahan, Hatta menyalakan senter. Tiba-tiba, gerbang tertutup. Lampu menyala.