Mohon tunggu...
chandra krisnawan
chandra krisnawan Mohon Tunggu... SWASTA -

pekerja logistic di Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cak Gepeng Nanggap Petruk (Tersandung Kuitansi Blong)

29 Desember 2016   12:58 Diperbarui: 29 Desember 2016   13:12 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Karena itu daripada uang itu habis tak berbekas, lebih baik masuk kantong sendi. Siapa tahu bisa dirupakan mobil. Siapa tahu bisa diwujudkan dalam bentuk tanah. Siapa tahu bisa diputar menjadi saham yang menguntungkan. Siapa tahu juga bisa dijadikan modal maju jadi calon Bupati atau Gubernur. Kalau diberikan kepada anda atau saya, apa hasilnya? Paling-paling habis buat makan sehari-hari.”

“Apa yang sebenarnya kau bicarakan itu, Reng, Gareng?”

“Saya ini merasa kasihan terhadap Den Dursara. Baru saja menjabat sebagai kepala penanaman modal, sudah tersandung kasus korupsi. Meski pun saya tidak mendapat bagian proyek, tetap saja saya merasa trenyuh. Jelek-jelek begini, saya juga pernah ikut proyek yang dikerjakan Den Dursara. Den Dursara hanya menjalankan perintah kang bagus Suyudana. Seharusnya kang baguse itu juga harus diperiksa. Dijadikan saksi. Dan jika perlu diusut. Sebab yang memilih Durasta, yang mengepalai perkumpulan depot dan losmen di Astino, ya kang bagus Suyudono.

“Tidak adil namanya jika kang bagus Suyudono tidak terciprat tlutuhnya. Belum lagi rayi tercinta rayi bagus Dursasana yang menjabat sbeagai kepala inspektorat. Seharusnya semua orang yang terlibat dimintai pertanggungjawaban.

“Konon rayi bagus Dursasana berkata kepada Den Dursara: ‘Sudah dilaksanakan saja, kalau ada masalah kan walikota ikut bertanggungjawab menyelesaikan, beliau tidak mau kegiatan ini ditunda lagi’. Tapi kata-kata ini hanya konon, lho, Mbah.”

“Terus maksud kamu Suyudono juga harus diselidiki?”

“Siapa yang berani? Eyang Bisma matanya langsung melotot jika ada yang membicarakan kang bagus Suyudono. Sepertinya sang prabu tidak boleh diganggu gugat. Eyang Bisma memutuskan, perkara ini harus berhenti sampai Den Bagus Dursara, Durasta, atau Durgandha. Jika perlu si anak kusir suryaputra, Karna, dilibatkan. Atau Durmuka, Bogadenta, Kertarmarma. Siapa saja, asal jangan Suyudono. Sebab Suyudono merupakan simbol negara Astinapura. Jika sampai simbol negara tersandung kasus korupsi, lalu pejabat-pejabat di bawahnya seperti apa? Apa kira-kira tidak mencontoh pimpinannya?”

“Sudah, Reng, Gareng, diam dulu! Kepalaku jadi pusing. Lalu Sengkuni ke mana kok tidak nampak batang keningnya?”

“Jangan Sengkuni, Mbah. Kasihan tokoh satu ini. Dalam Baratayudho sudah dijelek-jelekkan, apa tega di zaman twitteran masih kebagian yang jelek-jelek.

“Jadi, Mbah, begini pesanku. Jika diajak mengerjakan proyek, jangan ditolak. Itu namanya rezeki. Tapi kalau diminta menyerahkan kuitansi blong atau kuitansi kosong, jangan mau. Semoga selalu diberi keselamatan. Semoga esok orang-orang menjadi sadar, jika menyerahkan kuitansi penagihan itu yang bisa dibaca oleh orang banyak, alias diisi dengan nilai nominal yang jelas. Jangan hanya bisa dibaca oleh orang yang sudah tinggi ilmunya, alias tulisannya tidak kelihatan.”

Begitu kalimat terakhir Gareng yang ditutup dengan tawa. Lalu setelah menyeruput kopinya yang penghabisan, dia pamit pada Cak Gepeng. Kemudian melesat terbang, kembali ke alam pewayangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun