“Bicaramu seperti orang intelektuil, Truk. Apa benar ada persoalan seperti yang kau ceritakan itu?”
“Ini kejadian nyata, Mbah. Setidak-tidaknya, kejadian nyata di dunia pewayangan. Sekarang kasusnya sudah jelas. Den Bagus Dursara (siapa lagi ini, pikir Cak Gepeng) yang memegang jabatan sebagai kepala jawatan penanaman modal sudah tertangkap. Mitra kerjanya, Durasta, yang mandegani perkumpulan depot dan losmen sudah tertangkap. Durgandha yang menjadi pelaksana teknis yang mengundang artis ibu kota juga sudah ditangkap. Persoalan kuitansi blong iku persoalan sepele, Mbah.”
“lalu, yang bukan persoalan sepele apa, Truk, Petruk?”
“Bab sulapan, Mbah. Pagu anggaran yang semula seratus lima puluh enam juta untuk tujuh pameran berubah menjadi tiga milyar tujuh ratus untuk satu pameran. Bayangkan, Mbah, dari seratus lima puluh juta untuk satu pameran, berubah menjadi tiga milyar tujuh ratus untuk satu pameran. Kalau bukan sulapan, apa namanya ini, Mbah?
“Kemudian pagu anggaran yang semestinya melalui tender atau lelang untuk menentukan pelaksananya, tapi langsung ditunjuk menggunakan dasar MoU. Sulapan Limbad kalah, Mbah. Limbad paling-paling hanya bersulap di hadapan penonton. Lha ini, sulapan penontonnya seluruh Indonesia raya. Dan yang dibuat sulapan itu uang rakyat, uang rakyat.”
“Aduh, Truk, bicaramu ndakik-ndakik. Tiga milyar tujuh ratus jika dirupakan uang seberapa banyak?”
“Bisa dipakai untuk selimut kalau Anda kedinginan, Mbah. Dana sebesar itu semestinya harus dilakukan lelang. Akan tetapi proyek iki diswakelolakan. Den Mas Suyudono yang menjabat Walikota Ngastinapura membuat MoU bersama Durasta yang berbunyi optimalisasi potensi investasi daerah di wilayah Astinapura dan kerjasama promosi penanaman modal.”
“Kemudian rayi Den Bagus Dursasana yang menjabat sebagai kepala inspektorat Ngastinapura juga setuju dengan ucapan kangmas Suyudana. Bahkan konon, Den Bagus Dursanana yang memberikan usul seperti itu.”
Lalu Petruk bercerita panjang lebar mengenai proyek road show kegiatan promosi dan kerjasama investasi “shining Astinapura investment exhibition 2014 yang menggunakan dana anggaran kota Astinapura tahun 2014 itu. Dalam uraiannya itu sesekali Petruk menggeleng-gelengkan kepala.
Dia masih tak habis pikir dengan keterangan yang dikemukakan oleh salah seorang saksi. Saksi tersebut mengungkapkan bahwa ada dana dari anggaran itu yang diberikan untuk sebuah tim sepakbola dan SKPD-SKPD sejumlah sekian, untuk Dewan sejumlah sekian, dan untuk si kuli tinta sekian, dan sewa pesawat non-budgeter untuk sarana transportasi Pak Wali.
Petruk tidak mengetahui kebenaran hal yang diungkap oleh salah seorang saksi itu. Apakah hakim menjadikan pihak-pihak yang disebut itu sebagai saksi atau tidak, Petruk tidak tahu. Perut Petruk terasa mual mendengar keterangan selama persidangan sehingga dia harus meninggalkan ruang sidang sebelum waktuya. Pertanyaan ‘apakah uang-uang itu, jika benar ada, seperti semacam upeti yang mesti diserahkan’ mengaduk-aduk perut Petruk saat itu.