Rizki? Tentu saja, dia paham. Tidak ada yang kusembunyikan tentang diriku darinya.
"Aku mau dia menemuiku di toilet," ucapku, yang mendapat tatapan kasihan dari Rizki.
"Wartawan akan menangkap aksimu, Sayang."
"Tapi aku benar-benar panas ingin menggorok lehernya."
"Kau bisa membunuhnya di rumahnya. Akan aku bantu cari alamatnya."
***
Dengan malu-malu, senja menampakkan diri setelah fajar tenggelam. Dia menertawakan kopiku yang belum tersentuh sama sekali. Sesekali mengejekku yang selalu menunggu notif pesan dari Rizki. Ah. Aku kesal!
Segera kusebet jaket hitam tebal dan langsung meloloskan kaki ke dalam sandal suwallo. Aku mesti bertindak malam ini. Tidak menutup kemungkinan, bisa saja Rizki sedang sibuk mengurus skripsinya.
Aku harus menemuinya, untuk memastikan.
***
Untuk yang pertama kali, kakiku berada di teras rumah Rizki. Rumah mewah bertingkat tiga, dengan cat hitam bercampur putih. Kolam renang ada di halaman depan rumah, lengkap dengan bunga mawar di sekelilingnya. Cantik, dan bersih.
'Tok tok tok.'