Deretan buku rapi berjajar dengan warna sampulnya masing-masing di rak biru muda cerah berbanding terbalik di luar yang mendung gelap dengan hujan derasnya. Hanya ada beberapa orang di dalam toko itu yang buat Hazni cukup santai untuk melihat televisi. Perhatian Hazni teralihkan wanita muda yang bertanya letak kategori novel. Sabil cuma terdiam bengong melihat wanita itu diantar Hazni ke rak buku novel.
“Kenapa kamu Bil? Bengong aja.” Tanya Hazni yang heran melihat teman kerjanya itu.
“Bentar, bentar kamu gak tahu siapa dia?” Balas Sabil sambil keheranan.
“Yang jelas sepertinya “hujan” barusan masuk toko kita ha..ha..ha..” Jawab Hazni dengan entengnya.
Pagi yang dingin setelah diguyur hujan semalaman dan di depan pintu toko yang terkena sinar matahari berdiri Sabil yang akan membuka toko. Dia menengok ke kanan yang terlihat Hazni berlari dengan muka bingungnya. Tangan kanannya menggenggam CD.
“Ini, apa ini? Siapa dia? Lihat cover CD ini!” Hazni yang kebingungan memberikan CD itu ke Sabil.
“Waah fans Sakura Secret ya? Dapat dari mana ini? Tumben ya.” Sabil malah menanggapi dengan setengah bercanda sambil tetap melihat lubang kunci seolah tidak menganggap Hazni yang bingung. Tapi respon dari Hazni yang tidak menanggapi candaannya dengan muka serius bingungnnya buat Sabil ganti fokus mencermati cover single CD itu. Akhirnya dia mengerti maksud semua kebingungan Hazni.
“Ini ‘Nona Hujan’ yang beberapa hari lalu kamu antar nyari novel sampai kamu lihat dia pergi dibalik pintu toko ini.” Dia menunjuk foto “Nona Hujan” yang ada di cover.
“Siapa namanya? Jadi aku menemani dia dengan aku yang berantakan, duh malunya.”
“Agak lebay ya, namanya Laras. Makanya kemarin aku bengong karena idola seperti dia kok bisa ke toko kita. CD ini kamu dapat dari mana?” Tanya Sabil.
“Punya adik sepupuku, aku pinjam.” Jawab Hazni sambil mengambil CD itu dari tangan Sabil dengan senyum-senyum dia masuk toko. Sabil bertanya-tanya dalam hatinya apakah temannya itu sedang terkena delusi hebat seperti kebanyakan fans Laras. Gawat.
Suara, senyum kecil menawan, rambut panjangnya dan lembut tingkah lakunya “Nona Hujan” ini cukup buat Hazni jadi berbeda yang sekarang suka senyum sendiri. Suatu ketertarikan baru muncul di hatinya untuk mengetahui Laras ini lebih banyak. Profil, biodata, fakta-fakta menarik, cerita, artikel dan tulisan blog tentang Laras dia baca semua. Lagu-lagunya muncul di playlist handphonenya yang dia dengar sebelum tidur.
“Jadi begitu, beberapa aturan utama grup itu kayak dilarang pacaran, dilarang ke diskotik dan mabuk atau merokok, terus apa lagi ya ehmmm oh itu juga dilarang mention atau interaksi langsung ke fans di media sosial takutnya ada kecemburuan kalau balas mention, lainnya lupa.” Sabil menjelaskan beberapa aturan utama Sakura Secret ke Hazni yang menyimak seperti anak TK dijelaskan tentang Ultraman lawan Gozilla, sangat antusias.
“Gitu ya, ketat juga ya kayak aturan sekolah. Kenapa harus ada larangan pacaran ya?” Hazni menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dengan wajah kecewa.
Cermin-cermin besar itu menampakkan kumpulan remaja cantik yang berusaha membuat tarian mereka lebih sempurna. Malam mulai larut tak berefek pada semangat anggota Sakura Secret. Pelatih dance memberikan istirahat plus saran untuk beberapa anggota yang kualitas tariannya masih kurang.
“Bener kata kak Hika, kamu kayaknya malam ini kurang fokus? Kemarin juga. Ada masalah?” Tanya Yevi sambil mengelap mukanya yang berkeringat.
“Gak kok gak apa-apa, mungkin kecapekan kali ya.” Jawab dia sambil mengerak-gerakkan punggungnya seolah capek. Yevi seketika meletakkan tangannya di bahu Laras untuk memijatnya. Dua anggota Sakura Secret ini memang sahabat yang dekat sejak awal masuk grup idola ini.
“Kak leader, pijitin aku juga dong!” Nasya tiba-tiba menyodorkan kakinya sambil rebahan.
“Eeeh adik kecil! 20 ribu ya neng paket komplit ha..ha..ha..!! Eeh Ikaru suapin martabaknya jangan makan sendiri!” Sambil memijat Yevi disuapi martabak oleh Ikaru dengan setengah hati karena tidak mau martabaknya habis. Laras Cuma tersenyum melihat kelakuan teman-temannya yang lumayan gesrek. Nasya pun tertidur.
Sebelum pulang ke Bandung Yevi mengajak Laras dan lainnya makan malam bareng. Yevi, Laras, Ikaru, Sanin, Zarna dan Nania satu mobil dan semua kelaparan oleh latihan dance untuk lagu yang rumit koreografinya. Laras sibuk baca mention fansnya di Twitter, Yevi dan Nania streaming BigBang, Yevi semangat menceritakan bagusnya tarian mereka ke Nania yang akhirnya teracuni Kpop.
“Mami dingin nih. Nanti tidur nginap di tempatku ya” Ikaru memeluk manja Sanin.
“Numpang bobok bentar ya.” Zarna ikut memeluk Sanin yang ada di tengah mereka. Sanin membiarkan dua temannya itu yang memang kadang seperti anak kecil. Kedai itu agak sepi karena hujan. Mereka antusias melihat daftar menu dan di papan tulis menu “Specials Of The Day”.
Sanin yang melihat pesanan Ikaru langsung mewanti-wanti Ikaru, “Jangan pedas-pedas, nanti sakit perut lho. Dek Zarna obat sariawannya tuh diminum!”
Laras bangkit dan bilang mau ke toilet sebentar, namun dia berhenti di lorong antara ke toilet dan ke dapur. Dia berhenti seperti sedang menunggu dengan bersandar di tembok merah itu. Tiap pintu dapur terbuka dia menoleh ke situ kemudian menunduk lagi. Pintu dapur itu terbuka lagi dan dua orang saling bertatap mata dari jarak lima meter dengan terdiam.
“Ehmm hai! Aku suka...” Suara tepukan tangan live music dan kegugupan Laras menghentikan perkataannya.
“Haa? Apa?” Hazni sadar dari bengongnya dan dengan pipi merah juga salah tingkah menanyakan maksud dari Laras.
“Novel pilihanmu aku suka. Aku baca, ceritanya bagus. Terima kasih ya.” Dia balik lagi ke teman-temannya dengan tersenyum ceria, puas karena yang mengganggu pikirannya beberapa hari ini tuntas. Hazni lagi-lagi diam bingung, otaknya serasa beku. Lagu “The Only Exception” milik Paramore pun berlanjut dari band di tengah hujan ketika Ikaru sibuk minum karena kepedasan, disampingnya Sanin geleng-geleng kesal ke “anaknya” itu.
You are the only exception
You are the only exception
You are the only exception
You are the only exception
Musim hujan belum berlalu, angin masih terasa dingin di kota ini. Dua manusia sedang menatap langit selepas hujan malam itu. Langit cerah berbintang yang mereka sukai.
Sabil memberikan dorongan ke kawannya itu yang gelisah, “Udah kamu pergi saja sana ke tempat pertunjukannya biar tahu dunianya, toko buku biar aku yang jaga, gampang.”
“Gimana ya, hmmm.” Hazni nampak bingung.
“Pergi saja, hitung-hitung pengalaman baru kan pergi ke pertunjukannya. Nanti aku daftarin cari tiketnya. Biar kamu tahu dia kayak apa kalau di pertunjukkan, banyak lho yang delusiin dia, apalagi kalau pas pakai seragamnya, wuih cantik banget. Lagunya juga bagus-bagus kok, jadi apa lagi yang kamu pikirkan?” Sabil kemudian pergi ke bawah untuk membuat kopi.
“Aku cuma gak yakin apa benar dia yang di kedai itu, sang idola yang mengatakannya. Oke aku akan pergi.” Bintang-bintang buat Hazni makin betah rebahan.
***
Kebiasaan itu sudah diketahui oleh penggemarnya dan diceritakan di blog-blog bahwa Laras suka menatap langit karena menenangkannya. Di ranjang tidurnya dia menatap ke arah langit dengan mendung-mendungnya yang tersisa.
“Aku ini kenapa? Kok susah lupa sama dia? Entahlah, semoga kita bisa bertemu lagi ya.” Lamunan menggiringnya hingga dini hari itu yang terang oleh purnama.
Hari itu berlangsung biasa buat hidup Laras, kuliah, tampil di event, dan latihan. Namun, ekspresi mukanya nampak memikirkan sesuatu. Pria itu ada di antara keruwetan pikirannya. Remaja yang baru merasakan perasaan ini jadi dilema antara perasaannya yang berbenturan dengan aturan utama yang membelenggunya. Tapi dia ingin kenal lebih jauh dengannya. Mungkin ke toko bukunya atau kedai itu lagi, jadi bisa bertemu dan saling kenal. Sekarang dia membayangkan film bertema mata-mata seperti Mission Imposible, James Bond. Menyamar tanpa diketahui orang.
“Laras Fokus!” Teriak pelatih dance Sakura Secret.
***
Senja sudah nampak, hujan belum juga reda. Kehangatan nampak dalam toko buku itu. Nana, adik sepupu Hazni cukup bisa menghidupkan suasana lebih ceria dengan obrolan mereka sambil menjaga toko. Pandangan mereka kemudian tertuju ke sosok bermasker dan memakai tudung jaket untuk menutup kepalanya.
“Hai!” Sapa dia setelah melepas masker dan tudungnya.
Mereka bertiga bengong, Nana tak lama kemudian mau menjerit namun buru-buru Laras memberi isyarat untuk diam.
“Aku masih gak percaya kalau kakak ini Laras, kok bisa ke sini kak? Maksudku ada apa kak?” Tanya Nana ke Laras.
“ Cuma pingin main aja, boleh kan?” Jawab Laras sambil melempar senyum indahnya yang membuat Nana makin antusias. Nana bagai wartawan yang terus bertanya sementara kakak sepupunya dan Sabil membuatkan minuman dan roti bakar.
“Maaf ya cuma ini yang ada di kulkas, lupa tidak belanja.” Hazni dan Sabil kemudian ikut duduk bareng di meja kecil di lantai atas toko buku itu. Mereka memang biasa berkumpul di situ saat toko sudah tutup dan kedai adik sepupunya libur.
“Iya biar tidak ketahuan, nanti bisa muncul gosip,” jawab Laras saat ditanya kenapa penampilannya terkesan tertutup saat masuk toko tadi.
“Aku pernah ke tempat pertunjukkanmu, serasa terasingkan sendiri dengan penggemar kalian, aku tidak paham chant mereka.” Hazni menceritakan pengalamannya ke Laras.
“Oh ya? Kamu terus diam saja?” Tanya Laras ke Hazni dengan antusias.
“Iya.” Jawab Hazni dengan malu yang buat mereka tertawa.
Laras pamit pulang dengan pakaian seperti awal datang tadi. Bahagia rasanya Hazni, Sabil dan Nana tidak memperlakukan dia spesial, seperti teman biasa. Mereka bertiga mengantar Laras sampai depan pintu. Semua dengan wajah bahagianya. Hazni dan Laras berjanji saling mengunjungi.
“Hebat ya kakak sepupuku ini, sampai buat sang idola penasaran gitu,” goda Nana.
Hazni tidak menjawab dan langsung berjalan di bawah cahaya oranye lampu jalan yang memperlihatkan gerimis.
Hari demi hari mereka semakin akrab. Pandangan Laras tidak pernah luput mengarah ke Hazni yang mulai bisa melakukan chant seperti fans lainnya. Seperti tambahan semangat kalau dia hadir di depan panggung itu. Laras juga sering mampir baik ke toko buku atau kedainya Nana.
Di minggu sore mereka bertemu untuk jalan-jalan ke taman bermain. Kencan pertama mereka. Seperti biasanya Laras memakai pakaian yang tertutup dan masker agar tidak dikenali orang saat bersama Hazni. Di puncak wahana bianglala yang sangat ingin dinaiki oleh Laras mereka saling memandang, saling tersenyum diantara kerlip lampu dan bintang-bintang. Mata bisa mengatakan cinta, tapi mulut terdiam. Tak ada yang bisa mereka lakukan sampai nanti jalan tuhan yang menentukan ujung perjalanan mereka.
“Terima kasih ya untuk hari ini. Sudah lama aku tidak menikmati keramaian seperti ini,” kata Laras.
“Iya, aku juga senang bisa jalan-jalan denganmu. Sudah lama juga tidak ke tempat ini.” Ujar Hazni malu.
Laras tersenyum senang melihat pipi merah Hazni.
Sekeliling mereka banyak pasangan yang berfoto bersama, bergandengan tangan dan keakraban yang bebas. Hazni dan Laras cuma sedikit iri, ini juga mungkin sementara saat dia masih di Sakura Secret, pikir Laras. Mereka saling bertatap pandang, sudah paham artinya seperti sudah ada ikatan batin melihat orang-orang di sekelilingnya itu.
***
“Mau ke mana kita? Ini juga pakai bawa ransel gede, aku gak mau minggat ah, ke mana Haz?” Tanya Laras heran.
“Hahaha tenang aja, ini tempat yang keren lho. Untung hari ini tanggal merah libur nasional jadi aku bisa ajak kamu ke tempat ini, pegangan dan jangan ngantuk!”
Sepeda motor Hazni menyusuri jalan indah berbelok-belok itu, sebelah kanan matahari oranye tenggelam, waduk yang terpancar sinar matahari sore dan kiri bukit-bukit hijau dan nampak sebagian hutan.
Hazni menggandeng Laras sampai ke tempat yang agak lapang.
“Sampai kita, indah kan?” Hazni merentangkan tangannya ke arah pemandangan di depannya.
“Wow tempat apa ini? Kok kamu tahu sih?” Wajah Laras terlihat senang dan kagum dengan pemandangan alam ini.
“Tunggu sampai gelap nanti akan lebih indah.” Hazni kemudian mengeluarkan kamera SLR dan peralatan lainnya fotografi lainnya.
“Kenapa bawa sebanyak ini? Dapat dari mana?” Laras heran dengan apa yang akan dilakukan Hazni dengan itu semua.
“Dengar, di tempat ini kita tak perlu risih dengan orang lain kayak di taman bermain, kamu tidak perlu pakai masker dan takut untuk mengambil foto kita karena yang melihat kita di sini hanya kumbang, belalang dan burung-burung di ranting pohon itu. Ini dari Nana, aku pinjam. Sudah gelap, lihat itu!” Hazni kemudian membalikkan badan Laras. Laras terpaku beberapa saat melihat pemandangan di bawah.
“Tempat ini dijuluki “Bukit Bintang” karena kita bisa lihat lampu-lampu di bawah sana seperti bintang-bintang tapi tidak di langit. Sekarang senyum!” Hazni mengambil foto dia dan Laras tiba-tiba. Laras gemas karena Hazni mengambil foto mendadak tanpa bilang dulu biar dia siap dulu.
“Foto kita bagus kan? Kamu tampak rileks dan senyumnya asyik banget. Lihat ini, bidadari dengan bintang-bintang berkelip padanya.” Hazni menunjukkan hasil foto-foto ke Laras.
“Kamu ini gombal, indah sekali. Senang rasanya. Terima kasih Haz. Kamu buat aku jadi idol paling bahagia hahahaha.” Laras tertawa dengan sangat bahagia terlihat dari pancaran wajahnya.
“Sesuai dengan mimpimu kan? Pingin jadi bintang terang dunia, seindah bintang-bintang itu. Kamu bisa lah, aku percaya.” Hazni memberi semangat ke Laras.
“Kalau kamu punya mimpi apa Haz? Aku sih simple, punya rumah di tempat yang sepi dan tenang seperti ini dan punya penampungan hewan yang terlantar, agak penat juga kalau terus di kota.” Laras memperhatikan Hazni yang menceritakan mimpinya dengan kagum.
“Wow, mimpi yang keren Haz. Kenapa kamu ingin merawat binatang yang terlantar?” Laras bertanya dengan semakin dalam tatapannya ke Hazni.
“Dulu waktu kecil aku pernah punya kucing, lucu sekali. Kami semua menyayanginya. Ibuku selalu berpesan untuk selalu menutup pagar rumah kalau aku keluar. Tapi aku terburu-buru ingin menyusul temanku bermain dan pagarnya lupa tidak aku tutup. Dia mengikutiku tapi kemudian hilang, mungkin tersesat. Kata ibuku aku menangis selama tiga hari. Jadi aku menganggap binatang yang terlantar dan butuh pertolongan itu sebagai penebusan dosaku. Mereka juga makhluk ciptaan tuhan kan? Jadi aku yakin ini kewajiban kita juga.” Hazni menatap Laras dengan yakin.
Mereka kemudian menatap bintang sebenarnya di langit atas sana, tersenyum berharap tuhan tidak mengambil kebahagiaan ini. Saling tatap mata mengisyaratkan ucapan terima kasih untuk kebahagiaan yang diberikan, Laras mencium pipi Hazni sebagai tanda terima kasih. Hazni terdiam. Kasih tanpa kata cinta yang terucap.
***
“Terhitung sejak 25 Juni 2015 Dinda Laras Bilqis dan Viona Arsyanti akan menjadi member baru Blossom Lights di Jepang sebagai transfer ke grup besar kami. Blossom Lights juga mengirim membernya ke Sakura Secret.” Demikian pengumuman manajer Sakura Secret yang mengagetkan wartawan di konferensi pers itu.
“Ini cukup mendadak, apa ada masalah pak Raga? Siapa dari Blossom Lights yang akan dikirim ke sini pak Raga?” Tanya Wartawan.
“Tidak ada masalah, ini cuma transfer biasa dan mengenai personil yang akan ditransfer akan diumumkan di pengumuman selanjutnya.” Raga menjawab pertanyaan wartawan yang cukup antusias dengan pengumuman mendadak ini. Konferensi itu berlangsung sekitar 20 menit.
“Suruh staf dan semua bagian dari Sakura Secret untuk tidak asal jawab kalau ditanya wartawan! Aku tidak ingin ada kehebohan, cukup sampai desas-desus itu saja di kalangan fans, mengerti?” Perintah Raga ke sekertaris dan stafnya.
“Siap pak. Pak apa ini tidak berlebihan memasukkan Laras sebagai bagian transfer hanya karena gosip kalau dia menjalin hubungan dengan seseorang? Itu pun tidak dipastikan 100% dia karena fans yang melihat cuma sekilas.” Sekertaris Raga, Resti menanyakan keputusan ini karena dia juga tidak diberitahu sebelumnya.
“Tidak, alasannya bukan itu saja. Pertama, Laras itu kartu as yang kuat di Sakura Secret, sudah saatnya dia ke level yang berbeda dengan tekanan berbeda dan ini sesuai impiannya yang ingin jadi bintang internasional. Dia pasti bisa menerima ini. Aku berharap nanti member lainnya punya motivasi lebih untuk mengisi kekosongan kartu as kita setelah transfer ini. Mengenai gosip itu, aku tidak ingin gosip ini jadi kenyataan dan mengganggu karirnya. Jika dia benar sampai melanggar aturan itu akan jadi bencana, aku tidak mau itu jadi kenyataan” Jawab Raga.
“Maksud anda ini pencegahan kalau dia memang melanggar aturan utama seandainya dia masih ada di sini?” Resti mulai paham tujuan Raga.
“Ya, ini demi dia dan impiannya. Aku harus melindungi dia. Aku berharap transfer ini meredakan rumor itu. Mereka sudah beranjak dewasa dibanding ketika kita menemukan bakat mereka dulu, sekarang kita perlu lebih kerja keras, mohon bantuannya melindungi anak-anak ini.” Raga menatap poster Sakura Secret generasi pertama hasil audisi dulu, mengenang awal perjuangan mereka bersama.
“Saya Dinda Laras Bilqis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungannya selama ini sebagai anggota Sakura Secret, kalian yang menguatkan dan membantu mewujudkan mimpi saya. Kalian terbaik! Untuk member, terima kasih, kalian teman terbaik, kerja keras dan kenangan indah dengan kalian tak akan aku lupakan. Aku pergi dulu ya, aku sayang kalian semua!” Semua member menghamipiri Laras yang memberi pengumuman dengan terisak menangis dan mereka memeluknya, menangis bersama. Sanin sang leader mencoba kuat, air matanya tertahan tidak sampai menetes. Pertunjukkan malam itu memang kelabu, para fans dan semua yang ada di ruangan itu larut semua.
“Larasss semangat! Semangat ya! Semua dukung Laras!” Begitu teriakan para fans memberikan dukungan terakhir untuk Laras sebagai anggota Sakura Secret.
Diantara pelukan teman-temannya, Laras menatap sedih ke sosok Hazni di deretan belakang yang raut mukanya sangat sedih dan terdiam sendiri. Seandainya dia bebas dia akan berlari dan memeluk menguatkannya. Di lorong keluar gedung yang bercat biru dengan foto-foto anggota Sakura Secret di dinding mereka berbaris sebagai tradisi mengucapkan terima kasih satu per satu ke fans karena telah menonton penampilan mereka dengan dijaga bodyguard bertampang sangar dan badan besar. Berbeda dari biasanya, suasana kali ini sedih dan mengharukan karena perpisahan Laras. Fans yang bertemu Laras banyak yang mendoakan dan memberikan dukungan padanya. Tiba giliran Hazni, mereka saling menatap sedih, bibir mereka tidak kuat mengucapkan sepatah katapun. Mereka bersalaman dengan diam dan Hazni berlalu pergi dengan Laras dibelakangnya tanpa menoleh tapi air matanya menetes tanpa dia bisa tahan dengan ekspresi diamnya.
“Maaf” Laras hanya bisa mengucapkannya dalam hati.
***
Hazni duduk di atap toko bukunya. Cahaya oranye mentari sore itu menyinarinya dan gedung-gedung megah kota itu. Dia menatap ke langit utara, jejak awan pesawat itu memanjang dan menjauh.
“Aku jadi tertular hobimu, suka memandang langit, langit utara tempatmu saat ini.” Hazni bicara sendiri sambil tersenyum sedih.
Dia masih sedih selama beberapa hari. Seperti tanpa motivasi dan semangat, tiap malam memandang foto Laras sebelum tertidur. Sabil dan Nana yang melihat perubahan Hazni tidak tega. Hazni yang berjalan sendiri di tengah rintik gerimis malam tiba-tiba ditarik Nana dan dirangkul Sabil untuk mengikuti mereka ke sebuah kafe.
“Hari ini aku dapat rejeki lebih, aku traktir pai enak.” Dia menarik Hazni yang kebingungan tanpa menoleh kepadanya. Sabil cuma beri kode untuk ikut saja.
“Enak kan pai ini? Lagi hits, biasanya ramai, mungkin karena gerimis jadi agak sepi.” Meja bundar itu sudah terisi tiga pai dan 3 minuman, hanya pai Hazni yang masih tersisa banyak karena nafsu makannya turun. Dia menatap hujan yang makin deras di luar.
“Kak, jangan bodoh gini!” Nana tiba-tiba berubah jadi serius yang menyadarkan Hazni dari lamunan.
“Aku tahu kakak sedih, tapi jangan seperti ini terus. Apa Laras bisa bahagia kalau tahu kakak sedih terus.” Nana mencoba membuat Hazni bebas dari kesedihannya.
“Kamu, kamu tahu apa perasaanku?” Hazni bertanya dengan sedikit kesal.
“Haz, kami memang tidak tahu seratus persen apa yang ada di hatimu. Kami cuma tahu kalau kamu atau Laras tidak akan membiarkan salah satu di antara kalian tidak bahagia. Dia sedang berusaha menggapai mimpinya, jangan bersedih dan kamu harusnya dukung dia sepenuh hati. Kamu juga harus berusaha dengan keras untuk mimpimu. Demi kalian berdua.” Sabil ikut memberikan nasihat ke Hazni yang terdiam.
“Ini kak surat dari Laras yang diantar temannya dan dititipkan ke aku tadi.” Nana memberikan amplop putih dengan nama Hazni di depannya.
Surat itu masih terbungkus rapi tergeletak samping foto mereka berdua. Benda berharga itu buatnya ragu untuk membacanya, dia tidak tahu perasaannya nanti ketika membaca itu. Di bangku taman hitam dia duduk sendiri, dinginnya pagi tak buatnya berhenti sejenak menatap langit utara. Dibukanya surat dari Laras.
Hai pipi merah
Maaf, aku sungguh minta maaf. Bukan keinginanku berpisah denganmu seperti ini.
Aku tak mau melepas kebahagianku denganmu, tawa denganmu dan cerita indah
denganmu. Aku tidak ingin orang-orang sekelilingku kecewa, tidak hanya kamu.
Aku berharap keputusanku ini membahagiakan semuanya, aku tahu kamu
akan mendukungku untuk meraih mimpiku, aku akan sangat bahagia jika kamu
mengerti.
Kamu jangan sedih terus ya, tambah jelek tu muka nanti. Semangat ya buat mimpi
yang kamu perjuangkan. Aku jauh di sini mendukungmu. Terima kasih untuk
semuanya yang kamu lakukan, tak ada waktu terbuang percuma saat denganmu.
Kisah kita memang tak sama dengan orang lain, panggung kita tak sama tapi aku
semakin yakin kalau Tuhan ciptakan kebahagiaan dengan cara yang unik, yang
hanya bisa dirasakan oleh mereka yang tulus. Di dirimu aku bisa lihat ketulusan itu.
Aku hanya bisa bersyukur ditakdirkan bertemu dengan kamu Haz.
Terima kasih. Aku tunggu kamu di Jepang.
Cahaya matahari pagi menghangatkan tubuhnya, kini Hazni bisa bisa menatap langit utara dengan tersenyum. Dia berjanji akan menemui Laras di Jepang suatu hari nanti dengan membawa mimpi yang sudah digenggamnya.
***
Beberapa kali Hazni menyempatkan datang ke tempat pertunjukan Sakura Secret, tapi seperti ada yang hilang saat dia di ruangan itu. Pernah di event temu fans dan idola dia menitipkan kado yang sengaja disiapkannya untuk Laras yang rencananya akan diberikannya langsung saat event itu tapi dia ditransfer sebelum event itu, jadi dia menitipkan ke anggota Sakura Secret lain yang teman dekat Laras.
“Aku tahu kamu, nanti akan aku berikan padanya kalau kami ke Jepang. Dia beberapa kali cerita tentang kamu, semangat ya dan terima kasih.” Yevi menerima kado itu.
“Ya terima kasih Yev.” Hazni kemudian langsung pergi.
Kesedihan itu sudah dilupakannya tapi itu juga buat dia makin pendiam dan introvert.
Musim hujan berlalu berganti musim kemarau, Hazni semakin giat bekerja untuk mewujudkan mimpinya karena di utara sana Laras juga sedang berusaha mewujudkan mimpinya. Pagi sampai malam dia seperti lupa waktu, kesibukannya ini buat dia melupakan kesedihannya.
“Kata dokter kamu terlalu lelah, istirahat Haz. Jangan terlalu memforsir tubuhmu.” Sabil menemani Hazni yang siang tadi pingsan dan sekarang di rumah sakit.
“Iya nih, bandel amat. Buat apa kerja rodi kayak gitu? Kakak harus sabar, kita dukung kakak buat penampungan hewan terlantar itu, tapi ya jaga kesehatan juga.” Nana ikut menasihati Hazni. Hazni terdiam lemas.
Di seberang samudra sana Laras masih menatap langit selatan sejak 30 menit lalu. Wajah cantiknya tak nampak di kamar yang lampunya dia matikan itu. Memandang dibalik jendela yang berhadapan dengan Tokyo Tower yang jaraknya sekitar 8 Km.
“Apakah kamu tetap menontonku di panggung dunia nanti?” Laras gelisah takut kehilangan Hazni suatu saat nanti saat mimpinya terwujud.
***
Empat tahun kemudian, Hazni masih sibuk mengurus penampungan hewan terlantarnya dan kebun jeruknya. Dia senang dengan lingkungannya ini. Hawa sejuk kaki gunung buat dia betah. Sabil dan Nana sesekali mengunjunginya. Mereka khawatir dengan kondisi kesehatan Hazni yang belakangan ini agak buruk.
Setelah turun dari mobil mereka segera masuk ke rumah yang asri dan segar oleh bunga matahari, melati, tanaman mint dan bunga taman lainnya yang tumbuh indah di sekeliling rumah. Di dalam rumah sepi tidak ada Hazni, mereka segera ke bagian penampungan hewan. Di sana dia duduk di bangku taman belakang rumah ditemani kucing putih tidur yang kakinya diperban di sampingnya. Dia memegang foto Laras saat di bukit, dia menoleh ke Sabil dan Nana.
“Aku akan ke Jepang, sudah saatnya aku melihatnya di panggung dunia.” Hazni dengan wajah agak pucatnya dia tersenyum.
Sabil dan Nana terdiam, tak percaya dia masih mengingat Laras.
***
Pesawat itu membawa Hazni ke langit utara yang sering dipandangnya, dia sangat antusias di kondisinya yang tidak sepenuhnya sehat. Dia membayangkan seperti apa Laras nanti yang tidak dia temui selama empat tahun, wanita yang membuatnya termotivasi untuk mengejar impiannya. Laras sudah lulus dari Blossom Lights, dia akan memulai debut di film perdananya dan menjadi salah satu pengisi lagu dari filmnya itu. Jejak awan pesawat itu meninggalkan Indonesia, Sabil dan Nana di bawah memandang pesawat, senang dan khawatir di hati mereka.
Ramai dan asing sekali dia begitu sampai di Bandara Haneda. Mereka yang datang dari berbagai negara ada di situ. Dia segera menuju Tokyo Monorail Haneda Airport Line untuk membawanya ke Stasiun Hamamatsucho. Ramai tapi seru itu yang dirasakannya, melaju beriringan dengan tepi laut. Hazni ternyata sudah lama menyiapkan dirinya agar bisa lancar di Jepang. Di rumahnya ada beberapa buku traveling ke Jepang, beberapa situs atau blog tentang Jepang yang dia cetak dan dia belajar sedikit bahasa Jepang. Dia tidak langsung menemui Laras karena dia sedang sangat sibuk oleh filmnya ini, Hazni berencana menemuinya saat acara promosi film dan jumpa fans dua hari lagi.
Udara panas di musim panas tidak menyurutkan semangatnya menyusuri kawasan terkenal di Jepang seperti Shibuya dan Akibahara. Kembang api meletus indah terus menghiasi langit malam itu di festival Hanabi. Hazni kagum dengan suasana yang baru ditemuinya. Wanita-wanita memakai yukata dan kipas kecil yang diayunkan untuk mengusir hawa panas terlihat cantik berlalu-lalang di festival itu, lampion berjejer indah, terdengar beberapa teriakan “Tamaya!” dan “Kagiya!” saat kembang api dengan bentuk dan warna indahnya meletus di udara. Hazni melahap Takoyaki sambil jalan hingga menemukan tulisan “Kingyo Sukui” di sebuah stand. Awalnya agak kesusahan bagi dia untuk menangkap ikan mas di selembar kertas tipis tapi akhirnya berhasil.
“Kamu mau? Aku bantu oke.” Hazni menawarkan bantuannya ke dua anak kecil lucu yang memandangnya karena dapat ikan mas.
“Terima kasih kak.” Dua anak kecil itu pergi dengan ceria sambil membawa ikan mas tangkapan Hazni.
“Kenapa ini?” Hazni tiba-tiba merasa lemas dan wajahnya agak pucat. Dia kemudian istirahat di bangku taman. Dia sangat kecapekan. Tiba-tiba datang dua anak kecil tadi memberikan wataame atau kalau di Indonesia permen kapas sebagai ungkapan terima kasih, mereka terlihat bahagia. Kembang api terus menyala di malam indah itu, Hazni membayangkan Laras juga memandang kembang api yang sama dengannya karena mereka di bawah langit yang sama.
Hazni sudah meninggalkan hotelnya dan menuju ke gedung peluncuran film debut Laras di Jepang. Gedung bertingkat yang indah, trotoar yang ramai oleh langkah cepat pejalan kaki untuk segera bekerja karena budaya mereka yang disiplin, toko-toko dengan keunikannya mulai dari fashion, elektronik, anime, makanan yang tulisannya didominasi huruf kanji indah. Hazni terpesona, membayangkan seperti apa Laras nanti yang terpengaruh suasana ini, Apa dia akan berpenampilan imut seperti gadis sekolah Jepang dengan seragamnya seperti di dorama-dorama Jepang atau malah dia mencampur unsur Indonesia dengan Harajuku style karena dia fashion leader sewaktu di Sakura Secret.
Hatinya semakin berdetak kencang setelah turun dari bis setelah tadi berjalan sekitar 15 menit menuju pemberhentian bis. Langkahnya semakin pelan saat masuk gedung, melihat dengan seksama poster film Laras dan banner yang menampilkan Laras dan lawan mainnya di film, Kazama Miura. Pose-pose cantik Laras makin buatnya terpesona tapi di sisi lain ada cemburu karena dia satu frame dengan laki-laki lain. Dia duduk di deretan kursi agak di belakang karena bagian depan sudah diisi wartawan-wartawan yang antusias oleh film yang dibintangi dua bintang besar Jepang saat ini. Deretan tengah ke tempatnya hingga belakang diduduki fans yang sangat bersemangat. Ramai sekali karena film ini berdasarkan adaptasi manga terkenal yang memiliki banyak penggemar di beberapa negara, jadi akan diputar di bioskop di negara-negara tersebut termasuk Indonesia yang memiliki otaku lumayan banyak. Perhatian wartawan dan penggemar baik dari Jepang maupun negara lain sukses tersedot yang menjadikannya trending topic mengenai filmnya ini, cerita, pemeran dan kisah seputar film ini.
Konferensi pers itu dimulai, host acara memanggil satu per satu bagian dari film itu. Pertama muncul produser, lalu sutradara, Kazama Miura dan terakhir tatapan Hazni langsung menuju pintu masuk, keluarlah Laras yang melangkah dengan senyumnya menyambut kilatan cahaya kamera wartawan, dia tampil cantik dengan gaun hitam retro, topi bundar lebar menghiasi rambut panjangnya. Kata kawaii muncul bersamaan dari fans di sekeliling Hazni menunjuk pada Laras.
“Dia cantik sekali, Laras kawaiiiiiii!” Hazni mengikuti perkataan fans sekelilingnya yang merupakan fans fanatik Laras.
Sesi tanya jawab sudah selesai. Beberapa orang terlihat tak sabar untuk segera menonton filmnya. Wajah mereka senang sekaligus serius mendiskusikan jalan ceritanya apa sesuai manga atau berbeda. Acara dilanjutkan ke ruangan sebelah yang digunakan untuk acara jumpa fans, para aktor dan aktris melakukan tanda tangan. Para fans mengantri dengan membawa poster, manga, dan suvenir lain untuk ditanda tangani. Laras beranjak ke tempat band setelah dibisiki manajernya. Dia menyanyikan soundtrack film ini, semua menghentikan kegiatannya untuk menyaksikan Laras menyanyikan lagu yang sedang di posisi 12 Oricon Chart ini. Semua ikut bernyanyi bersamanya.
Tatapan bahagia Hazni yang terdiam dari jarak 15 meter dari Laras. Di ending reff lagunya dia melihat Hazni. Sama seperti dulu saat Hazni terdiam sendiri menyaksikannya di Jakarta dan dia menatapnya dari atas panggung. Suaranya berhenti beberapa saat tapi dia cepat kembali fokus sambil tetap sesekali curi pandang ke Hazni yang tersenyum padanya. Selesai bernyanyi dia segera menghampiri manajernya meminta dia memberitahu Hazni agar tidak pergi dan menemuinya di belakang selesai acara.
Saat sesi terakhir hampir selesai, tiba-tiba Miura maju dan berbisik ke pembawa acara. Pembawa acara tersenyum dan menyerahkan mic ke Miura. Dia meminta Laras maju dan berdiri di sampingnya. Dia kemudian menggenggam tangan Laras yang disambut teriakan fans.
“Saya Kazama Miura meminta kamu bidadari hujanku dengan penuh hormat dan tulus, jadilah istriku dan temani hidupku.” Miura melamar Laras, adegan romantis ini nyata bukan bagian dari film. Suasana semakin heboh dan kilatan kamera menyala-nyala mengabadikan momen Miura berlutut di depan wanita yang dicintainya.
Laras langsung menoleh terkejut ke arah Hazni. Ekspresi Hazni hanya datar, tidak ada ekspresi lain dari kejadian itu. Lalu fokus Laras teralihkan oleh pertanyaan Miura. Dia terdiam beberapa saat.
“Maukah kamu?” Tanya Miura.
Laras tidak langsung menjawab, dia memejamkan matanya sebentar dan menarik nafas dalam. Teriakan fans berhenti saat dia mendekatkan mic ke bibirnya.
Dia menjawab “Iya, aku bersedia.”
Seketika ruangan itu jadi senyap sesaat. Mereka bersorak gembira, pasangan yang mereka harapkan berjodoh dan gosip yang mereka bicarakan seputar hubungan Miura dan Laras akan berakhir di pernikahan. Kisah seputar pembuatan film yang berujung pernikahan pemeran utamanya ibarat bumbu sedap masakan yang pas sekali dengan momen sinar terang bintang mereka. Miura langsung memeluk Laras, Laras meneteskan air mata dalam pelukan Miura. Entah itu air mata bahagia atau kesedihan, hanya dia yang tahu atau dia sendiri tidak tahu arti air matanya.
Hazni sendirian di lorong penghubung ruangan jumpa fans dengan ruang make up setelah diantar manajer Laras ke situ. Nampak dari kejauhan Laras muncul, raut mukanya sangat menampakkan dia habis menangis. Dia mencoba menahan air matanya saat semakin dekat dengan Hazni, dia tersenyum dan Hazni membalas senyumannya.
“Hai pipi merah, kamu akhirnya di sini ya.” Laras menyapa Hazni.
“Ya, aku menepati janjiku untuk melihatmu bersama impianmu yang sudah tercapai. Kamu sudah di pentas dunia, aku senang.” Hazni tersenyum bahagia seperti melepas beban.
“Iya terima kasih, maaf sekali lagi buat kamu kecewa, peristiwa tadi itu. Miura ...” Laras berhenti bicara setelah Hazni memotong pembicaraannya yang tidak ingin dia terbebani perasaannya.
“Ah tidak apa-apa, ini sudah jalan hidupmu. Dia yang mencintaimu dengan tulus dan menerimamu sepenuh hati seperti Miura pasti akan aku doakan kalian bisa selamanya dan aku lega kamu bisa menemukan kebahagianmu.” Hazni memotong pembicaraan Laras yang bingung akan mengatakan apa.
Laras diam, dia bingung harus berkata apa. Miura memanggil Laras, Laras diam saja. Dia berjalan ke arah Laras.
“Aku mau berikan ini ke kamu, kalung kerang yang aku dapat dari festival Hanabi. Kata penjualnya membawa keberuntungan. Selamat tinggal nona hujan.” Dia menarik tangan Laras yang agak lemas untuk menggenggam kalung itu dan dia sempat tersenyum ke Miura yang sudah dekat belakang Laras lalu Hazni pergi.
“Ada apa? Fans kamu? Seperti orang Indonesia ya.” Miura menepuk pundak Laras yang tertunduk.
“Tidak apa-apa, aku ke ruang make up dulu.” Laras berbalik dan menuju sudut sepi ruangan itu. Dia menangis.
Sahabat dari Blossom Lights, Nishima Miyu datang untuk menemui dan memberinya selamat. Dengan membawa bunga ucapan selamat dia mencari Laras, dia berhasil menemukannya setelah diberitahu beberapa orang. Wajah cantik cerianya berubah kaget menemukan Laras menangis.
“Ada apa?” Miyu memegang pundak Laras dan langsung memeluk sahabat dekatnya itu. Laras menceritakan apa yang terjadi.
“Apa yang hatimu inginkan itu yang tidak boleh kamu sesali nanti. Apapun jalan yang kamu pilih Hazni akan mendukungmu, karena dia yakin kamu bisa menentukan yang terbaik untukmu. Kebahagianmu juga akan membahagiakannya kan, kalian tidak ingin salah satu dari kalian kehilangan kebahagian itu seperti yang pernah kamu ceritakan. Sepertinya Hazni juga ikhlas kalau Miura sebagai pendamping hidupmu. Semua ini tergantung kamu.” Miyu mencoba menenangkan Laras.
“Baik, terima kasih Miyu. Aku harus pergi.” Setelah menyeka air matanya dia berlari hendak menyusul Hazni. Miyu tersenyum melihat sahabatnya itu pergi.
Hazni menyusuri deretan pohon sakura di musim panas. Seandainya pohon sakura ini bisa berbunga di musim panas maka akan membantunya memulihkan hatinya. Hanya daun-daun kering jatuh di jalanan. Wajahnya pucat dan lemas, duduk memandang deretan pohon ikon Jepang itu. Merenungkan masa lalunya bersama Laras. Dia menatap langit Tokyo siang itu, langit biru musim panas yang indah.
Di luar gedung Laras menoleh kiri dan kanan. Dia bingung ke mana harus mencari Hazni. Mencoba berpikir sejenak ke mana Hazni pergi. Dia teringat saat di atap gedung toko buku, saat dia dengan Hazni membicarakan tentang Jepang, Hazni pernah berkata ingin melihat bunga sakura di Ueno Park. Dia segera berlari ke sana entah dia ada di sana atau tidak.
Dia berkeliling taman itu, mencari ke segala arah. Bertanya ke beberapa orang. Dia kemudian mendengar percakapan orang yang berjalan melewatinya kalau ada orang asing Indonesia yang tiba-tiba pingsan di taman. Laras segera menanyai tiga orang itu. Mereka mengatakan orang itu sudah dibawa ambulan ke rumah sakit Okada. Dia segera menuju ke sana, berlari berharap segera menemuinya.
“Di mana orang Indonesia yang pingsan di taman Ueno?” Laras dengan terburu-buru bertanya ke resepsionis. Meninggalkan resepsionis yang bengong melihat seorang seorang bintang Jepang yang barusan ada di berita tv seperti itu. Setelah diberi tahu letaknya dia berlari mencari-cari nomor 24 di setiap pintu kamar. Sampai dia menemukannya dan melihat melalui jendela kecil pintu kamar dia kaget melihat Hazni terbaring tak sadar dengan bantuan pernafasan.
“Apa anda kenal pria itu?” Dokter mengagetkannya yang baru keluar dari ruangan sebelah dengan suster.
“Ah, iya dokter. Dia kenapa dokter? Apa aku bisa masuk?” tanya Laras dengan menangis.
“Mari masuk biar saya jelaskan kondisinya di dalam.” Dokter dan Laras masuk ke kamar itu. Dengan langkah berat menyaksikan Hazni dia duduk di sampingnya.
“Dia pingsan. Berdasarkan hasil pemeriksaan dia menderita radang hati dan itu sudah kronis. Sepertinya sudah lama dia mengidap penyakit ini. Sudah parah.” Dokter dengan berat hati menjelaskan keadaan Hazni ke Laras yang nampak kaget.
“Kenapa bisa terjadi Haz? Kenapa bisa begini?” Laras menangis memandang Hazni.
“Maaf, penyakitnya sudah terlalu parah. Kesempatan hidupnya kecil. Kami akan berusaha yang terbaik.” Dokter itu kemudian pergi karena dipanggil untuk menangani pasien lainnya.
Laras terus menangis di samping Hazni. Pertemuan yang dia harapkan jauh hari dulu jadi hari bahagia ternyata suram, musim panas yang tak bersahabat kepadanya. Hazni yang buat dia merasakan kebahagian dulu harus terbaring lemah dan tak akan bisa dilihatnya lebih lama dalam hidupnya.
Dia teringat Sabil dan Nana. Dia harus mengabarkan hal ini kepada mereka. Dia mencari handphone Hazni di tasnya. Dia menghubungi Nana.
“Halo, Nana?” Laras sudah terhubung dengan Nana.
“Ini kak Laras ya? Aku tahu kamu akan menghubungiku. Ada yang ingin ku sampaikan ke kamu.” Nana menjawab panggilan itu dan sudah mengetahui kalau yang menelepon adalah Laras.
“Na, dengarkan aku dulu. Hazni masuk rumah sakit, dia tak sadarkan diri. Kamu gak usah khawatir, aku menjaganya di sini.” Laras menelepon Nana di kursi tunggu depan kamar inap Hazni.
“Terima kasih, yang mau kusampaikan ini juga tentang Hazni. Apa dokter sudah memberi tahu kamu apa yang terjadi dengannya?” Nana menanyai Laras.
“Sudah.” Jawab Laras.
“Dia terkena radang hati kah?” Laras agak bingung dengan pertanyaan Nana yang sepertinya juga baru mengetahui penyakit radang hati Hazni.
“Kenapa penyakit yang sudah dialami sejak lama bisa dia biarkan?” Laras heran dengan keadaan mereka di Indonesia.
“Kak, aku tadi sedang membereskan berkas-berkas di kantor penampungan hewan kak Hazni. Aku menemukan rekam medis kak Hazni dan obat-obatan. Sabil lalu cek ke rumah sakit dan benar kak Hazni pernah beberapa kali diperiksa. Mereka mengatakan kak Hazni menderita radang hati, sudah parah dan lama menjangkitinya. Aku dan Sabil kaget karena dia menyembunyikannya selama ini dari kami. Ketika wajahnya pucat dan lemas dia bilang cuma kurang tidur dan darah rendah. Rumahnya sekarang agak jauh dari tempatku jadi kami tidak bisa sesering dulu menemuinya. Dokter menjelaskan bahwa dia terlalu memforsir tubuhnya bekerja hingga kondisi tubuhnya mencapai batasnya. Dia bekerja keras demi impiannya itu, penampungan hewan terlantar di kaki gunung yang indah telah dia wujudkan, dia banyak menolong hewan tapi pengorbanannya hingga seperti ini aku tidak bisa bayangkan.” Nana menceritakan dengan suara yang sedih.
“Kenapa Hazni dan kalian tidak pernah menghubungiku semenjak aku ke Jepang?” Laras bertanya agak kesal ke Nana.
“Aku dan Sabil sangat ingin menghubungimu kak, tapi kak Hazni melarang. Dia tidak ingin kami mengganggu konsentrasi kakak yang sedang berjuang mewujudkan mimpimu. Kami menurutinya demi kamu juga, dia juga tidak pernah membicarakan atau mengikuti perkembanganmu kak. Sepertinya dia berusaha melupakanmu. Tapi aku salah, dia masih menyimpan foto kalian di bukit berbintang, dia membaca buku, blog, artikel dan panduan traveling ke Jepang. Dia mempersiapkan diri bertemu denganmu. Aku tahu sejak kakak lulus dari Blossom Lights dan beberapa kali main dorama dengan Kazama Miura kalian memiliki hubungan spesial dan kak Hazni sepertinya tahu. Dia bahagia melihat kakak bersamanya karena sejak berita itu muncul dia seperti tanpa beban dan tidak terlalu pendiam lagi, lega kak Laras menuju jalan bahagiamu tapi keadaannya semakin buruk.” Nana menjelaskan alasan Hazni menyembunyikan sakitnya.
“Dia ke Jepang menemuiku untuk berpamitan?” Laras hatinya terpukul mengatakan pertanyaan itu.
“Iya kak.” Nana menjawab dengan berat karena dia juga tahu umur kakak sepupunya tidak akan lama, dia menggunakan sisa umur dan tenaganya untuk menepati janjinya ke Laras.
Laras tertunduk lesu di koridor rumah sakit yang sepi dan gelap oleh mendung.
***
Mereka saling berpandangan. Laras memandang Hazni dengan sedih, karena mungkin ini pertemuan terakhir mereka. Hazni sangat lemah dan kesulitan berbicara. Laras menggenggam tangan Hazni berusaha menguatkan.
“Kenapa kamu tidak menghubungiku saat aku pergi? Kenapa kamu menghilang dari aku selama ini? Aku menunggu telepon dari kamu setiap hari, aku berjuang dalam sepi tanpa kamu. Hanya langit selatan yang bisa aku lihat tiap malam. Bodoh.” Laras menangis menunduk di lengan kanan Hazni.
Tangan kiri Hazni menyentuh lembut rambut Laras. Laras tidak bisa menerima keadaan ini. Dia sangat terpukul. Hazni memberi kode lewat tangannya, dia ingin menulis sesuatu untuk Laras. Laras memberikannya buku tulis kecil dan pena.
“Maaf, maafkan aku. Ini demi kamu dan mimpimu.” Tulis Hazni.
“Aku benci alasanmu, aku bisa berusaha meraih mimpiku lebih cepat dengan dukunganmu. Tapi kamu menghilang, aku harus berusaha dua kali lipat untuk itu. Ketakutanmu tentang aku buat kita menderita.” Laras semakin larut dalam tangisannya.
“Maafkan aku, kamu sekarang hidup dalam impianmu. Jalani dengan keyakinan dan aku senang melihatmu bahagia dengan Miura. Katakan padanya kalau kamu bahagia dengannya dan selamanya dengannya akan jadi cinta yang tulus” Hazni dengan tenaga-tenaga terakhirnya menulis pesan untuk Laras.
“Bodoh, bodoh,kamu bodoh Haz. Meskipun aku idol yang terlihat ceria dan tersenyum gembira, tapi dibalik itu aku menunggumu, kesepian dan frustrasi. Sampai Miura datang, aku harus melepas masa laluku denganmu karena Miura datang seperti cahaya di kegelapan yang pernah kamu berikan. Sampai cahayamu muncul kembali kemarin.” Laras nampak bingung dengan perasaannya.
“Cintai dia dan selamanya bersamanya nona hujan.” Tulis Hazni dengan tersenyum dan tatapan mata bahagia.
Laras cuma mengangguk, isyarat untuk menuruti permintaan Hazni.
Ruangan itu semakin sepi, hanya suara isakan tangis Laras. Laras tertunduk menangis memegang kuat lengan Hazni saat nafas terakhirnya telah dihembuskannya. Di periode memasuki musim gugur itu dia kehilangannya.
***
Rambut panjangnya tertiup angin musim gugur sore itu, wajah cantiknya terlihat segar di antara keringnya daun pohon-pohon sakura di Ueno Park dengan kalung kerang keberuntungan dari Hazni digenggamnya. Menatap langit Jepang, jejak awan pesawat itu dia tatap dan tak ada air mata lagi. Dia tahu di manapun Hazni berada saat ini dia pasti akan selalu mendukungnya dengan tersenyum seperti dulu. Dukungan dan chant dari Hazni tak akan dia sia-siakan, seperti pesawat itu dia akan bebas terbang di langit meninggalkan jejak awan lurus yang indah.
*Cerita ini terinspirasi dari AKB48 dan JKT48 dan hanya cerita fiksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H