“Iya biar tidak ketahuan, nanti bisa muncul gosip,” jawab Laras saat ditanya kenapa penampilannya terkesan tertutup saat masuk toko tadi.
“Aku pernah ke tempat pertunjukkanmu, serasa terasingkan sendiri dengan penggemar kalian, aku tidak paham chant mereka.” Hazni menceritakan pengalamannya ke Laras.
“Oh ya? Kamu terus diam saja?” Tanya Laras ke Hazni dengan antusias.
“Iya.” Jawab Hazni dengan malu yang buat mereka tertawa.
Laras pamit pulang dengan pakaian seperti awal datang tadi. Bahagia rasanya Hazni, Sabil dan Nana tidak memperlakukan dia spesial, seperti teman biasa. Mereka bertiga mengantar Laras sampai depan pintu. Semua dengan wajah bahagianya. Hazni dan Laras berjanji saling mengunjungi.
“Hebat ya kakak sepupuku ini, sampai buat sang idola penasaran gitu,” goda Nana.
Hazni tidak menjawab dan langsung berjalan di bawah cahaya oranye lampu jalan yang memperlihatkan gerimis.
Hari demi hari mereka semakin akrab. Pandangan Laras tidak pernah luput mengarah ke Hazni yang mulai bisa melakukan chant seperti fans lainnya. Seperti tambahan semangat kalau dia hadir di depan panggung itu. Laras juga sering mampir baik ke toko buku atau kedainya Nana.
Di minggu sore mereka bertemu untuk jalan-jalan ke taman bermain. Kencan pertama mereka. Seperti biasanya Laras memakai pakaian yang tertutup dan masker agar tidak dikenali orang saat bersama Hazni. Di puncak wahana bianglala yang sangat ingin dinaiki oleh Laras mereka saling memandang, saling tersenyum diantara kerlip lampu dan bintang-bintang. Mata bisa mengatakan cinta, tapi mulut terdiam. Tak ada yang bisa mereka lakukan sampai nanti jalan tuhan yang menentukan ujung perjalanan mereka.
“Terima kasih ya untuk hari ini. Sudah lama aku tidak menikmati keramaian seperti ini,” kata Laras.
“Iya, aku juga senang bisa jalan-jalan denganmu. Sudah lama juga tidak ke tempat ini.” Ujar Hazni malu.
Laras tersenyum senang melihat pipi merah Hazni.