“Tidak apa-apa, aku ke ruang make up dulu.” Laras berbalik dan menuju sudut sepi ruangan itu. Dia menangis.
Sahabat dari Blossom Lights, Nishima Miyu datang untuk menemui dan memberinya selamat. Dengan membawa bunga ucapan selamat dia mencari Laras, dia berhasil menemukannya setelah diberitahu beberapa orang. Wajah cantik cerianya berubah kaget menemukan Laras menangis.
“Ada apa?” Miyu memegang pundak Laras dan langsung memeluk sahabat dekatnya itu. Laras menceritakan apa yang terjadi.
“Apa yang hatimu inginkan itu yang tidak boleh kamu sesali nanti. Apapun jalan yang kamu pilih Hazni akan mendukungmu, karena dia yakin kamu bisa menentukan yang terbaik untukmu. Kebahagianmu juga akan membahagiakannya kan, kalian tidak ingin salah satu dari kalian kehilangan kebahagian itu seperti yang pernah kamu ceritakan. Sepertinya Hazni juga ikhlas kalau Miura sebagai pendamping hidupmu. Semua ini tergantung kamu.” Miyu mencoba menenangkan Laras.
“Baik, terima kasih Miyu. Aku harus pergi.” Setelah menyeka air matanya dia berlari hendak menyusul Hazni. Miyu tersenyum melihat sahabatnya itu pergi.
Hazni menyusuri deretan pohon sakura di musim panas. Seandainya pohon sakura ini bisa berbunga di musim panas maka akan membantunya memulihkan hatinya. Hanya daun-daun kering jatuh di jalanan. Wajahnya pucat dan lemas, duduk memandang deretan pohon ikon Jepang itu. Merenungkan masa lalunya bersama Laras. Dia menatap langit Tokyo siang itu, langit biru musim panas yang indah.
Di luar gedung Laras menoleh kiri dan kanan. Dia bingung ke mana harus mencari Hazni. Mencoba berpikir sejenak ke mana Hazni pergi. Dia teringat saat di atap gedung toko buku, saat dia dengan Hazni membicarakan tentang Jepang, Hazni pernah berkata ingin melihat bunga sakura di Ueno Park. Dia segera berlari ke sana entah dia ada di sana atau tidak.
Dia berkeliling taman itu, mencari ke segala arah. Bertanya ke beberapa orang. Dia kemudian mendengar percakapan orang yang berjalan melewatinya kalau ada orang asing Indonesia yang tiba-tiba pingsan di taman. Laras segera menanyai tiga orang itu. Mereka mengatakan orang itu sudah dibawa ambulan ke rumah sakit Okada. Dia segera menuju ke sana, berlari berharap segera menemuinya.
“Di mana orang Indonesia yang pingsan di taman Ueno?” Laras dengan terburu-buru bertanya ke resepsionis. Meninggalkan resepsionis yang bengong melihat seorang seorang bintang Jepang yang barusan ada di berita tv seperti itu. Setelah diberi tahu letaknya dia berlari mencari-cari nomor 24 di setiap pintu kamar. Sampai dia menemukannya dan melihat melalui jendela kecil pintu kamar dia kaget melihat Hazni terbaring tak sadar dengan bantuan pernafasan.
“Apa anda kenal pria itu?” Dokter mengagetkannya yang baru keluar dari ruangan sebelah dengan suster.
“Ah, iya dokter. Dia kenapa dokter? Apa aku bisa masuk?” tanya Laras dengan menangis.