“Mari masuk biar saya jelaskan kondisinya di dalam.” Dokter dan Laras masuk ke kamar itu. Dengan langkah berat menyaksikan Hazni dia duduk di sampingnya.
“Dia pingsan. Berdasarkan hasil pemeriksaan dia menderita radang hati dan itu sudah kronis. Sepertinya sudah lama dia mengidap penyakit ini. Sudah parah.” Dokter dengan berat hati menjelaskan keadaan Hazni ke Laras yang nampak kaget.
“Kenapa bisa terjadi Haz? Kenapa bisa begini?” Laras menangis memandang Hazni.
“Maaf, penyakitnya sudah terlalu parah. Kesempatan hidupnya kecil. Kami akan berusaha yang terbaik.” Dokter itu kemudian pergi karena dipanggil untuk menangani pasien lainnya.
Laras terus menangis di samping Hazni. Pertemuan yang dia harapkan jauh hari dulu jadi hari bahagia ternyata suram, musim panas yang tak bersahabat kepadanya. Hazni yang buat dia merasakan kebahagian dulu harus terbaring lemah dan tak akan bisa dilihatnya lebih lama dalam hidupnya.
Dia teringat Sabil dan Nana. Dia harus mengabarkan hal ini kepada mereka. Dia mencari handphone Hazni di tasnya. Dia menghubungi Nana.
“Halo, Nana?” Laras sudah terhubung dengan Nana.
“Ini kak Laras ya? Aku tahu kamu akan menghubungiku. Ada yang ingin ku sampaikan ke kamu.” Nana menjawab panggilan itu dan sudah mengetahui kalau yang menelepon adalah Laras.
“Na, dengarkan aku dulu. Hazni masuk rumah sakit, dia tak sadarkan diri. Kamu gak usah khawatir, aku menjaganya di sini.” Laras menelepon Nana di kursi tunggu depan kamar inap Hazni.
“Terima kasih, yang mau kusampaikan ini juga tentang Hazni. Apa dokter sudah memberi tahu kamu apa yang terjadi dengannya?” Nana menanyai Laras.
“Sudah.” Jawab Laras.
“Dia terkena radang hati kah?” Laras agak bingung dengan pertanyaan Nana yang sepertinya juga baru mengetahui penyakit radang hati Hazni.
“Kenapa penyakit yang sudah dialami sejak lama bisa dia biarkan?” Laras heran dengan keadaan mereka di Indonesia.