Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI bisa dianggap sebagai pemaksaan tafsir surat Al Maidah Ayat 51
Jika kita lihat isi dari Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI, isinya seperti memaksakan bahwa tafsir surat Al Maidah ayat 51 adalah larangan menjadikan Nasrani dan Yahudi sebagai pemimpin.Â
Poin-poin berikutnya memaksakan bahwa umat Islam wajib meyakini bahwa surat Al Maidah ayat 51 adalah panduan dalam memilih pemimpin. Bahkan jika ada yang mengatakan bahwa itu bukan panduan dalam memilih pemimpin bisa dianggap menodai  Al Quran.
Isi surat MUI tersebut menjadi perdebatan di masyarakat. Â Apalagi MUI tidak menjelaskan apa alasannya mengambil keputusan tersebut. Tentunya harus dilakukan dengan memasukkan dalil-dalil Al Quran dan Hadist, agar bisa dinilai dan dimengerti oleh masyarakat.
Tidak heran jika ada yang berpendapat bahwa isi dari Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI seperti dibuat untuk melawan Ahok di pengadilan nanti. MUI dinilai mulai masuk dalam arena politik.
Jika mengatakan bahwa surat Al Maidah ayat 51 adalah melarang menjadikan  Nasrani dan Yahudi sebagai pemimpin, bagaimanakah nasib organisasi Islam yang menyatakan boleh menjadikan non Islam sebagai pemimpin dengan persyaratan, seperti NU misalnya.  (Sumber)  Apakah akan dianggap menodai Al Quran?Â
Atau juga PKS yang pernah mengeluarkan fatwa boleh memilih pemimpin non Islam saat Pilkada Solo, (Sumber) apakah juga dikatakan menodai Al Quran? Â
Atau bagaimana dengan sikap MUI yang dulu pernah mengatakan bahwa jika teruji boleh memilih pemimpin non muslim. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya, KH Amidhan, pada tahun 2012 mengatakan jika sudah teruji maka umat Islam diperbolehkan memilih pemimpin nonmuslim.
"Jika memang sudah teruji adil, maka boleh memilih pemimpin yang nonmuslim," ujar Amidhan di Jakarta.
Hal itu, kata dia, kalau umat Muslim dihadapkan dua pilihan yakni satu pemimpin Muslim tapi zalim, dan satu lagi pemimpin nonmuslim tapi adil. Maka pilih yang adil.
"Itu kalau ada bukti-buktinya kalau pemimpin nonmuslim itu adil," tegas dia. (Link) Apakah ucapan Ketua MUI saat itu juga bisa dikatagorikan menodai Al Quran?