Â
Â
Latar Belakang
Setiap warga negara memiliki hak yang sama di hadapan hukum dan berhak untuk membela haknya apabila ia merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini menjadi dasar pemikiran diadakannya aturan gugatan perdata. Secara umum model gugatan perdata ada dua macam, yaitu gugatan yang dilakukan di luar pengadilan yang dikenal dengan sebutan non-litigasi, sedangkan gugatan yang dilakukan melalui peradilan disebut litigasi. Oleh karena itu, gugatan perdata bisa menjadi dasar diselenggarakannya pengadilan perdata.
Gugatan perdata atas pelanggaran hubungan perdata dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, oleh orang yang bersangkutan atau ahli warisnya. Kedua, sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama (class action). Gugatan secara class action atau gugatan kelompok telah lama dikenal dan berlaku di negara-negara yang menganut sistem hukum common law, seperti Inggris dan negara bekas jajahannya.Â
Di Indonesia, gugatan ini pertama kali diperkenalkan melalui UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan gugatan perwakilan kelompok, maka Mahkamah Agung telah mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.
Jika pada hari sidang yang telah ditentukan untuk mengadili suatu perkara tertentu, terdapat salah satu pihak, baik pihak penggugat ke semuanya maupun pihak tergugat ke semuanya tidak hadir atau tidak menyuruh perwakilannya untuk menghadap sidang yang telah ditentukan, maka berlakulah acara istimewa yang diatur dalam pasal 124 dan 125 HIR. Sehingga demikian, pada makalah kali ini, kami akan mencoba untuk membahas lebih dalam terkait gugatan class action dan putusan verstek.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan gugatan class action?
Mengapa gugatan class action digunakan?
Apa saja syarat mengajukan gugatan class action?