"Waktumu cuma satu jam. Aku tidak tahu, apakah mesin ini bisa bekerja dengan baik. Kamu orang pertama yang mencobanya. Apa pun yang terjadi, bersedia menanggung akibatnya?"
Lelaki muda itu mengangguk.Â
"Kalau boleh saya tahu, kenapa kamu berani melakukan hal ini, yang saya sendiri masih ragu dengan mesin buatan saya sendiri...."
"Cinta!" lelaki muda itu yakin.Â
***
Empat bulan yang lalu....Â
Entah garis tangan apa yang membuat Hary menerima tawaran pamannya untuk menjadi petugas Satpam di perusahaan tempat pamannya bekerja. Seminggu lagi pamannya akan berhenti bekerja, dan ia diminta menggantikannya.Â
Hary, walau awalnya ragu tapi akhirnya diterimanya juga. Sudah setahun setamat kuliah pikirannya tak karuan, karena sulit mendapat pekerjaan. Memegang ijazah S-1 Teknik Mesin ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Sudah puluhan lamaran yang ia kirimkan ke berbagai perusahaan. Ada beberapa ia dipanggil, tes, wawancara, tapi kemudian tak ada kabar beritanya.Â
Di tengah kegundahannya ada tawaran untuk menjadi petugas Satpam. Tak ada salahnya ia coba. Nanti sambil jalan ia mencoba melamar lagi, sesuai disiplin ilmunya.Â
Di perusahaan ini pula, tanpa disangka, Hary harus menjalani garis takdirnya yang lain. Ia, matanya, hatinya, harus bertemu Kasih Anggraeni, perempuan mungil yang cantik itu.Â