Dia pulang lebih awal dari kantor pada Selasa sore karena migrainnya kambuh. Baru saja duduk di kursi malasnya di ruang tamu ketika dia mendengar langkah kaki di ruangan lain.
"Halo?" dia berseru.
"Ini aku." Moira. Siapa lagi?
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Dia menoleh untuk melihat ke belakang, tetapi membuat sakit kepalanya menjadi-jadi, jadi dia berdiri.
"Aku datang untuk bicara."
Adik bungsunya itu mengenakan kaus tanpa lengan, celana jins. Wajahnya yang tembem menyembul di balik rambut kusut yang dicat pirangnya.
"Biar kutebak. Tidak, sebenarnya aku tidak ingin."
"Kamu tidak boleh egois seperti ini. Rumah ini membunuhku. Tora, aku dan Rudd juga penting. Aku ingin bicara."
"Dua suara, Moira. Dua suara untuk menjualnya."
Moira terus berbicara, seolah-olah pembicaraannya yang itu-itu juga akan meyakinkannya. Tidak pernah sekali pun.
"Pajak yang harus kubayar meroket karena rumah brengsek ini."