Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah Warisan

13 Januari 2022   21:27 Diperbarui: 13 Januari 2022   21:38 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
fashionjournal.com.au

Suatu kali dia berbicara dengan seorang broker tentang menjualnya, dia diganggu oleh mimpi buruk. Dia bermimpi tulang rusuknya menusuk menembus kulitnya ketika dia membungkuk untuk mengikat tali sepatu. Itu mengingatkannya pada ayahnya.

Ayahnya meninggal dalam perjalanan bisnis ketika helikopter perusahaan jatuh di rawa, membunuh semua orang di dalamnya. "Dia akan menjual rumah ini ketika dia kembali," ibunya memberi tahu dia suatu ketika, saat dia meletakkan selimut di tubuh ibunya yang teler di sofa.

"Aku tidak pernah bilang begitu," bantah ibunya pada hari berikutnya ketika dia mengonfrontasinya tentang hal itu.

Mungkin ini sebabnya dia tidak pernah mencoba menjual rumah itu, atau mengapa ibunya tidak pernah memaksakan penjualan padanya.

"Rumah itu tidak membunuh ayah, tapi mesin helikopter yang rusak," kata Herman ketika mereka membicarakannya. Mereka berada di bar saat itu, sebagai dua pria dewasa menikmati bir mereka.

Di TV sedang berlangsung pertandingan sepak bola.

"Kamu tidak merasa aneh di rumah, Her?" Dia berusaha menyusun kalimat yang membuatnya tidak terdengar konyol. "Kamu tidak sering pulang, tetapi waktu kamu menginap di rumah, kamu merasakannya, kan?"

"Aku tidak ingin membahas rumah itu. Tinggallah di sana sesukamu, cat temboknya, ganti interiornya, atau apa pun. Tetapi jika kamu ingin membicarakannya, aku ogah."

Begitu jelas di benaknya. Sebuah genteng jatuh menimpa pengacara Herman yang sangat ingin tahu.

***

Tentu saja Moira belum berhenti mengganggunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun