Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tembuni

17 Juni 2021   20:04 Diperbarui: 17 Juni 2021   20:20 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika semua orang sudah tenang, Bungeh perlahan-lahan berdiri dan berjalan di sisi meja. Setibanya di kursi yang paling dekat dengan pintu kamar tidur, dia mencengkeram kepala kursi sampai buku-buku jarinya memutih. Deru napasnya lebih mirip dengkuran. Oboi memejamkan matanya.

"Bapak Epan," kata Bungeh, suaranya renyah dan tegas. "Sangat bijaksana bagi Anda dan keluarga memikirkan putri kami dalam kesempatan ini. Saya harap Anda mempertimbangkan untuk tinggal bersama kami selama sisa upacara kecil kami ini."

Oboi menghela napas panjang seakan-akan baru kali ini dia tahu caranya.

"Ide yang bagus, Bungeh," katanya sambil kerutan-kerutan bahagia memenuhi wajahnya.

Mangkuk batubara itu diletakkan kembali di atas meja dan dia mulai menuangkan minuman ke dalam beberapa cangkir kertas. Dia baru saja mengisi dua cangkir kertas ketika tirai kembali melayang dan Hanjak yang berusia dua belas tahun bergegas masuk. Wajahnya berlumuran keringat, dan debu membedaki wajahnya.

"Dukun sudah di sini!" katanya bersemangat.

Oboi tertatih-tatih menuju lorong dan memegangi tirai. Jeda waktu semenit sebelum dukun kampung masuk dengan mantel panjangnya, dengan tudung upacara ditarik ke atas dan menutupi kepalanya. Gumpalan rambut putih tergerai dari sisi tudung, dan dia membawa tas hitam kecil di tangan kanannya.

"Bagaimana keadaannya?" tanyanya.

"Oh, lewat sini," kata Oboi cepat. "Dia baru saja akan melahirkan."

"Bagus," kata dukun kampung. "Air hangat dan handuk?"

"Handuk ada di sana, tapi aku belum membawa airnya untuk memastikan tetap hangat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun