Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Urgensi Sikap Munafik

17 Desember 2024   22:04 Diperbarui: 18 Desember 2024   03:40 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kaitannya dengan Emotional Intelligence

Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence/EI), sebagaimana dijelaskan oleh Daniel Goleman, sangat relevan dalam penerapan munafik strategis. Untuk dapat melakukannya dengan efektif, individu harus memiliki kesadaran diri yang tinggi, kemampuan pengendalian emosi yang baik, serta empati yang memungkinkan mereka untuk menyesuaikan tindakan dengan mempertimbangkan perasaan orang lain. Munafik strategis memerlukan kecerdasan emosional untuk memastikan bahwa emosi yang ditekan atau dikelola tidak mengarah pada pengabaian keaslian atau kebohongan. Sebaliknya, dengan empati, individu dapat mengelola emosi mereka untuk mendukung hubungan sosial dan menjaga harmoni yang produktif, tanpa menambah konflik atau ketegangan.

Integrasi Teori

Integrasi dari ketiga teori ini---virtue ethics, cognitive dissonance, dan emotional intelligence---memberikan pemahaman yang lebih holistik tentang munafik strategis. Dari sisi etis, munafik strategis dapat dianggap sebagai manifestasi dari kebajikan praktis yang mendorong individu untuk berperilaku bijaksana dalam menghadapi situasi sosial yang penuh tantangan. Dari sisi psikologis, ia bertindak sebagai mekanisme untuk meredakan ketidaksesuaian antara perasaan dan tindakan, sehingga individu dapat menghindari ketegangan kognitif yang merusak keseimbangan psikologis mereka. Dari sisi adaptif, ia mengembangkan kecerdasan emosional yang memungkinkan individu untuk menjaga keharmonisan sosial tanpa mengorbankan hubungan atau integritas pribadi.

Dengan kata lain, munafik strategis bukanlah tentang menekan atau mengabaikan emosi, melainkan tentang mengelolanya dengan bijaksana untuk mencapai tujuan sosial dan pribadi yang lebih besar. Dengan demikian, ia mencerminkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam virtue ethics, sekaligus menjadi alat untuk mengatasi disonansi kognitif dan membangun kecerdasan emosional yang diperlukan untuk berinteraksi secara konstruktif dalam masyarakat yang kompleks dan penuh tantangan.

Kerangka teoretis ini menyatukan tiga perspektif utama yang saling melengkapi untuk mendukung tesis bahwa munafik strategis adalah mekanisme etis, adaptif, dan relevan dalam dinamika masyarakat kontemporer. 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka dan analisis kritis-teoretis. Pendekatan ini dipilih karena penelitian bertujuan untuk menganalisis dan membangun kerangka konseptual tentang munafik strategis melalui integrasi teori dari filsafat etika, psikologi kognitif, dan kecerdasan emosional. Berikut penjelasan detail dari metode penelitian yang digunakan:

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan Kualitatif

Penelitian ini bersifat eksploratif dan interpretatif dengan fokus pada analisis fenomena munafik strategis sebagai konsep etis dan adaptif dalam dinamika sosial.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun