Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Urgensi Sikap Munafik

17 Desember 2024   22:04 Diperbarui: 18 Desember 2024   03:40 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kerangka Teoritis

Dalam mengkaji munafik strategis sebagai mekanisme adaptif dan etis dalam interaksi sosial, pendekatan multidisipliner digunakan untuk memahami konsep ini dari perspektif filsafat etika, psikologi kognitif, dan kecerdasan emosional. Kerangka ini akan mengeksplorasi tiga teori utama: Virtue Ethics Aristoteles, Cognitive Dissonance Theory Leon Festinger, dan Emotional Intelligence Daniel Goleman.

A. Virtue Ethics dalam Perspektif Aristotelian

Konsep Dasar Virtue Ethics

Aristoteles, dalam Nicomachean Ethics, mendefinisikan kebajikan (aret) sebagai tindakan moral yang timbul dari keseimbangan antara dua ekstrem---kekurangan (deficiency) dan kelebihan (excess). Kebajikan ini mengharuskan adanya temperance (pengendalian emosi) dan phronesis (kebijaksanaan praktis) sebagai landasan utama dalam membentuk moralitas seseorang. Aristoteles menekankan bahwa kebajikan bukanlah suatu keadaan alami, tetapi hasil dari latihan dan kebiasaan yang memungkinkan individu untuk hidup sesuai dengan potensi terbaik mereka, mencapai eudaimonia (kehidupan yang baik dan penuh makna), dan berperan secara positif dalam masyarakat.

Munafik Strategis sebagai Kebajikan Praktis

Dalam konteks ini, munafik strategis dapat dipandang sebagai bentuk phronesis---kebijaksanaan praktis yang bertujuan meredam emosi negatif atau destruktif demi mencapai kesejahteraan sosial dan individu. Tindakan ini, lebih dari sekadar penekanan emosi, berfokus pada upaya untuk menyeimbangkan ekspresi emosi dengan tujuan untuk menjaga keharmonisan dan integritas hubungan sosial. Dengan kata lain, munafik strategis bukanlah pengingkaran moral atau pelanggaran terhadap prinsip kejujuran, tetapi bentuk pengendalian diri yang bijaksana yang digunakan untuk menghindari eskalasi konflik dan merawat hubungan sosial yang sehat.

Dalam pandangan Aristotelian, kebajikan ini berakar pada kemampuan individu untuk memilih tindakan yang tidak hanya menghindari ekstrem emosional, tetapi juga memprioritaskan keseimbangan dalam merespons situasi sosial yang kompleks. Munafik strategis, dalam hal ini, dilihat sebagai keputusan praktis untuk menahan reaksi emosional demi mencapai keseimbangan sosial yang lebih besar, dengan menjaga harmoni tanpa mengorbankan nilai moral yang mendasarinya.

Relevansi dalam Masyarakat Kontemporer

Di dunia modern yang penuh dengan dinamika sosial yang intens dan penuh kepentingan, kebajikan seperti pengendalian diri dan kesabaran memiliki nilai praktis yang sangat tinggi. Dalam relasi sosial yang seringkali sarat dengan ekspektasi dan tuntutan, munafik strategis bisa menjadi strategi adaptif yang membantu individu menavigasi interaksi sosial yang kompleks tanpa kehilangan integritasnya. Dalam masyarakat yang lebih terhubung dan global ini, keputusan untuk menahan diri dan memilih pendekatan yang lebih bijaksana dalam menghadapi ketegangan atau konflik sosial sejalan dengan prinsip keseimbangan yang diajarkan oleh Aristoteles.

Namun, penting untuk dicatat bahwa dalam konteks ini, munafik strategis harus tetap dipandu oleh niat baik dan kebijaksanaan. Jika dilakukan dengan tujuan yang benar, yaitu untuk menciptakan harmoni sosial dan menjaga relasi yang sehat, maka hal ini dapat memenuhi prinsip keseimbangan Aristotelian antara dua ekstrem. Dengan demikian, munafik strategis bukan sekadar tindakan untuk menghindari konflik, tetapi merupakan ekspresi kebajikan praktis yang mengarah pada eudaimonia---kehidupan yang lebih baik dan lebih harmonis dalam masyarakat kontemporer.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun