Selain itu, otentikasi dalam relasi sosial sering kali bertahap. Munafik strategis bukanlah penolakan terhadap keaslian, tetapi merupakan langkah awal untuk menciptakan ruang yang aman untuk berkomunikasi dengan lebih jujur dan produktif. Dengan menjaga harmoni dalam hubungan terlebih dahulu, individu memberi kesempatan bagi dirinya dan orang lain untuk mengungkapkan perasaan secara lebih konstruktif di masa depan. Dalam konteks persahabatan, misalnya, menahan diri untuk tidak langsung menyalahkan teman atas kesalahannya memungkinkan terciptanya ruang komunikasi yang lebih sehat dan lebih otentik pada akhirnya.
Dalam hal ini, munafik strategis tidak hanya menjaga keaslian, tetapi mengarahkan kita untuk mengekspresikan diri dengan cara yang lebih bertanggung jawab dan penuh pertimbangan. Ini adalah bentuk otentikasi yang lebih matang, di mana kita tetap setia pada diri kita sendiri, tetapi juga memperhatikan konteks sosial yang lebih luas dan dampaknya terhadap orang lain. Keaslian yang tidak disertai kebijaksanaan dapat merusak hubungan, sementara keaslian yang penuh pengendalian diri menciptakan ruang untuk hubungan yang lebih kuat dan lebih autentik di masa depan.
6. Kritik Relasional: Ketidakjelasan Batasan
Lritik utama keenam terhadap munafik strategis adalah ketidakjelasan batasan antara kapan seseorang harus menahan emosi dan kapan harus bersikap jujur. Kritik ini menyoroti kemungkinan penyalahgunaan strategi ini untuk menghindari komunikasi yang penting atau esensial. Tanpa pemahaman yang jelas tentang kapan dan bagaimana mengimplementasikan munafik strategis, ada potensi untuk menghindari konflik secara berlebihan, bahkan ketika penyelesaian terbuka dan jujur sangat dibutuhkan.
Namun, kritik ini mengabaikan prinsip dasar dari munafik strategis, yakni kebijaksanaan dalam memilih waktu dan tempat yang tepat untuk mengekspresikan atau menahan emosi. Dalam filosofi etika, terutama yang diilhami oleh ajaran Aristoteles tentang kebijaksanaan praktis (phronesis), kebijaksanaan adalah kualitas yang memungkinkan seseorang untuk memilih respons yang sesuai dengan situasi konkret. Dengan demikian, munafik strategis bukanlah praktik yang serampangan atau tanpa pertimbangan, melainkan sebuah keputusan yang diambil berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap konteks sosial dan hubungan yang ada.
Penting untuk dipahami bahwa munafik strategis tidak dimaksudkan untuk menghindari komunikasi, melainkan untuk menundanya. Strategi ini mengusulkan untuk menekan ekspresi emosi negatif dalam jangka waktu tertentu, bukan untuk mengabaikannya sama sekali. Penundaan ini memberi ruang bagi individu untuk merespons situasi dengan lebih bijak dan rasional. Dalam banyak situasi, menyampaikan perasaan dengan cara yang terlalu impulsif dapat memperburuk keadaan atau merusak hubungan. Oleh karena itu, munafik strategis bertujuan untuk menghindari eskalasi konflik dan membuka peluang untuk komunikasi yang lebih konstruktif di kemudian hari.
Selanjutnya, munafik strategis justru membuka jalan bagi komunikasi asertif setelah situasi lebih kondusif. Ketika emosi telah terkendali, individu dapat melibatkan diri dalam percakapan yang lebih terbuka, jujur, dan berbasis solusi. Dalam filosofi komunikasi, ini mencerminkan prinsip assertiveness yang menekankan pentingnya mengungkapkan perasaan dan kebutuhan dengan cara yang jelas dan hormat, tanpa merusak hubungan atau menciptakan ketegangan yang tidak perlu.
Sebagai contoh, dalam konteks konflik keluarga, menahan diri untuk sementara waktu memberi kesempatan bagi setiap pihak untuk merenung dan merefleksikan posisi mereka. Ini membuka kesempatan bagi percakapan yang lebih produktif dan penyelesaian masalah yang lebih sehat. Dengan cara ini, munafik strategis tidak hanya menjembatani ketegangan emosional, tetapi juga memastikan bahwa komunikasi yang lebih jujur dan konstruktif dapat terjadi ketika suasana sudah lebih kondusif.
Dengan demikian, meskipun ada potensi penyalahgunaan, prinsip dasar munafik strategis adalah kebijaksanaan dalam memilih waktu yang tepat untuk mengekspresikan atau menahan emosi. Ini adalah bentuk adaptasi sosial yang memfasilitasi komunikasi yang lebih sehat dan penyelesaian konflik yang lebih efektif dalam konteks yang kompleks.
7. Kritik Kolaborasi: Produktivitas Semu
Kritik terakhir terhadap munafik strategis adalah bahwa menekan emosi negatif dapat menciptakan harmoni semu yang menghambat munculnya kritik yang konstruktif dan inovasi dalam kolaborasi. Kritik ini beranggapan bahwa pengekangan emosi mengarah pada interaksi yang tidak autentik, yang pada gilirannya bisa menghalangi perkembangan ide dan dinamika tim. Namun, hal ini justru menegaskan pentingnya membedakan antara harmoni palsu yang merusak dengan harmoni yang produktif dalam konteks kolaborasi.