Empati: Empati berperan penting dalam munafik strategis karena individu yang empatik mampu memahami perasaan dan perspektif orang lain. Hal ini memudahkan mereka untuk menyesuaikan tindakan munafik strategis dengan tujuan menjaga keharmonisan dan menghindari konfrontasi yang merugikan. Dengan mengerti perasaan orang lain, seseorang dapat memilih kapan harus menyampaikan kebenaran secara langsung atau menahan diri untuk menjaga perasaan pihak lain.
Korelasi dengan Harmoni Sosial
Individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi cenderung dapat menggunakan munafik strategis dengan bijaksana, terutama dalam konteks komunikasi dan negosiasi sosial. Dalam masyarakat yang dinamis, di mana perbedaan pendapat dan emosi dapat memperburuk situasi, kecerdasan emosional memungkinkan individu untuk mengelola emosi negatif dengan cara yang konstruktif dan adaptif.
Menghindari Eskalasi Konflik: Pengelolaan emosi negatif dalam konteks munafik strategis membantu mencegah eskalasi konflik yang tidak produktif. Dengan menahan diri untuk tidak mengungkapkan semua perasaan secara langsung, individu dapat menjaga ketegangan tetap terkendali dan menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih diplomatis dan efektif.
Mendukung Kolaborasi yang Sehat: Dengan mengatur emosi dan menunjukkan empati, individu dapat berkolaborasi lebih baik meskipun menghadapi perbedaan pandangan atau ketegangan. Kecerdasan emosional mendukung terciptanya komunikasi yang sehat, membangun hubungan yang lebih harmonis, dan menciptakan suasana kerja yang lebih produktif.
Dalam konteks ini, munafik strategis bukan hanya bentuk pengendalian diri, tetapi juga penerapan kecerdasan emosional yang bijaksana dalam menjaga keharmonisan sosial, menyelesaikan konflik, dan mendukung kolaborasi yang lebih baik dalam masyarakat.
D. Relasi Antarteori: Integrasi Multidisipliner
Kaitannya dengan Virtue Ethics
Munafik strategis, sebagai kebajikan praktis, memerlukan penerapan prinsip temperance (pengendalian diri) dan phronesis (kebijaksanaan praktis) dalam mengelola emosi untuk mencapai harmoni sosial. Dalam pandangan Aristotelian, kebajikan bukanlah tentang ekstrem, tetapi mengenai keseimbangan yang dapat dicapai melalui pengendalian diri dan pemahaman kontekstual. Munafik strategis berfungsi sebagai alat untuk mencapai kebajikan ini, di mana individu belajar untuk mengendalikan emosi yang berpotensi merusak hubungan, tanpa mengabaikan integritas personal. Oleh karena itu, pengelolaan emosi dalam munafik strategis bukanlah suatu kebohongan atau kepura-puraan, melainkan cara yang lebih bijaksana dalam bertindak sesuai dengan kebajikan sosial.
Kaitannya dengan Cognitive Dissonance
Dari perspektif teori cognitive dissonance yang dikemukakan oleh Leon Festinger, munafik strategis berfungsi sebagai mekanisme untuk meredakan ketidaksesuaian antara emosi negatif dan tuntutan perilaku sosial. Ketika individu menghadapi situasi di mana ekspresi emosional mereka dapat merusak hubungan atau keharmonisan kelompok, praktik munafik strategis memberikan solusi pragmatis untuk mengurangi disonansi ini. Dalam jangka panjang, hal ini mencegah ketegangan psikologis yang muncul akibat konflik internal, serta menjaga stabilitas psikologis individu dengan menghindari eskalasi yang tidak perlu. Dengan demikian, munafik strategis berfungsi sebagai resolusi disonansi, membantu individu untuk menyesuaikan sikap dan emosi mereka sesuai dengan kebutuhan sosial tanpa menciptakan ketidaknyamanan yang berlebihan.