Cerita Tentang Ulah Seorang Oknum Binmas di kawasan Takabonerate Selayar
.................................................................
Bila dibuka buka data tahunan dan laporan bulanan di pemkab kepulauan selayar khususnya data desa Jinato maka kelengkapan aparat desa dan aparat keamanan cukup untuk sebuah desa. Tripida desa sudah lengkap secara teori, walaupun pada faktanya dalam setahun terakhir ini kebanyakan dari keberadaan para pejabat desa ini berada di luar wilayah desa. Seperti kepala Desa dengan alasan pencairan kerap berada di ibukota kabupaten hingga berminggu minggu. Selanjutnya Binmas dari Polres Selayar, oknum babinmas di desa ini malah terkesan dipasang oleh petinggi polri di kabupaten kepulauan Selayar seenaknya, dan berbuat semau gue. Mau bertugas ya bertugas dan mau keluar kampung ya keluar kampung tanpa memperhatikan kepentingan dari masyarakatnya sendiri. malah oknum binmas saat ini banyak dikeluhkan oleh para tetua kampung karena kebiasaannya yang membiarkan para pemuda menenggak alkohol dari minuman oplosan. Bukankah ini perbuatan yang tercela dan tidak patut di pertontonkan dihadapan publik” oleh seorang abdi negara dan abdi masyarakat. Kebiasaan lainnya adalah memberi peluang kepada para pelaku kegiatan illegal fishing dengan menerima setoran dari para nelayan ika hidup dari seorang pengumpul warga desa yang tidak lain adalah ipar oknum kades dengan alasan biaya perdes atau lain lainyang tidak jelasdalam aturan yang berlaku. Malah banyak kabar miring lainya yang kemudian muncul akibat ulah oknum binmas di desa Jinato........................................................
Wahai Oknum-oknum Kades Dan Para Oknum Petugas Di Kawasan Takabonerate Selayar Sadarlah !!……
Penanganan illegal fishing hingga saat ini terus berlanjut di wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar. Malah saking pentingnya kawasan laut dan jejeran pantai di wilayah kabupaten kepulauan Selayar yang merupakan pantai terpanjang di Sulawesi-selatan, telah bermacam macam angkatan dan satuan, serta institusi ataupun organisasi yang telah ditugaskan di sana, khususnya pada kawasan nasional Takabonerate yang dikenal akan keindahannya sebagai taman laut terindah di dunia. Tentu saja hal ini bukan merupakan hal mudah dan murah, karena para petugas yang di tugaskan akan terpisah dari keluarganya. Mahalnya pembiayaan karena selain anggaran daerah dari apbd selayar setiap tahun di keruk untuk fasilitas dan tunjangan, serta penyiapan anggaran pendampingan , anggaran negara dari apbn serta anggaran bantuan bank dunia juga ikut di keruk dalam pengawasannya. Bukan sedikit jumlahnya, malah bila di hitung mulai sepuluh tahun lalu hingga saat ini, telah mencapai angka seratusan miliar rupiah. Mulai dari pengadaan kapal, speedboat, perlengkapan navigasi selam, navigasi komunikasi, pelatihan sdm, serta program pemberdayaan telah dibiayai oleh uang rakyat. Belum lagi pengiriman –pengiriman nelayan, fasilitator dan pembanding, serta praktek dan pengadaan armada armada pemburu bagi pihak pihak yang mengaku sebagai lembaga yang mampu menyadarkan dan mengawasi gerak gerak para nelayan dan pelaku illegal fishing semuanya bukan hal murah, karena semuanya telah tertunjang oleh pengalokasian anggaran yang tentu saja bisa terealisasi dengan adanya persetujuan pemerintah mulai dari tingkat paling bawah hingga penentu kebijakannya. Dan bila semua hal kemudian terpenuhi maka akan muncul hal yang menjadi kekurangan dan akan menjadi kambing hitam lambannya proses pemberantasan illegal fishing dikawasan ini. Kelemahan tersebut kemudian di penuhi kembali oleh Negara dan donator namun kemudian pada tahun anggaran baru muncul lagi hal kelemahan yang akan menjadi kambing hitam kelemahan penanganan dan pemberantasan illegal fishing di kawasan ini. Inilah yang terjadi hingga akhirnya belasan tahun program penanganan dan pendampingan serta pemberantasan illegal fishing yang dibiayai oleh badan dunia kemudian mentah dan ampal di Selayar. Kenapa bisa demikian hasilnya ? apakah semuanya hanya sebatas teori belaka ? atau bagaimanakah yang sebenarnya ? bila tidak ada jawaban maka akan muncul pertanyaan , bagaimana dengan pertanggungjawaban penggunaan anggaran puluha miliar rupiah yang telah di gelontorkan sebelumnya ?.....................................................................................
Dari hasil pengumpulan informasi tanpa dibarengi dengan pengumpula bukti fisik oleh salah satu lembaga pemerhati Selayar atau Forum Peduli Selayar dalam 2 tahun terakhir di simpulkan bahwa oknum oknum kepala desa dan oknum oknum petugas dari seluruh penugasan ditemukan fakta yang pada kalimat ini wajib menulis di duga” atau di sinyalir” untuk menghindari jerat hukum melakukan pencemaran nama baik dan fitnah atau mengedarkan berita bohong, bahwa 90% para oknum kades dan para oknum petugas yang berada dalam wilayah kawasan nasional takabonerate disinyalir kuat telah terlibat dan mengetahui terjadinya kegiatan illegal fishing dengan bahan peledak dan bahan bius dari zat potassium sianida yang di lakukan oleh nelayan local maupun pendatang , dengan syarat melakukan upaya dil dil illegal dalam setoran atau pungutan liar. Malah dalam rangkaian perjalanan FPS mengumpulkan informasi dikawasan ini tentang illegal fishing , sebagian dari para oknum kades dan para oknum petugas adalah pemain yang modus operandinya mereka berperan di belakang layar. Ini fakta namun tidak ada alat bukti fisik yang diminta dalam proses hokum yang berlaku, karena memang ini bukanlah sebuah laporan pidana akan tetapi sebuah tulisan hasil karya jurnalis. Bila kemudian tertulis bahwa setoran dalam kalimat sebelumnya adalah sebuah informasi kepada pihak lain, maka sudah selayaknya dilakukan pengembangan informasi dan tentu saja pihak yang mengembangkan akan melakukan upaya pengembangan di lokasi dimaksud tanpa adanya koordinasi gelap alias bocor informasi ke wilayah tersebut. Pasalnya dalam memburu pelaku illegal fishing maka haruslah betul betul aman dari para kaki tangan pelaku. Bisa dibayangkan bila kalimat ini kemudian di artikan bahwa apa yang telah berlangsung di kawasan nasional takabonerate Selayar adalah sebuah sindikat dari para pengusaha ikan di Indonesia. Memaparkan nama dan lokasi serta tanggal waktu transaksi serta muara dari semua hasil tangkapan dan hulu dari semua kegiatan tidaklah sulit untuk di hentikan. Bila para oknum oknum petugas dan para oknum oknum pemerintah desa di kawasan nasional takabonerate serius dan betul betul bertugas maka persoalan pemberantasan illegal fishing tidaklah akan menjadi sebuah hal yang mahal dan sulit dilaksanakan. Namun bila kepentingan lain kemudian muncul maka semuanya kan berubah menjadi sebaliknya..........................................................................
Hingga awal bulan September 2011, tercatat sejumlah aparat pemerintahan desa dan oknum petugas telah menjadi bagian dari sindikat perdagangan ikan hidup yang menyalahi surat izin usaha perikanan tangkap dan pengolahan,di wilayah kawasan nasional takabonerate Selayar. Pasalnya dalam seluruh siupp yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar melalui dinas perikanan sejak 2 tahun terakhir, tertulis pada salah satu pasalnya bahwa para pengusaha atau pemohon siupp perikanan dilarang beroperasi didalam kawasan nasional takabonerate. Namun pada kenyataannya ternyata berbanding terbalik, karena dari semua yang berizin melakukan usaha perikanan di selayar 80- % beroperasi di kawasan nasional takabonerate Selayar tanpa teguran dan tanpa peringatan dari seluruh jajaran pemerintah terkait dan seluruh jajaran oknum petugas terkait di wilayah kawasan nasional takabonerate. Malah dari penuturan sejumlah nelayan pemilik kapal tangkap Gae dari luar Selayar yang beroperasi dikawasan takabonerate seperti di Tinabo dan Jinato, mengaku memiliki izin namun tetap menyetor pajak kepada petugas pada setiap musim tangkap. Bilakemudian di Tanya, kepada siapa mereka menyetor , mereka spontan menjawab kepada petugas….”
Hasil hasil yang merupakan idola bagi nelayan diantaranya ikan Napoleon hidup, ikan sunu hidup, lobster hidup, penyu hijau hidup , yang pada kegiatan illegal fishing para nelayan akan terbantu dan mudah menangkap serta hasil yang banyak dengan menggunakan potassium sianida. Bahan bahan ini awalnya dipasok oleh para pembeli ikan hidup yakni pengusaha local yang merupakan perpanjangan tangan dari pengusaha ikan dari bali yang kerap di panggil dengan nama oknum berinisial C” atagu Pak K” serta saingannnya A”. Ada juga yang kemudian merupakan pembeli asal Makassar yang merupakan perpanjangan tangan dari pengusahaikan asal Jakarta. Salah satu yang terkenal adalah perushaan pulauamas dan fajar timur yang kolam penampungan ikan hidup serta lobsternya di kawasan paotere. Biasanya sebelum di jemput oleh kapal ekspor, ikan ikan hasil tangkapan nelayan ini di simpan pada keramba yang di letakkan di pantai sekitar pulau para pengusaha local berdia, dan bila ikannya adalah ikan napoleon maka di simpan pada keramba tenggelam yang lokasinya hanya di ketahui oleh pemilik keramba. Belum lagi ketika bersamaan anataranelayan baru menyetorkan hasil tangkapan untukdi timbang , keburu kapal penjemputikan hidup tiba di keramba, maka suntika formalin pun di gunakan, agar saat ada petugas beneran yang memeriksa maka ikan ika tersebut tidak terdeteksi dari hasil kegiatan illegal potas alias bius. Salah seorang oknum kepala desa yang di duga banyak mengetahui seluk beluk bisnis jual beli ikan hidup di kawasan nasional takabonerate adalah kades jinato, yang cukup dikenal oleh para petugas diantaranya mantan kasat reskrim polres selayar yang telah pindah tugas ke kabupaten Bulukumba, dan dari seorang sumber lain di kawasan paotere Makassar, di informasikan bahwa sang oknum dalam tahun ini pernah menjual bamboo laut pada seorang pedagang berinisial H.B di paototere Makassar bersama seorang oknum petugas di desanya. Dimana sangoknum petugas berseragam cokelat”di desa tersebut, juga di informasikan sering ikut bermain dengan menyiapkan bahan baku potassium kepada nelayan yang membutuhkan, namun sangatsusahlah untuk membuktikan hal ini, pasalnya sangat rapi dan tersembunyi bagi pihak luar.Namun informasi dari sumber yang menceritakan dan sempat terekam sembunyi sembunyi membenarkan hal tersebut, pasalnya sang sumber juga adalah nelayan yang kerap ikut bermain......................................................................................................................
Belum Jelas Data Illegal Fishing Di Kawasan Takabonerate Selayar
Ditambahkan sumber selanjutnya dalam rekaman yang ada , bahwa salah seorang oknum petugas dari satuan hijau di desa jinato pernah menangkap potasium sianida seberat 7 kilogram yang kemudian di lepaskan karena di ketahui adalah milik rekan petugas cokelat yang ada di desa jinato. Belum lagi informasi mengenai petugas yang sama, menjadi seorang broker ikan komuditas pasar Sinjai dengan merental kapal es dan menyiapkan pelempar bom ikan di pulau panjang sebelah barat pulau kayuadi.