Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Warnet

4 Mei 2015   17:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:23 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi - lagi aku terkesima , ternyata pencahayaan di ruangan itu kurang . Hanya diterangi oleh bola lampu kecil 5 watt yang menyala begitu redup . Tak sampai di situ saja , aku mendapati sebuah dupa menyerbakkan aroma kemenyan yang dibakar oleh arang . Ada juga beberapa sesajen seperti kembang tujuh rupa , minyak kemenyan dan sebuah guci yang menampung sebuah cairan . Aku tertegun dan mengamati sejenak guci tersebut . Kemudian , mencelupkan telunjukku ke dalamnya .

" Bau darah ! "

Aku memekik kecil ketika mengetahui bahwa cairan kental itu adalah darah . Darah yang hitam pekat berbau amis busuk membuatku hampir mual . Instingku terus bersuara agar aku keluar dari ruangan ini tapi aku tak ingin keluar begitu saja tanpa mengorek petunjuk lebih jauh . Kian lama aku di sana , keangkeran ruangan ini makin meningkat . Ini semakin kuat dengan suasana ruangan yang begitu remang , mungkin gelap . Sekonyong - konyong , debaran jantungku smakin keras . Aku merasakan jantungku ingin meloncat keluar dari dadaku .

Tak jauh dari sesajen itu , aku menyadari 3 lembar foto yang ditelungkupkan terbalik . Jemariku bergetar hebat saat menggamit foto - foto itu . Kedua bola mataku membeliak hebat , aku mengeleng - gelengkan kepalaku sebagai bukti atas apa yang kulihat .

Foto dua orang wanita dan seorang laki - laki tercetak jelas . Aku tidak mengenali salah satu wanita yang ada di sana tapi salah satu wajah perempuan yang berada dalam foto itu seperti tidak asing lagi dalam ingatanku . Oh astaga , aku ingat dia - Erni !

Air mataku mengucur deras membasahi wajah mulusku . Kini aku percaya apa yang dikatakan Erni tentang kecurigaannya terhadap majikannya yang melakukan pesugihan . Tragedi ini belum berakhir saat aku melihat wajah laki - laki dalam foto itu . Aku menganga lebar , tak bisa mengatupkan mulutku - itu fotoku !

" Berani - beraninya kamu mengacak - acak ruangan pribadi saya ! " senggak pak Tejo dari belakangku .

" Ka..ka..kapan ba..ba..pak be..be..rada di sini ? " lidahku tak lagi lancar berkata - kata . Kegugupan sudah melanda diriku , membuatku tak bisa mengontrol diri .

Aku membalikkan badanku ke belakang dan melihat pak Tejo sudah berdiri di sana . Tak ada raut wajah baik dan keramahan yang biasanya ia tunjukkan padaku , hanya tersisa pandangan dingin tertutupi kabut dendam dan nafsu ingin membunuh . Aku juga aku tak menyadari bahwa pak Tejo sudah berada di rumah tanpa kuketahui dan yang membuatku tambah bingung , darimana ia bisa membuka pintu ruko sedangkan kuncinya berada padaku .

" Kamu belum begitu pintar untuk mengelabui saya , Rian . Kamu pikir saya bodoh apa memberikan kunci ruko tanpa punya duplikatnya , heh ?! " ia meledekku sambil melemparkan senyum lirihnya melihat kebodohanku .

" Ternyata mau disembunyikan sedalam apapun , rahasia tetap akan terbongkar . Ya mau bagaimana lagi , berarti rahasia ini akan kuceritakan padamu . " tandas pak Tejo , ia mengeluarkan sekotak rokok dan mengambilnya sebatang lalu dibakar .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun