Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Warnet

4 Mei 2015   17:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:23 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Ya memang betul aku melakukan pesugihan . Selama 3 bulan terakhir , aku sudah menumbalkan 3 orang untuk menambah kekayaanku , Rian . Tumbal pertama namanya Alin . Dia adalah operator warnet yang bekerja di sini sebelum Erin . Yang kedua .. laki - laki yang meninggal di COM 14 . Kau tahu , makhluk hitam itu ingin meminta tumbal seorang laki - laki dan pilihannya jatuh pada COM 14 . Aku harus menuruti kehendaknya jika tidak dia akan melenyapkan semua hartaku . Dan Erni .. aku yakin kau pun mengetahuinya . " pak Tejo mengisap rokoknya sambil menghembuskan asapnya ke wajahku .

Aku sudah tak tahan lagi mendengar perkataannya . Kupingku panas . Darahku serasa mendidih dan meletup - letup . Aku sudah mengepalkan kedua tanganku , rasanya aku ingin memberikan bogem mentahku ke wajahnya , namun anehnya aku tak bisa menggerakkan tubuhku . Kaku , ada sesuatu yang tak kasat mata mengunci tubuhku .

" JAHANAM ! Kau tega mengorbankan semua orang di sekitarmu demi memuaskan kepentinganmu ! " kata - kata itu keluar begitu saja dari mulutku . Makian itu saja yang bisa mewakili kemarahanku

" Jahanam katamu ? Dengar ya , aku sudah bosan bertahun - tahun hidup dalam kemiskinan . Aku selalu iri jika melihat orang - orang sukses dengan harta dan kekayaan yang melimpah . Istri dan anakku pergi meninggalkanku karena aku tak punya apa - apa . Aku datang ke dukun dan meminta pesugihan agar aku lepas dari kubang kemiskinan . Dan sekarang kau lihat , aku kaya , aku punya segala yang kumau . Hahaha ! "

Gelegar tawa pak Tejo membuat nyaliku ciut . Aku hanya bisa menggeleng pelan , air mataku tek henti berderai membasahi pipi .

" Sekarang bulan purnama , sudah waktunya makhluk itu menikmati tumbalnya yang keempat . Selamat tinggal Rian . "

Pak Tejo menjentikkan jarinya dan makhluk itu sudah berada di hadapannya . Makhluk hitam raksasa menatap garang ke arahku . Aku diam mematung , tak bisa melakukan apa - apa . Aku sadar di sinilah akhir hidupku . Aku juga akan menemui Erni di alam baka .

Pandanganku menghitam dan gelap .

The End

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun