Bisikan itu selalu saja menggelitik di telingaku . Suara lembut itu selalu membisikkan kata - kata provokasi penuh intrik kematian . Ia mengendalikan pikiranku dan aku adalah eksekutor atas korban yang akan kubunuh nantinya . Aku tak kuasa melawan bisikan itu namun aku juga menikmati jerit dan tangisan dari orang - orang yang t'lah kubunuh .
" Sarah kamu mau ke mana ? Kita jadi pergi enggak ? " ujar Sari .
" Aku lagi enggak enak badan . Aku mau istirahat dulu . " Sarah mengusap - usap tengkuknya yang dingin .
" Ya sudah kalau begitu aku pergi dulu ya . " Sari melambaikan tangannya .
" Ok . "
Akhirnya Sarah sampai juga di kostnya . Suasana di kontrakan Sarah begitu sepi tidak seperti biasa . Semua teman kontrakannya sedang pergi kuliah atau bekerja . Entah kenapa , ia tiba - tiba tidak enak badan , padahal tadi pagi ia merasa fit sekali . Atau mungkin saja karena faktor cuaca akhir - akhir minggu ini yang tak menentu . Kadang hujan kadang panas . Tak bisa diperkirakan sama sekali .
Sarah tertidur pulas ditemani lampu pijar yang menyala redup membuat suasana kamarnya remang - remang . Selimir angin dingin menjalar sampai ke sudut - sudut kamarnya . Sarah merasa kedinginan , menarik selimut yang berada di sampingnya , lalu dibentangkan untuk menutupi tubuhnya .
Belum hilang hawa dingin menyergap tubuhnya , telinga kecilnya menangkap desisan halus memanggil - manggil namanya . Kelopak matanya terbuka membuat dirinya bangkit dari tempat tidurnya .
" Sarah .. Sarah .. "
Ia berdiri dan menyahut suara itu .
" Siapa kamu ? "
" Aku adalah dirimu . Sekarang pergilah , ada sesuatu yang harus kamu selesaikan hari ini . " pungkas suara itu .
Suara misterius itu menghilang seraya ia  keluar meninggalkan kamarnya tersebut .
Senja di taman itu , terlihat pepohonan angsana tumbuh rimbun , mengelilingi permukaan danau . Hawa sekitar danau begitu hening , hanya riakan air yang mengambang di permukaan air lalu memudar . Dari kejauhan , sepasang kekasih sedang bermesraan di pinggiran danau . Keduanya tertawa bahagia , saling bercanda melempar gurauan , membuat hawa keheningan mencair sedikit ramai .
Mereka tidak menyadari bahwa seseorang berjaket hitam , sedang melangkah menuju tempat mereka . Ia mengendap - endap perlahan agar ia tidak membuat suara yang mencurigakan . Kini ia sudah berdiri di belakang mereka . Sepasang kekasih yang terganggu dengan kedatangan seseorang yang mengganggu keromantisan mereka , langsung berdiri dan memalingkan badan mereka .
" kamu ... "
Tak sempat berkata banyak , sebuah pisau panjang menembus perut Frans . Lelaki 20 tahun itu mengerang kesakitan , menahan perih yang menyiksa perutnya , hingga ia jatuh mengenjang lalu tak bergerak lagi . Ia langsung mencabut pisau yang masih menancap perut pemuda itu dan langsung mengalihkan pandangannya kepada perempuan di hadapannya .
Perempuan itu tak sanggup berlari . Badannya menggigil , kedua tungkai kakinya bergetar hebat , menyaksikan kekasihnya tewas di hadapannya . Ia berjalan pelan menuju perempuan yang sudah dikuasai rasa ketakutan yang amat besar .
" Selamat tinggal kawan .. " ia berbisik sesaat dirinya menikamkan pisau itu ke perut perempuan itu .
Ia melihat bahwa keduanya sudah tewas , ia menarik keduanya ke pinggiran danau dan membiarkan kedua mayat itu mengambang di atas air danau yang jernih lalu meninggalkan keduanya di sana . Tragis .
Keesokan hari , satu kampus geger dengan berita kematian salah satu teman mereka . Mereka berbondong - bondong melihat headline yang terpampang di koran pagi ini . Sarah yang baru saja datang , langsung menuju arah kerumunan yang sedang hingar - bingar membahas berita di koran tersebut .
" Ada apa ini ? " tanya Sarah .
" Hey Sarah . Kamu baru datang ? " sahut Sasya .
" Iya nih . Aku penasaran aja kok pagi - pagi begini pada ramai . Ada apa ? "
" Jadi kamu benar - benar gak tahu sama sekali berita tentang Sari dan Frans ? " ujar Sasya .
" Enggak . " Sarah menggidikan bahunya .
Sarah hanya manyun dan mengernyitkan dahinya , ia sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan oleh temannya itu . Ia memandang tajam ke arah mata temannya itu dan berharap ia mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya itu .
" Frans dan Sari tewas dibunuh . " kata Sasya datar .
" APA ?! " kata - kata itu otomatis keluar dari mulutnya . Sadar suara itu membuat terkejut di sekitarnya , ia langsung mengatupkan kedua tangannya ke mulutnya .
" Astaga ! Kapan pembunuhan itu terjadi ?! " tanya Sarah sambil menurunkan kedua tangannya dari mulutnya .
" Itu terjadi kemarin . Kau tahu danau yang berada di taman kota , di situlah mayat Frans dan Sari ditemukan tewas mengambang di pinggiran danau . Dan yang lebih mengenaskannya lagi , di tubuh mereka ada banyak luka di tusuk . Kelihatannya pembunuh itu secara membabi buta menikam mereka . "
" Mengerikan sekali . Aku tidak menyangka ada orang yang setega itu membunuh mereka . Aku juga turut berduka pada Sari . Â Aku tak menduga teman baikku akan pergi secepat itu . " tutur Sarah .
" Jangan bersedih seperti itu teman . Mungkin kepergian Sari sudah menjadi kehendak Mahakuasa . Kita hanya bisa bersabar menghadapinya . " kata Sasya mencoba menenangkan temannya yang sedang berduka itu .
" Terimakasih kawan . Ya mungkin hanya kesabaranlah yang kita butuhkan saat ini . "
" Tapi kau tahu ? Polisi sudah mengantongi ciri - ciri pembunuh tersebut . " potong Sasya .
" Ciri - ciri ? " Sarah bertanya balik pada Sasya .
" Ada saksi mata yang melihat seseorang memakai jaket hitam dan terlihat dari kejauhan dia memakai penutup wajah , sedang keluar dari taman itu . " jelas Sasya .
Sarah terkesiap dengan perkataan Sasya . Jantungnya berdegup cepat dan nafasnya memburu , ia mengalihkan pandangannya ke arah lain .
" Sarah kamu baik - baik saja ? Kelihatannya kamu tiba - tiba panik ? "
" Oh , ha . Aku baru ingat kalau hari ini aku masuk sama Pak Januar . Kamu tahu kan pak Januar gak bisa nengok muridnya telat . Sampai jumpa nantinya . " Sarah beranjak dari tempat Sasya sambil melambaikan tangan padanya .
Sementara itu , Sasya terlihat keheranan melihat perubahan tingkah laku temannya itu . Ia tak mau ambil pusing dengan hal itu , kemudian juga beranjak dari sana .
Di tempat Sarah , ia terlihat melangkah kakinya lebih cepat . Mungkin alasan yang diutarakannya tadi hanya bermaksud untuk mengusir temannya secara halus . Masih terngiang di pikirannya , kata - kata Sasya barusan . ' Jaket hitam ' dan ' penutup wajah ' , menggema , memenuhi ruang - ruang kosong di sela - sela otaknya . Â Sarah yang masih fokus dengan langkahnya , melihat wanita memakai jaket hitam melewatinya , berlawanan arah . Ia hanya meninggalkan seulas senyum tipis yang perlahan pudar di bibirnya . Dia menghilang bersamaan dengan sebuah gumaman , lenyap oleh desiran angin .
" Bunuh dia ... "
Sarah bergeming . Kata - kata itu seakan merasuki dirinya , menguasai pikirannya untuk sesaat , sebelum ia melanjutkan perjalanannya .
Terang berganti gelap . Sasya baru saja melayat ke rumah temannya , Sari . Sebenarnya , ia ingin mengajak Sarah , tapi ia tak bisa karena ia harus pergi kerja kelompok , dan mungkin baru bisa pulang malam . Ia agak menyesal pulang malam - malam begini . Kalau bukan menerima ajakan pacarnya , Gionando , untuk jalan - jalan , ia tak pulang larut begini . Jalanan begitu sepi . Desauan angin berhembus , menyentuh bulu romanya . Sasya mengumpat pacarnya yang tidak mau mengantarkannya sampai ke rumahnya , pacarnya berdalih bahwa ia sedang buru - buru .
Di balik rerimbunan pohon , siluet hitam sedang menguntitnya dari belakang . Sebuah pisau tajam masih ia genggam di belakang tangannya . Ia berjalan pelan , mengikuti langkah kaki di depannya . Sasya merasakan ada seseorang yang mengikutinya , mencoba menoleh . Ia tak melihat apapun . Hanya bayangan dirinya yang selalu mengikuti dari belakang . Sasya menggidikkan bahunya sejenak , lalu berjalan lagi . Siluet hitam itu ternyata sudah berada dekat di belakangnya . Ia hanya menunggu timing yang tepat untuk menerjang incarannya itu .
Sasya merasakan seseorang sudah benar - benar di belakangnya . Namun , ia tak berani memastikannya . Dikumpulkan keberaniannya sedikit demi sedikit untuk melirik sekali lagi apa yang berada di belakangnya .
" Ayo ikuti aku ... "
Sebilah pisau melingkari leher jenjang gadis itu . Ia tak berkutik sama sekali . Dirinya terkunci dalam situasi yang mematikan seluruh pergerakannya . Ia hanya bisa menuruti perkataannya itu tanpa melakukan perlawanan yang berarti .
"AKKH ! "
Lolongan panjang memilukan itu seakan raib ditelan kesunyian malam di bawah pancaran sinar bulan .
Keesokan harinya , polisi melakukan identifikasi atas temuan mayat perempuan yang tergeletak di bawah pohon mahoni . Mereka menemukan identitas mayat perempuan itu , atas nama Sasya Indriani . Mayat perempuan berumur 20 tahun itu ditemukan telah tewas dengan luka tusuk di bagian perut dan dadanya . Genangan darah segar tampak membasahi tubuh langsingnya . Tim forensik sudah menyiapkan kantong jenazah untuk menggiring mayat itu ke rumah sakit guna pemeriksaan lebih lanjut .
Warga sekitar masih ramai melihat pihak kepolisian yang masih memeriksa tempat kejadian perkara . Mereka tak menyadari bahwa ada seseorang yang mengintai pusat keramaian itu .
" Kenapa ?! Kenapa dengan aku ??! " Dirinya berbalik sejenak . Tak henti - hentinya memandang nanar kedua tangannya yang gemetaran itu . Pergolakan hebat tengah mengguncang batinnya . Hati dan pikirannya saling berkecamuk . Kepalanya panas dan ia menjambak kecil rambutnya sendiri . Ia berpaling meninggalkan tempat itu dengan hati dipenuhi kekalutan . Ia tak mengerti . Dirinya terombang - ambing oleh ombak kebingungan dan keabsurdan menghempaskannya ke dalam  lubang kebimbangan .
Seorang wanita misterius melintas berlawanan ke arahnya . Sarah terpana . Sekarang ia bisa sedikit melihat sosok wanita tersebut . Kerlingan mata sekejap memandang dirinya membuat aliran darahnya membeku beberapa detik hingga ia bisa bergerak kembali setelah ia semakin menjauh darinya .
Sarah terlonjak mendapati dirinya ada di sebuah tempat yang tak terasa asing baginya . Ia melihat ada sekumpulan anak muda yang bergerombol sedang merundingkan sesuatu .
" Apakah kita sudah bisa menjalankan rencana kita ? " tanya salah satu perempuan yang berada di sana .
" Ya sudah bisa donk . Lagipula gua kesal banget sama itu anak . Belagak cantik , caper dan sok populis banget . "
Sarah menyipitkan matanya lalu mencoba mendekat . Ia ingin melihat dengan jelas siapa yang sedang berbicara di sana .
" Itu kan ... "
Sarah tercekat . Sesak bergemuruh di dadanya . Darahnya mengalir kencang berpacu dalam nadi . Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri , Sari , almarhumah temannya berada dalam gerombolan itu . Sarah berlari menuju teman - teman , tapi ada yang aneh , teman - temannya tak melihat keberadaannya , ia seperti hantu di tengah keramaian .
" Ngomong - ngomong , si Arini loe sekap di mana , Sya ? "
" Dia masih di gudang kok . "
" Gimana apa langsung kita bawa aja ke balkon terus kita jatuhin dia sana ? "
" Boleh juga ide lo . Lagian , gua gak sudi anggap dia sebagai anggota The Miraclious lagi . Yok kita cabut . "
Sarah tak menyangka bahwa yang membunuh Arini adalah teman - teman satu gengnya sendiri ' The Miraclious ' . Ternyata hal sepele ini yang membuat Arini sahabat baiknya dalam geng itu harus meregang nyawa secara mengenaskan 1 minggu yang lalu . Arini meninggal dengan tubuh bersimbah darah . Tulang tengkoraknya pecah . Dari sana , darah segar mengucur deras menggenangi lantai tempatnya tergeletak . Sarah hanya bisa menangis pilu , menyesal tak bisa menyelamatkan sahabatnya dari niat jahat kawan - kawannya tersebut .
" Maafin aku Arini , maafin aku ... aku gak bisa berbuat apa - apa buat nolongin kamu .. aku enggak pantas jadi sahabatmu . " ujarnya dalam tangis .
" Kamu tidak perlu menyesal seperti itu , Sarah . " suara mezosopran itu mengalihkan perhatian Sarah yang sembari tadi menangis .
" A-rini ? " Sarah tersentak .
" Kau sudah membantuku sejauh ini , Sarah . "
" Apa maksudmu ?! " Sarah meninggikan nada suaranya .
" Ya akulah dalang atas kematian mereka dan kau tahu ... tangan siapa yang sudah membunuh mereka ... " Arini membelalakan matanya . Ia memandang wajah Sarah sambil melebarkan senyum lebar di bibir pucatnya .
" Ja-ja-di ka-kau ? " Bibirnya gemetaran , kakinya sudah tak mampu menumpu berat badannya .
" Tidak ! Tidak Mungkin ! Aku tidak mungkin membunuh mereka ! " Sarah memekik keras , ia terenyak . Dirinya tak sanggup menerima kenyataan bahwa ia sendirilah yang membunuh temannya .
" Apakah kau tak menganggapku sahabatmu lagi , Sarah ! " hardik Arini .
Sarah terdiam .
Kemudian , sosok berpakaian hitam itu merasuki tubuh Sarah . Ia terbangun dari tidurnya . Matanya terbelalak , menatap tajam sekelilingnya . Ini bukan Sarah seperti biasanya . Bola matanya memerah , aura mistis menyeruak dari tubuhnya . Mulutnya menggumam , menggeram mengeluarkan erangan tak jelas . Dengan tergesa - gesa , ia mengeluarkan sesuatu dari laci pakaiannya , t'rus beranjak dari sana .
Hamparan langit hitam terbentang di angkasa , tak ada satupun bintang - bintang terang menghiasi malam mencekam . Suara jangkrik mengalun seirama bagai okestra dipandu oleh dirigen ahli . Semburat cahaya putih turun menyinari apa saja yang dinaunginya . Sepasang manusia berlainan jenis sedang asyik bercanda , tertawa lepas , tak menghiraukan sunyinya malam yang membuat buluk kuduk merinding .
" Sayang , aku senang malam ini bisa berdua dengan kamu . " ujar Andi sambil mengelus - elus lembut rambut hitam yang tergerai di hadapannya .
" Aku juga sayang . Walaupun cahaya lampu taman meremang , kalau ada kamu taman ini serasa ada yang menerangi ." ucap Fitri yang malu - malu , wajahnya bersemu .
Sepasang mata memandang mereka penuh amarah di dada . Ia meremas - remas kuat pisau yang berada digenggamannya lalu beranjak dari tempat persembunyian gelapnya . Ia mempercepat langkah kakinya menuju tempat di mana sepasang muda - mudi sedang asyik memadu kasih . Kini ia sudah berada di hadapan mereka . Mereka sontak kaget , seorang misterius memegang pisau kini sudah terancung di depan mata mereka . Dengan kasarnya , ia menarik kerah baju sang lelaki dan mencampakkannya ke tanah . Lelaki itu terjengkang , secepatnya ia berusaha untuk berdiri . Tapi naas , gadis itu langsung melompat ke tubuh lelaki dan siap menghujamkan pisau itu ke tubuhnya .
Untung gadis yang berada di belakangnya , dengan sigap memegang tangan perempuan itu , berusaha menahan agar terjangan pisau itu tak mengenai tubuh kekasihnya tersebut .
" Lepaskan tanganku ! " bentak gadis yang memegang pisau itu .
Sementara tangan kanannya masih dipegang oleh Fitri , gadis tersebut menggunakan tangan kirinya untuk mencekik leher pria itu . Pria yang terdesak itu , berusaha meninju wajah gadis itu agar ia mau melepaskan cengkraman di lehernya itu , namun tak sedikit itu pukulannya membuatnya merasa sakit , malah ia semakin menguatkan cengkraman tangannya , membuat pria itu mulai kehabisan nafas .
Dengan sekali hentakan saja , membuat Fitri terjerembab . Ia memekik kecil  , menahan rasa sakit yang diterimanya .
" AKHH ! "
Pria itu meronta keras . Pisau tajam itu berulang kali menghujam tubuhnya . Raut wajahnya tak sanggup menyimpan rasa perih luar biasa yang mendera badannya . Tak sanggup ia bertahan lagi hingga ia sudah berhenti menghembuskan nafasnya . Malaikat maut sudah menjemput jiwanya menuju peristirahatan yang abadi di akhirat sana .
" Andiiii .... !! "
Gadis itu menolehkan kepalanya ke tempat Fitri . Bercak darah kering menghiasi wajah mulusnya . Pandangan begitu mengerikan . Sorot matanya menyiratkan kebencian membara yang takkan ada habisnya dan nafsu membunuh yang begitu kuat , membuat Fitri merinding ngeri ketika ia mulai mendekati dirinya .
" Kamu ... SARAH ! " pekik Fitri seolah tak percaya kalau yang berada di hadapanya saat ini adalah teman satu gengnya " The Miraclious " yang kini sudah siap menjadi malaikat pencabut nyawa untuknya .
" Tapi kenapa kau lakukan ini ? " Fitri hanya memelas . Wajahnya putih memucat menunjukkan bahwa keputusasaan sudah mengusai dirinya .
Sarah mendengus kecil mendengar ucapan temannya itu . " Jadi kau tidak tahu apa yang kalian lakukan ... dasar bedebah ! " Emosinya berkumpul jadi satu di tangannya , membuat tangan kirinya melayang , mendaratkan tamparan keras itu di pipinya .
" Aukh ! " Cap tangan itu kini sudah tampak jelas membekas di pipi wanita itu . Fitri meringis sambil mengelus pipinya yang masih masih perih karena ditampar oleh temannya sendiri .
" Kalian mendorongnya dari balkon gedung kuliah hanya karena dia disukai oleh anak lelaki di kampus dan ... Fandy "
Mendengar nama ' Fandy ' , membuat Fitri tercengang . Seketika aliaran darahnya terhenti . Nama itu seakan menghubungkan sesuatu yang telah lama ia kubur dalam - dalam di pikirannya .
" Ka-ka-kamu ... A-a-ari-ri-ni ?! "
Sarah tersenyum kecut ketika temannya menyebutkan nama yang sudah tak asing lagi baginya . Sementara itu , Fitri terperanjat mengetahui bahwa Arini sedang berbicara , walaupun di hadapannya sendiri adalah Sarah . Arwah Arini yang menuntut balas dendam atas kematiannya dengan memakai tubuh Sarah . Memikirkan hal ini , membuat irama nafasnya berhembus tak karuan dan ia merasa aliran darahnya tersendat - sendat .
" a..a..ak..aku bi..bisa je..jelaskan ini ... " Fitri menarik nafas dalam - dalam , mencoba menenangkan dirinya di situasi yang hendak mengancam jiwanya .
" Sudah terlambat bodoh ! Kini tibalah waktumu menyusul mereka semua ! " Sarah memperlihat pisau yang berlumuran darah kering itu . Pisau itu sudah siap jika harus mencabut satu nyawa seorang manusia lagi .
" Jangan ... "
Fitri hanya mendelik saat ia menyadari pisau itu sudah bersarang di perutnya . Dari mulutnya , sudah mengalir darah segar yang kini memenuhi bibirnya . Belum puas rasanya , Sarah mencabut pisaunya dan menusuk ke bagian dadanya , berkali - kali , hingga ia kehabisan darah .
Tubuh lemas bersimbah darah itu sudah tergeletak di atas tanah . Tawa kemenangan menggema dari mulut sang gadis , ia puas melihat korbannya tak berdaya lagi di hadapannya . Kesenangannya ini terganggu ketika seseorang datang menondongkan pistolnya ke kepalanya .
" Angkat tanganmu ! "
Sarah refleks mengangkat tangannya , mendengar perintah yang diucapkan dari belakang . Ia melirik perlahan kebelakang dan ternyata ...
" Fandy ! "
" Arini , hentikan semua ini . Kamu sudah membunuh semua teman - temanmu dengan memakai raga Sarah dan sekarang kumohon keluarlah dari raga Sarah . " tutur Fandy .
" Tidak Fandy . Aku tidak ingin keluar dari tubuh ini . Jika kau ingin membunuhku , maka bunuhlah aku bersama dengan gadis ini . "
" Sadarilah Arini , kau sudah salah langkah . Kembalilah ke alammu . "
" Tidak Fandy . Aku tidak mau ! Aku terlanjur mencintaimu dan dengan memakai tubuh inilah akau bisa menemuimu , Fand . Apakah kau tidak mencintaiku lagi ? " Tatapannya yang garang kini berubah lembut sayu , kasih sayang terpancar dari bola matanya yang jernih .
" Aku memang mencintaimu , Arini . Tapi lihatlah . Kita sudah berbeda dunia . Takkan mungkin kita bisa bersatu . " Fandy berbicara pelan - pelan , membujuk agar ia mau menghentikan niatnya tersebut .
" Kau sudah berubah , Fandy .. " Sarah memalingkan kepalanya sambil menunduk rendah .
" Maafkan aku , Arini ... " ujar Fandy .
" kalau begitu ... MATILAH KAU ! " Sekejap saja , Sarah mendongakkan kepalanya , ia langsung mengangakat pisaunya tinggi bersiap untuk menikamnya .
Secepat kilat , Fandy memegangi tangan kiri - kanannya dengan kedua tangannya . Tenaga Sarah cukup kuat , mungkin seimbang dengan dirinya . Hampir - hampir , mata pisau yang dingin itu menyentuh kulitnya , tapi Fandy berhasil mendesaknya , hingga itu terjengkang ke tanah .
Tak butuh waktu lama , Sarah bangkit berdiri , ia sudah siap menyerang Fandy lagi . Pisau yang berada di tangannya digenggamnya erat - erat agar tak lepas dari genggamannya . Sarah menyongsong Fandy yang sedang memegang sesuatu di dalam kantong celana panjangnya .
Dorr !
Sebutir timah panas menembus dada Sarah . Ia membelalakan matanya , tangannya memegengi dadanya yang mulai mengalir darah segar di sana .
" Aku terpaksa melakukannya , Sarah , maafkan aku ... selamat tinggal . " Fandy memasukkan kembali pistolnya ke dalam saku celanannya , seraya berlalu meninggalkan Sarah yang sudah ambruk di atas tanah .
Fandy melirik ke kanan - kirinya , manatahu ada orang selain dia yang melihat kejadian ini - sepi , hanya dia seorang saja yang berada di taman itu .
Sarah sudah terkapar lemah , tak melihat seseorang pun di sana . Fandy sudah pergi . Pandangannya mulai terlihat buram . Hanya samar - samar sekelebat bayangan hitam sedang  berdiri di hadapannya .
" Kau akan menjadi temanku di neraka nanti , Sarah . " pungkas sosok itu sembari menghilang dari pandangannya . Kini semuanya betul - betul gelap , ia tak merasakan jiwanya berada di raganya lagi .
the end