Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bisikan Kematian

16 Januari 2015   20:39 Diperbarui: 22 Juli 2016   15:05 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bisikan itu selalu saja menggelitik di telingaku . Suara lembut itu selalu membisikkan kata - kata provokasi penuh intrik kematian . Ia mengendalikan pikiranku dan aku adalah eksekutor atas korban yang akan kubunuh nantinya . Aku tak kuasa melawan bisikan itu namun aku juga menikmati jerit dan tangisan dari orang - orang yang t'lah kubunuh .

" Sarah kamu mau ke mana ? Kita jadi pergi enggak ? " ujar Sari .

" Aku lagi enggak enak badan . Aku mau istirahat dulu . " Sarah mengusap - usap tengkuknya yang dingin .

" Ya sudah kalau begitu aku pergi dulu ya . " Sari melambaikan tangannya .

" Ok . "

Akhirnya Sarah sampai juga di kostnya . Suasana di kontrakan Sarah begitu sepi tidak seperti biasa . Semua teman kontrakannya sedang pergi kuliah atau bekerja . Entah kenapa , ia tiba - tiba tidak enak badan , padahal tadi pagi ia merasa fit sekali . Atau mungkin saja karena faktor cuaca akhir - akhir minggu ini yang tak menentu . Kadang hujan kadang panas . Tak bisa diperkirakan sama sekali .

Sarah tertidur pulas ditemani lampu pijar yang menyala redup membuat suasana kamarnya remang - remang . Selimir angin dingin menjalar sampai ke sudut - sudut kamarnya . Sarah merasa kedinginan , menarik selimut yang berada di sampingnya , lalu dibentangkan untuk menutupi tubuhnya .

Belum hilang hawa dingin menyergap tubuhnya , telinga kecilnya menangkap desisan halus memanggil - manggil namanya . Kelopak matanya terbuka membuat dirinya bangkit dari tempat tidurnya .

" Sarah .. Sarah .. "

Ia berdiri dan menyahut suara itu .

" Siapa kamu ? "

" Aku adalah dirimu . Sekarang pergilah , ada sesuatu yang harus kamu selesaikan hari ini . " pungkas suara itu .

Suara misterius itu menghilang seraya ia  keluar meninggalkan kamarnya tersebut .

Senja di taman itu , terlihat pepohonan angsana tumbuh rimbun , mengelilingi permukaan danau . Hawa sekitar danau begitu hening , hanya riakan air yang mengambang di permukaan air lalu memudar . Dari kejauhan , sepasang kekasih sedang bermesraan di pinggiran danau . Keduanya tertawa bahagia , saling bercanda melempar gurauan , membuat hawa keheningan mencair sedikit ramai .

Mereka tidak menyadari bahwa seseorang berjaket hitam , sedang melangkah menuju tempat mereka . Ia mengendap - endap perlahan agar ia tidak membuat suara yang mencurigakan . Kini ia sudah berdiri di belakang mereka . Sepasang kekasih yang terganggu dengan kedatangan seseorang yang mengganggu keromantisan mereka , langsung berdiri dan memalingkan badan mereka .

" kamu ... "

Tak sempat berkata banyak , sebuah pisau panjang menembus perut Frans . Lelaki 20 tahun itu mengerang kesakitan , menahan perih yang menyiksa perutnya , hingga ia jatuh mengenjang lalu tak bergerak lagi . Ia langsung mencabut pisau yang masih menancap perut pemuda itu dan langsung mengalihkan pandangannya kepada perempuan di hadapannya .

Perempuan itu tak sanggup berlari . Badannya menggigil , kedua tungkai kakinya bergetar hebat , menyaksikan kekasihnya tewas di hadapannya . Ia berjalan pelan menuju perempuan yang sudah dikuasai rasa ketakutan yang amat besar .

" Selamat tinggal kawan .. " ia berbisik sesaat dirinya menikamkan pisau itu ke perut perempuan itu .

Ia melihat bahwa keduanya sudah tewas , ia menarik keduanya ke pinggiran danau dan membiarkan kedua mayat itu mengambang di atas air danau yang jernih lalu meninggalkan keduanya di sana . Tragis .

Keesokan hari , satu kampus geger dengan berita kematian salah satu teman mereka . Mereka berbondong - bondong melihat headline yang terpampang di koran pagi ini . Sarah yang baru saja datang , langsung menuju arah kerumunan yang sedang hingar - bingar membahas berita di koran tersebut .

" Ada apa ini ? " tanya Sarah .

" Hey Sarah . Kamu baru datang ? " sahut Sasya .

" Iya nih . Aku penasaran aja kok pagi - pagi begini pada ramai . Ada apa ? "

" Jadi kamu benar - benar gak tahu sama sekali berita tentang Sari dan Frans ? " ujar Sasya .

" Enggak . " Sarah menggidikan bahunya .

Sarah hanya manyun dan mengernyitkan dahinya , ia sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan oleh temannya itu . Ia memandang tajam ke arah mata temannya itu dan berharap ia mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya itu .

" Frans dan Sari tewas dibunuh . " kata Sasya datar .

" APA ?! " kata - kata itu otomatis keluar dari mulutnya . Sadar suara itu membuat terkejut di sekitarnya , ia langsung mengatupkan kedua tangannya ke mulutnya .

" Astaga ! Kapan pembunuhan itu terjadi ?! " tanya Sarah sambil menurunkan kedua tangannya dari mulutnya .

" Itu terjadi kemarin . Kau tahu danau yang berada di taman kota , di situlah mayat Frans dan Sari ditemukan tewas mengambang di pinggiran danau . Dan yang lebih mengenaskannya lagi , di tubuh mereka ada banyak luka di tusuk . Kelihatannya pembunuh itu secara membabi buta menikam mereka . "

" Mengerikan sekali . Aku tidak menyangka ada orang yang setega itu membunuh mereka . Aku juga turut berduka pada Sari .  Aku tak menduga teman baikku akan pergi secepat itu . " tutur Sarah .

" Jangan bersedih seperti itu teman . Mungkin kepergian Sari sudah menjadi kehendak Mahakuasa . Kita hanya bisa bersabar menghadapinya . " kata Sasya mencoba menenangkan temannya yang sedang berduka itu .

" Terimakasih kawan . Ya mungkin hanya kesabaranlah yang kita butuhkan saat ini . "

" Tapi kau tahu ? Polisi sudah mengantongi ciri - ciri pembunuh tersebut . " potong Sasya .

" Ciri - ciri ? " Sarah bertanya balik pada Sasya .

" Ada saksi mata yang melihat seseorang memakai jaket hitam dan terlihat dari kejauhan dia memakai penutup wajah , sedang keluar dari taman itu . " jelas Sasya .

Sarah terkesiap dengan perkataan Sasya . Jantungnya berdegup cepat dan nafasnya memburu , ia mengalihkan pandangannya ke arah lain .

" Sarah kamu baik - baik saja ? Kelihatannya kamu tiba - tiba panik ? "

" Oh , ha . Aku baru ingat kalau hari ini aku masuk sama Pak Januar . Kamu tahu kan pak Januar gak bisa nengok muridnya telat . Sampai jumpa nantinya . " Sarah beranjak dari tempat Sasya sambil melambaikan tangan padanya .

Sementara itu , Sasya terlihat keheranan melihat perubahan tingkah laku temannya itu . Ia tak mau ambil pusing dengan hal itu , kemudian juga beranjak dari sana .

Di tempat Sarah , ia terlihat melangkah kakinya lebih cepat . Mungkin alasan yang diutarakannya tadi hanya bermaksud untuk mengusir temannya secara halus . Masih terngiang di pikirannya , kata - kata Sasya barusan . ' Jaket hitam ' dan ' penutup wajah ' , menggema , memenuhi ruang - ruang kosong di sela - sela otaknya .  Sarah yang masih fokus dengan langkahnya , melihat wanita memakai jaket hitam melewatinya , berlawanan arah . Ia hanya meninggalkan seulas senyum tipis yang perlahan pudar di bibirnya . Dia menghilang bersamaan dengan sebuah gumaman , lenyap oleh desiran angin .

" Bunuh dia ... "

Sarah bergeming . Kata - kata itu seakan merasuki dirinya , menguasai pikirannya untuk sesaat , sebelum ia melanjutkan perjalanannya .

Terang berganti gelap . Sasya baru saja melayat ke rumah temannya , Sari . Sebenarnya , ia ingin mengajak Sarah , tapi ia tak bisa karena ia harus pergi kerja kelompok , dan mungkin baru bisa pulang malam . Ia agak menyesal pulang malam - malam begini . Kalau bukan menerima ajakan pacarnya , Gionando , untuk jalan - jalan , ia tak pulang larut begini . Jalanan begitu sepi . Desauan angin berhembus , menyentuh bulu romanya . Sasya mengumpat pacarnya yang tidak mau mengantarkannya sampai ke rumahnya , pacarnya berdalih bahwa ia sedang buru - buru .

Di balik rerimbunan pohon , siluet hitam sedang menguntitnya dari belakang . Sebuah pisau tajam masih ia genggam di belakang tangannya . Ia berjalan pelan , mengikuti langkah kaki di depannya . Sasya merasakan ada seseorang yang mengikutinya , mencoba menoleh . Ia tak melihat apapun . Hanya bayangan dirinya yang selalu mengikuti dari belakang . Sasya menggidikkan bahunya sejenak , lalu berjalan lagi . Siluet hitam itu ternyata sudah berada dekat di belakangnya . Ia hanya menunggu timing yang tepat untuk menerjang incarannya itu .

Sasya merasakan seseorang sudah benar - benar di belakangnya . Namun , ia tak berani memastikannya . Dikumpulkan keberaniannya sedikit demi sedikit untuk melirik sekali lagi apa yang berada di belakangnya .

" Ayo ikuti aku ... "

Sebilah pisau melingkari leher jenjang gadis itu . Ia tak berkutik sama sekali . Dirinya terkunci dalam situasi yang mematikan seluruh pergerakannya . Ia hanya bisa menuruti perkataannya itu tanpa melakukan perlawanan yang berarti .

"AKKH ! "

Lolongan panjang memilukan itu seakan raib ditelan kesunyian malam di bawah pancaran sinar bulan .

Keesokan harinya , polisi melakukan identifikasi atas temuan mayat perempuan yang tergeletak di bawah pohon mahoni . Mereka menemukan identitas mayat perempuan itu , atas nama Sasya Indriani . Mayat perempuan berumur 20 tahun itu ditemukan telah tewas dengan luka tusuk di bagian perut dan dadanya . Genangan darah segar tampak membasahi tubuh langsingnya . Tim forensik sudah menyiapkan kantong jenazah untuk menggiring mayat itu ke rumah sakit guna pemeriksaan lebih lanjut .

Warga sekitar masih ramai melihat pihak kepolisian yang masih memeriksa tempat kejadian perkara . Mereka tak menyadari bahwa ada seseorang yang mengintai pusat keramaian itu .

" Kenapa ?! Kenapa dengan aku ??! " Dirinya berbalik sejenak . Tak henti - hentinya memandang nanar kedua tangannya yang gemetaran itu . Pergolakan hebat tengah mengguncang batinnya . Hati dan pikirannya saling berkecamuk . Kepalanya panas dan ia menjambak kecil rambutnya sendiri . Ia berpaling meninggalkan tempat itu dengan hati dipenuhi kekalutan . Ia tak mengerti . Dirinya terombang - ambing oleh ombak kebingungan dan keabsurdan menghempaskannya ke dalam  lubang kebimbangan .

Seorang wanita misterius melintas berlawanan ke arahnya . Sarah terpana . Sekarang ia bisa sedikit melihat sosok wanita tersebut . Kerlingan mata sekejap memandang dirinya membuat aliran darahnya membeku beberapa detik hingga ia bisa bergerak kembali setelah ia semakin menjauh darinya .

Sarah terlonjak mendapati dirinya ada di sebuah tempat yang tak terasa asing baginya . Ia melihat ada sekumpulan anak muda yang bergerombol sedang merundingkan sesuatu .

" Apakah kita sudah bisa menjalankan rencana kita ? " tanya salah satu perempuan yang berada di sana .

" Ya sudah bisa donk . Lagipula gua kesal banget sama itu anak . Belagak cantik , caper dan sok populis banget . "

Sarah menyipitkan matanya lalu mencoba mendekat . Ia ingin melihat dengan jelas siapa yang sedang berbicara di sana .

" Itu kan ... "

Sarah tercekat . Sesak bergemuruh di dadanya . Darahnya mengalir kencang berpacu dalam nadi . Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri , Sari , almarhumah temannya berada dalam gerombolan itu . Sarah berlari menuju teman - teman , tapi ada yang aneh , teman - temannya tak melihat keberadaannya , ia seperti hantu di tengah keramaian .

" Ngomong - ngomong , si Arini loe sekap di mana , Sya ? "

" Dia masih di gudang kok . "

" Gimana apa langsung kita bawa aja ke balkon terus kita jatuhin dia sana ? "

" Boleh juga ide lo . Lagian , gua gak sudi anggap dia sebagai anggota The Miraclious lagi . Yok kita cabut . "

Sarah tak menyangka bahwa yang membunuh Arini adalah teman - teman satu gengnya sendiri ' The Miraclious ' . Ternyata hal sepele ini yang membuat Arini sahabat baiknya dalam geng itu harus meregang nyawa secara mengenaskan 1 minggu yang lalu . Arini meninggal dengan tubuh bersimbah darah . Tulang tengkoraknya pecah . Dari sana , darah segar mengucur deras menggenangi lantai tempatnya tergeletak . Sarah hanya bisa menangis pilu , menyesal tak bisa menyelamatkan sahabatnya dari niat jahat kawan - kawannya tersebut .

" Maafin aku Arini , maafin aku ... aku gak bisa berbuat apa - apa buat nolongin kamu .. aku enggak pantas jadi sahabatmu . " ujarnya dalam tangis .

" Kamu tidak perlu menyesal seperti itu , Sarah . " suara mezosopran itu mengalihkan perhatian Sarah yang sembari tadi menangis .

" A-rini ? " Sarah tersentak .

" Kau sudah membantuku sejauh ini , Sarah . "

" Apa maksudmu ?! " Sarah meninggikan nada suaranya .

" Ya akulah dalang atas kematian mereka dan kau tahu ... tangan siapa yang sudah membunuh mereka ... " Arini membelalakan matanya . Ia memandang wajah Sarah sambil melebarkan senyum lebar di bibir pucatnya .

" Ja-ja-di ka-kau ? " Bibirnya gemetaran , kakinya sudah tak mampu menumpu berat badannya .

" Tidak ! Tidak Mungkin ! Aku tidak mungkin membunuh mereka ! " Sarah memekik keras , ia terenyak . Dirinya tak sanggup menerima kenyataan bahwa ia sendirilah yang membunuh temannya .

" Apakah kau tak menganggapku sahabatmu lagi , Sarah ! " hardik Arini .

Sarah terdiam .

Kemudian , sosok berpakaian hitam itu merasuki tubuh Sarah . Ia terbangun dari tidurnya . Matanya terbelalak , menatap tajam sekelilingnya . Ini bukan Sarah seperti biasanya . Bola matanya memerah , aura mistis menyeruak dari tubuhnya . Mulutnya menggumam , menggeram mengeluarkan erangan tak jelas . Dengan tergesa - gesa , ia mengeluarkan sesuatu dari laci pakaiannya , t'rus beranjak dari sana .

Hamparan langit hitam terbentang di angkasa , tak ada satupun bintang - bintang terang menghiasi malam mencekam . Suara jangkrik mengalun seirama bagai okestra dipandu oleh dirigen ahli . Semburat cahaya putih turun menyinari apa saja yang dinaunginya . Sepasang manusia berlainan jenis sedang asyik bercanda , tertawa lepas , tak menghiraukan sunyinya malam yang membuat buluk kuduk merinding .

" Sayang , aku senang malam ini bisa berdua dengan kamu . " ujar Andi sambil mengelus - elus lembut rambut hitam yang tergerai di hadapannya .

" Aku juga sayang . Walaupun cahaya lampu taman meremang , kalau ada kamu taman ini serasa ada yang menerangi ." ucap Fitri yang malu - malu , wajahnya bersemu .

Sepasang mata memandang mereka penuh amarah di dada . Ia meremas - remas kuat pisau yang berada digenggamannya lalu beranjak dari tempat persembunyian gelapnya . Ia mempercepat langkah kakinya menuju tempat di mana sepasang muda - mudi sedang asyik memadu kasih . Kini ia sudah berada di hadapan mereka . Mereka sontak kaget , seorang misterius memegang pisau kini sudah terancung di depan mata mereka . Dengan kasarnya , ia menarik kerah baju sang lelaki dan mencampakkannya ke tanah . Lelaki itu terjengkang , secepatnya ia berusaha untuk berdiri . Tapi naas , gadis itu langsung melompat ke tubuh lelaki dan siap menghujamkan pisau itu ke tubuhnya .

Untung gadis yang berada di belakangnya , dengan sigap memegang tangan perempuan itu , berusaha menahan agar terjangan pisau itu tak mengenai tubuh kekasihnya tersebut .

" Lepaskan tanganku ! " bentak gadis yang memegang pisau itu .

Sementara tangan kanannya masih dipegang oleh Fitri , gadis tersebut menggunakan tangan kirinya untuk mencekik leher pria itu . Pria yang terdesak itu , berusaha meninju wajah gadis itu agar ia mau melepaskan cengkraman di lehernya itu , namun tak sedikit itu pukulannya membuatnya merasa sakit , malah ia semakin menguatkan cengkraman tangannya , membuat pria itu mulai kehabisan nafas .

Dengan sekali hentakan saja , membuat Fitri terjerembab . Ia memekik kecil  , menahan rasa sakit yang diterimanya .

" AKHH ! "

Pria itu meronta keras . Pisau tajam itu berulang kali menghujam tubuhnya . Raut wajahnya tak sanggup menyimpan rasa perih luar biasa yang mendera badannya . Tak sanggup ia bertahan lagi hingga ia sudah berhenti menghembuskan nafasnya . Malaikat maut sudah menjemput jiwanya menuju peristirahatan yang abadi di akhirat sana .

" Andiiii .... !! "

Gadis itu menolehkan kepalanya ke tempat Fitri . Bercak darah kering menghiasi wajah mulusnya . Pandangan begitu mengerikan . Sorot matanya menyiratkan kebencian membara yang takkan ada habisnya dan nafsu membunuh yang begitu kuat , membuat Fitri merinding ngeri ketika ia mulai mendekati dirinya .

" Kamu ... SARAH ! " pekik Fitri seolah tak percaya kalau yang berada di hadapanya saat ini adalah teman satu gengnya " The Miraclious " yang kini sudah siap menjadi malaikat pencabut nyawa untuknya .

" Tapi kenapa kau lakukan ini ? " Fitri hanya memelas . Wajahnya putih memucat menunjukkan bahwa keputusasaan sudah mengusai dirinya .

Sarah mendengus kecil mendengar ucapan temannya itu . " Jadi kau tidak tahu apa yang kalian lakukan ... dasar bedebah ! " Emosinya berkumpul jadi satu di tangannya , membuat tangan kirinya melayang , mendaratkan tamparan keras itu di pipinya .

" Aukh ! " Cap tangan itu kini sudah tampak jelas membekas di pipi wanita itu . Fitri meringis sambil mengelus pipinya yang masih masih perih karena ditampar oleh temannya sendiri .

" Kalian mendorongnya dari balkon gedung kuliah hanya karena dia disukai oleh anak lelaki di kampus dan ... Fandy "

Mendengar nama ' Fandy ' , membuat Fitri tercengang . Seketika aliaran darahnya terhenti . Nama itu seakan menghubungkan sesuatu yang telah lama ia kubur dalam - dalam di pikirannya .

" Ka-ka-kamu ... A-a-ari-ri-ni ?! "

Sarah tersenyum kecut ketika temannya menyebutkan nama yang sudah tak asing lagi baginya . Sementara itu , Fitri terperanjat mengetahui bahwa Arini sedang berbicara , walaupun di hadapannya sendiri adalah Sarah . Arwah Arini yang menuntut balas dendam atas kematiannya dengan memakai tubuh Sarah . Memikirkan hal ini , membuat irama nafasnya berhembus tak karuan dan ia merasa aliran darahnya tersendat - sendat .

" a..a..ak..aku bi..bisa je..jelaskan ini ... " Fitri menarik nafas dalam - dalam , mencoba menenangkan dirinya di situasi yang hendak mengancam jiwanya .

" Sudah terlambat bodoh ! Kini tibalah waktumu menyusul mereka semua ! " Sarah memperlihat pisau yang berlumuran darah kering itu . Pisau itu sudah siap jika harus mencabut satu nyawa seorang manusia lagi .

" Jangan ... "

Fitri hanya mendelik saat ia menyadari pisau itu sudah bersarang di perutnya . Dari mulutnya , sudah mengalir darah segar yang kini memenuhi bibirnya . Belum puas rasanya , Sarah mencabut pisaunya dan menusuk ke bagian dadanya , berkali - kali , hingga ia kehabisan darah .

Tubuh lemas bersimbah darah itu sudah tergeletak di atas tanah . Tawa kemenangan menggema dari mulut sang gadis , ia puas melihat korbannya tak berdaya lagi di hadapannya . Kesenangannya ini terganggu ketika seseorang datang menondongkan pistolnya ke kepalanya .

" Angkat tanganmu ! "

Sarah refleks mengangkat tangannya , mendengar perintah yang diucapkan dari belakang . Ia melirik perlahan kebelakang dan ternyata ...

" Fandy ! "

" Arini , hentikan semua ini . Kamu sudah membunuh semua teman - temanmu dengan memakai raga Sarah dan sekarang kumohon keluarlah dari raga Sarah . " tutur Fandy .

" Tidak Fandy . Aku tidak ingin keluar dari tubuh ini . Jika kau ingin membunuhku , maka bunuhlah aku bersama dengan gadis ini . "

" Sadarilah Arini , kau sudah salah langkah . Kembalilah ke alammu . "

" Tidak Fandy . Aku tidak mau ! Aku terlanjur mencintaimu dan dengan memakai tubuh inilah akau bisa menemuimu , Fand . Apakah kau tidak mencintaiku lagi ? " Tatapannya yang garang kini berubah lembut sayu , kasih sayang terpancar dari bola matanya yang jernih .

" Aku memang mencintaimu , Arini . Tapi lihatlah . Kita sudah berbeda dunia . Takkan mungkin kita bisa bersatu . " Fandy berbicara pelan - pelan , membujuk agar ia mau menghentikan niatnya tersebut .

" Kau sudah berubah , Fandy .. " Sarah memalingkan kepalanya sambil menunduk rendah .

" Maafkan aku , Arini ... " ujar Fandy .

" kalau begitu ... MATILAH KAU ! " Sekejap saja , Sarah mendongakkan kepalanya , ia langsung mengangakat pisaunya tinggi bersiap untuk menikamnya .

Secepat kilat , Fandy memegangi tangan kiri - kanannya dengan kedua tangannya . Tenaga Sarah cukup kuat , mungkin seimbang dengan dirinya . Hampir - hampir , mata pisau yang dingin itu menyentuh kulitnya , tapi Fandy berhasil mendesaknya , hingga itu terjengkang ke tanah .

Tak butuh waktu lama , Sarah bangkit berdiri , ia sudah siap menyerang Fandy lagi . Pisau yang berada di tangannya digenggamnya erat - erat agar tak lepas dari genggamannya . Sarah menyongsong Fandy yang sedang memegang sesuatu di dalam kantong celana panjangnya .

Dorr !

Sebutir timah panas menembus dada Sarah . Ia membelalakan matanya , tangannya memegengi dadanya yang mulai mengalir darah segar di sana .

" Aku terpaksa melakukannya , Sarah , maafkan aku ... selamat tinggal . " Fandy memasukkan kembali pistolnya ke dalam saku celanannya , seraya berlalu meninggalkan Sarah yang sudah ambruk di atas tanah .

Fandy melirik ke kanan - kirinya , manatahu ada orang selain dia yang melihat kejadian ini - sepi , hanya dia seorang saja yang berada di taman itu .

Sarah sudah terkapar lemah , tak melihat seseorang pun di sana . Fandy sudah pergi . Pandangannya mulai terlihat buram . Hanya samar - samar sekelebat bayangan hitam sedang  berdiri di hadapannya .

" Kau akan menjadi temanku di neraka nanti , Sarah . " pungkas sosok itu sembari menghilang dari pandangannya . Kini semuanya betul - betul gelap , ia tak merasakan jiwanya berada di raganya lagi .

the end

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun