Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lukisan Terkutuk

23 Februari 2015   23:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:38 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tidak ada siapapun di luar sana . Yang ada hanyalah , hamparan luas kegelapan yang menutupi semesta dan suara jangkrik dan kodok bersahutan . Ia mendesah keras melihat keanehan yang terjadi dan beralih ke sofanya .

Matanya tak sengaja menangkap sekelebat bayangan melintasi ruang dapurnya . Ia tercekat seketika . Pikirannya menyuruhnya untuk mengikuti ke mana bayangan itu pergi . Sesampainya ia di dapur , ia menyalakan kontak lampu dan mengamati sekelilinginya - kosong . Tak ada apapun yang mencurigakan , selain piring bekas yang tergeletak di sana . Dirinya mulai terusik dengan hembusan angin yang meniup tengkuknya . Tak betah rasanya berlama - lama di sana . Ia mengambil langkah seribu meninggalkan dapur .

Kejadian aneh yang menimpa dirinya , membuat rasa takut perlahan menguasai pikirannya . Ia berniat untuk mematikan TV nya dan cepat - cepat pergi ke kamar tidurnya .

TV yang menyala itu kini mati ketika ia menekan tombol OFF pada papan remote . Saat meletakkan remote itu di atas TV , telinganya mendengar suara lirih amat pilu dan menoleh ke samping .

Ya Tuhan !

Sesosok wanita dengan long dress kuning pisang lusuh berbau tanah , tengah menatap garang ke arahnya . Wajahnya pucat pias , bola mata terbeliak hampir keluar dan leher membusuk itu mengeluarkan aroma amis darah . Ia tak sanggup menahan rasa mual yang bergejolak di perutnya dan muntahannya mengotori lantai .

Ia terus mendekat dengan langkah tertatih menuju ayah . Tatapannya tak bisa lepas darinya . Ia hanya bisa menyaksikan kengerian makhluk itu karena kedua kakinya bagaikan menyatu dengan lantai . Ia menyunggingkan seringai lebar menyeramkan menatap ketidakberdayaannya . Degupan jantung keras dan tak beraturan seperti mau meledak . Darahnya berdesir deras mengalir ke ujung kepalanya . Bulir - bulir keringat jagung membasahi wajahnya , ia tak tahan lagi dengan semua kengerian yang dialaminya . Makhluk itu tinggal dua jengkal dari hadapannya .

Keajaiban pun datang . Ia kembali bisa menggerakkan kembali tubuhnya . Namun naas . Saat ia coba berlari , ia tak menyadari ada tembok di belakangnya . Kepalanya berbentur keras dengan tembok itu , membuat darah segar mengucur dari keningnya . Ia meringis kesakitansebelum dirinya tergelak tak berdaya bersandar di dinding . Makhluk itu tertawa cekikikan , puas menyaksikan kesengsaraan yang ditanggungnya , makhluk itu lenyap .

Keesokan harinya , Endra sibuk mencari keberadaan ayahnya untuk meminta uang jajan . Ia tak menemukan ia di kamarnya , namun dirinya teringat bahwa ayahnyasemalam menonton pertandingan bola di ruang tamu . Mungkin saja ayah ketiduran di ruang tamu dan dirinya berniat membangunkannya .

Setiba di sana , ia terperanjat . Ayahnya tergeletak tak sadarkan diri di ruang tamu . Wajahnya tertutup darah kering yang mengalir dari keningnya . Endra panik dan langsung membuka pintu , meminta pertolongan pada orang - orang yang kebetulan melintas di jalan .

Dirinya masih cemas menunggu hasil pemeriksaan dokter . Tak henti - hentinya ia  berdoa dan memohon pada Tuhan agar keadaan ayah baik - baik saja dan dokter sudah keluar dari ruang pemeriksaan .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun