Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lukisan Terkutuk

23 Februari 2015   23:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:38 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lukisan seorang perempuan yang sedang duduk manis di sebuah sofa kecil berlengan dengan posisi tangan terlipat menumpu dagu dan kepala dimiringkan sedikit ke kiri , ditambah dengan goresan kuas yang rapi dan proposional , membuat lukisan dengan gaya klasik itu memikat mata ayahku .

" I-i-tu tidak dijual ! " jawab lelaki itu terbata .

" Apa maksudmu tidak dijual ? Lalu apa gunanya dipajang kalau tidak dijual  ?! " pekik ayah .

" Seseorang memberikannya padaku secara percuma dan berpesan bahwa lukisan itu tidak boleh dijual . " ujar lelaki itu serius .

" Saya akan bayar berapapun untuk lukisan itu ! " Ayah tetap bersikeras untuk membeli lukisan itu .

Si penjual hanya menggeleng mendengar penawaran sang pembeli .

Melihat reaksi si penjual yang tak tertarik dengan tawarannya , ayahnya geram dan  langsung mengeluarkan 30 lembar uang 100 ribuan  dari dalam dompetnya dan diletakkan langsung di atas  telapak tangan sang penjual . Tanpa banyak kompromi , ayahnya langsung mengambil lukisan itu dan menyuruhnyaberanjak dari sana.

" Satu pesanku kepada kalian , jangan pernah sekalipun menatap lukisan itu jam 11 malam , jika kalian melanggarnya , aku tak jamin kalian bisa selamat . " pungkas sang penjual . Raut wajah penuh ketegangan seolah menyakinkanku bahwa apa yang dikatakannya benar .

" Jangan dengarkan dia , nak . Dia hanya ingin menakut - nakutimu . " tukas ayah . Tapi Endra tak sependapat dengan perkataan ayahnya - biarlah ia pun juga tak mau ambil pusing dengan hal itu .

Supra X 125 itu sudah terparkir di depan teras rumahnya . Rumah yang tak terlalu besar dengan ukuran 12 x 15 meter cukup untuk mereka tinggali . Tak terlalu berdempetan dengan rumah tetangga . Di halaman yang cukup luas itu , mereka menanam pohon mangga dan beberapa tanaman hias agar suasana rumah lebih semarak .

Ayah mengambil kunci rumah dan menekan gagang pintu . Terlihatlah beberapa lukisan koleksi ayah di ruang tamu , ia tidak bisa menceritakan satu per satu , yang pasti , dirinya lebih menyukai gambar seorang ksatria gagah berpedang menunggangi seekor kuda .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun