Dia :Â Huhuy! (bersiul)
Aku :Â Kenapa? Kau tidak suka? Aku tulus. Aku jarang mempunyai teman.
Dia :Â Huhuy! (bersiul)
Aku :Â Kau aneh sekali, tapi justru aku semakin merasa bahwa kita memang pernah bertemu, entah di mana, atau mungkin kau bisa menjelaskannya padaku? Memang akhir-akhir ini otakku melemah dan aku sering sekali lupa. Kau tahu, kalau aku meletakkan tanganku ini di atas kepalaku, beberapa menit kemudian aku akan mencari-carinya (tertawa).
Dia :Â Kau sudah mengenalku, tentu saja. Aku teman semua orang sepertimu.
Aku :Â (tersenyum senang) Pantas saja, tapi aku memang benar-benar lupa. Kaupun seorang pelupa?
Dia :Â Tidak juga, tapi aku suka membuat orang lupa (tertawa).
Aku :Â (tertawa tapi tidak terlalu mengerti apa yang dimaksud).
Dia :Â Kulihat semalam kau berdoa sebelum tidur. Satu pemandangan yang benar-benar baru buatku. Kau jadi anak manis, eh?
Aku :Â Semalam? Pemandangan baru? (menggaruk-garuk kepala) He, kau tahu dari siapa? Orang-orang itu yang menceritakannya? Atau kau memang telah mengamatiku sejak lama? Aku jadi benar-benar curiga.
Dia :Â Aku melihat sendiri, bahkan aku mendengar doamu yang putus-putus itu. Tapi terus terang, baru kali itulah aku melihatmu berdoa.