Dia :Â (tertawa) Kau tidak melawan?
Aku :Â (masih sedikit meronta) Tolong aku!
Dia : Sst! Setelah ini pil-pilmu akan semakin sering kau minum. Aku akan jarang mengunjungimu. Tapi aku yakin, suatu saat nanti aku akan menemuimu lagi dan kita akan melakukan permainan yang asik lagi seperti membunuh anjing-anjing itu. Ah, kenapa kau diam saja? Lihatlah, beberapa anjing sedang mengikatmu. Kau benci anjing, bukan? Kenapa tidak kau bunuh mereka? Lihatlah, mereka anjing-anjing yang sangat besar dan ganas!
Aku :Â (berteriak-teriak dan meronta sekuat tenaga dalam pengaruh obat penenang yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah di leher) Tolong aku! (makin melemah, tapi pada satu kesempatan, leher salah satu dari anjing-anjing itu berada sangat dekat)
Dia :Â Ayo, jangan ragu-ragu! Terkam saja dengan mulut dan gigimu leher yang terbuka itu. Satu kesempatan yang bagus. Dan ingatlah, mereka memang berniat untuk membalaskan kematian anjing-anjing di samping rumahmu dulu itu dengan menahanmu di sini dan membuatmu menderita dan mati pelan-pelan..
Aku :Â (membuka mulut, sedikit mengangkat kepala dan mengigit leher salah satu anjing itu)
Darah menyembur kemana-mana. Mulut dan wajahku belepotan darah segar, sebagian bahkan memasuki lubang hidungku, tapi leher anjing itu semakin manis rasanya sehingga aku tidak juga melepasnya. Anjing yang malang itu menggelepar dan saat itu kurasakan sebuah hantaman melanda kepalaku. Rasanya seperti kejatuhan blarak kering dari pohon kelapa yang ada di belakang rumahku. Gigitanku terlepas dan anjing itu jatuh menggelosor ke lantai.
Dia :Â (tertawa) Kau memang jenius!
Aku :Â (pelan-pelan hilang kesadaran)
Dia :Â Selamat tidur, Saudara!
Cigugur, 12 Maret 2011