"Iya sama-sama," jawab tukang becak paruh baya yang memakai topi bundar dan handuk yang penuh peluh di lehernya.
        Mardiyah, ibu Cahaya yang juga bibi dari Jamilah menyambut kedatangan anak dan keponakannya tersebut. "Ayo masuk. Anak majikan kamu ta ini?" tanya Mardiyah.
"Nemu di jalan," jawab Jamilah dengan tertawa terbahak-bahak. Cahaya hanya diam.
Mardiyah masih menganggap bahwa pemuda tampan yang pulang bersama anak dan keponakannya itu adalah anak majikan Jamilah. Heru, pemuda tampan dan ramah seakan sudah sangat terbiasa menghadapi orang tua. Dengan akrab dan tanpa kendala dia mengobrol dengan Mardiyah, ibu Cahaya dengan ramahnya.
        "Ayo makan dulu seadanya. Tadi ibu masak sayur asem dan ikan lentho kacang ijo, ikan asin dan sambel trasi," ajak ibu Cahaya dengan ramah kepada tamunya.
Heru pun tidak menolak, segera ia menuju dapur dan makan tanpa rasa sungkan. Setelah sekian lama mengobrol akrab, Heru akhirnya pamit pulang. Waktu itu hampir pukul dua belas siang. Cahaya mengeluarkan motor Yamaha Alfa warna hitam untuk mengantar Heru sampai di jalan raya Peterongan. Heru yang dari tadi tampak menikmati suasana pamit bersalaman kepada seluruh penghuni rumah, kecuali Abdul, bapak Cahaya yang memang saat itu sedang tidak ada di rumah. Hanya Cahaya, Jamilah serta kakak perempuan Cahaya.
        Heru segera mengambil motor yang dibawa Cahaya. Ia segera pamit dan mengucapkan salam. Cahaya naik di boncengan Heru. Cahaya menunjukkan jalan yang berbeda kepada Heru dengan jalan ketika pulang nail becak tadi.
        "Ini lurus, belok kiri lurus terus belok kanan," perintah Cahaya kepada Heru. Begitu seterusnya setiap ada belokan.
        Di tengah perjalanan, sambil menyetir motor Yamaha alfa hitam tahun 95, Heru yang dari tadi membawa motor dengan santainya menarik tangan Cahaya dan merangkulkan di pinggangnya. Cahaya menolaknya.
        "Aku sebenarnya ingin serius dengan kamu. Maukah kau serius denganku? Aku tertarik kepadamu sejak pertama kali bertemu di setasiun Semut Surabaya. Aku sudah memperhatikanmu lama. Tapi kau tak menyadari," terang Heru.
        Kembali tangan kiri Heru menarik tangan Cahaya sambil tangan kanannya menyetir motor dan merangkulkan di pinggangnya. Kali ini Heru memegang tangan Cahaya dan tidak melepaskan agar selalu berada di pinggangnya. Cahaya yang dari tadi ingin melepaskan akhirnya pun pasrah saja.