PENEGAKAN HAM DAN PEMBERANTASAN KORUPSI
Pembicaraan mengenai HAM tidak terlepas dari adanya pengakuan terhadap
adanya hukum alam (natural law) yang merupakan cikal bakal munculnya hukum
HAM. Menurut G. Singer menyatakan, bahwa “hukum alam merupakan suatu konsep
dari prinsip-prinsip umum moral dan sistem keadilan dan berlaku untuk seluruh umat
manusia.1
Secara obyektif prinsip perlindungan terhadap HAM antara negara satu dengan
negara lain adalah sama, tetapi secara subyektif dalam pelaksanaannya tidak demikian,
artinya pada suatu waktu ada persamaan hakikat terhadap apa yang sebaiknya
dilindungi dan diatur, tetapi pada saat yang bersamaan ada perbedaan persepsi HAM
antara negara yang satu dengan negara yang lain.2
Sejak ditetapkannya peraturan Tata Tertib Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
yang baru, melalui keputusan komnas HAM Nomor 13/KOMNASHAM/IV/2004 yang
ditetapkan tanggal 29 April 2004, Sub Komisi Komnas HAM ini telah diubah menjadi
tiga sub Komisi, yaitu: Subkomisi Hak Sipil dan Politik (Sipol); Subkomisi Hak
Ekonomi Sosial, dan Budaya (Ekosob); dan Subkomisi Perlidungan Kelompok
Khusus. Saat ini, melalui tiga Subkomisi inilah fungsi-fungsi Komnas Hak AsasiManusia, seperti yang diatur dalam Pasal 76 dan Pasal 89 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusi dijalankan.
Namun, dalam kaitannya dengan penegakan dan perlindungan Hak Asasi
Manusia, pada pernyataannya selama Indonesia menghirup segarnya udara
kemerdekaan, di mana lembaga-lembaga khusus yang bertujuan untuk menegakkan
dan mengawasi pelaksanaan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia telah
didirikan seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS Hak Asasi
Manusia), pelaksanaan penghormatan, perlingdungan atau pengakuan Hak Asasi
Manusia masih perlu untuk dibenahi, sebab jaminan terhadap Hak Asasi Manusia
tersebut masih dirasa jauh dari memuaskan. Hal tersebut dapat ditemui dari beberapa
kejadian yang berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, penganiayaan,
perkosaan, penghilangan paksa bahkan pembuhunan, pembakaran rumah tinggal dan
tempat ibadah. Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik
dan aparat negara yang seharusnya menjadi tameng untuk menegakkan hukum,
pemelihara keamanan dan perlindungan rakyat, tetapi justru mengintimidasi paksa
bahkan pada klimaksnya menghilangkan nyawa seseorang.
Selama ini, keberadaan Komnas Hak Asasi Manusia terkesan belum
menjalankan fungsinya secara optimal. Komnas Hak Asasi Manusia seakan-akan selalu
muncul terlambat dalam penegakkan dan penghormatan Hak Asasi Manusia.
Seyogyanya Komnas Hak Asasi Manusia tidak hanya muncul setelah terjadinya
pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia, tetapi juga muncul sebagai tameng untuk
membendung laju pelanggaran Hak Asasi Manusia dengan melakukan serangkaian
upaya berupa sosialisasi mengenai pemahaman ata Hak Asasi Manusia.
Upaya perlindungan Hak Asasi Manusia penekanannya pada berbagai tindakan
penegakan terhadap terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Perlindungan Hak
Asasi Manusia terutama melalui pembentukkan instrumen-instrumen dan kelembagaan
Hak Asasi Manusia juga dapat melalui berbagai faktor yang berkaitan dengan upaya pencegahan Hak Asasi Manusia yang dilakukan individu maupun masyarakat dan
negara.
Penegakan Hak Asasi Manusia dapat dilakukan melalui jalur hukum dan jalur
politik. Maksudnya terhadap siapapun yang melanggar Hak Asasi Manusia, maka
diupayakan menindak secara tegas para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia
tersebut.
Korupsi adalah masalah yang sangat serius yang dapat memiliki konsekuensi
yang sangat merugikan bagi kita dan negara. Korupsi dapat merusak sistem
pemerintahan dengan merusak kepercayaan publik. Ketika orang melihat bahwa
pejabat publik terlibat dalam korupsi, mereka mungkin kehilangan kepercayaan pada
sistem pemerintahan secara kesuluruhan. Ini dapat mengarah pada penurunan
partisipasi dalam proses demokrasi dan meningkatkan ketidakpuasan dengan
pemerintah.
Korupsi juga dapat merusak sistem pemerintahan dengan merusak sistem
pengawasan akuntabilitas. Ketika pejabat publik terlibat dalam korupsi, mereka
mungkin mencoba dengan cara-cara seperti menghancurkan catatan atau menean orang
yang mencoba mengungkapkan korupsi. Korupsi juga dapat merusak keadilan dalam
pemerintahan. Ketika pejabat publik terlibat dalam korupsi, mereka bisa saja
menggunakan kekuasaan mereka sebagai alat untuk memanipulasi sistem keadilan dan
memastikan bahwa mereka tidak dihukum atas tindakan korupsi yang mereka lakukan.
Ini dapat membuat orang kesulitan dalam mendapatkan keadilan dan menghukum
pejabat publik yang terlibat dalam korupsi. Selain merusak sistem pemerintahan,
korupsi juga dapat memiliki konsekuensi ekonomi.
Korupsi juga dapat menyebabkan ketidakstabilan politik, karena mereka yang
melakukan atau terlibat dalam korupsi akan mencoba mempertahankan kekuasaan
mereka dengan cara yang tidak etis. Ini dapat mengarah pada konflik, ketidakstabilan,
dan bahkan kekerasan.
Mengapa orang melakukan korupsi, jawabannya dan latar belakangnya juga
multikompleks. Terdapat beberapa pendapat dan teori-teori yang menjelaskan
timbulnya praktik korupsi yaitu:3
1. Teori Klitgaard
Menurut teori Robert Klitgaard, monopoli kekuatan oleh pimpinan
(monopoly of power) ditambah dengan besarnya kekuasaan yang dimiliki
(discretion of official) dan tanpa adanya pengawasan yang memadai (minus
accountability) maka hal tersebut menjadi pendorong terjadinya korupsi.
Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi otonomi daerah telah
menggesar praktik korupsi yang dahulu hanya didominasi oleh pemerintah
pusat (saat itu kekuasaan ada pada pemerintah pusat) kini menjadi marak terjadi
di daerah (karena otonomi daerah telah memberikan kekuasaan kepada
pemimpin di daerah). Hal ini selaras dengan teori Klitgaard bahwa kaorupsi
mengikuti kekuasaan.
2. Teori Ramirez Torrez
Sementara itu, teori Ramirze Torrez menyatakan bahwa korupsi adalah
kejahatan kalkulasi atau perhitungan (crime of calculation) bukan hanya
sekedar keinginan (passion). Seseorang akan melakukan korupsi jika hasil yang
didapat dari kaorupsi lebih tinggi dan lebih besar dari hukuman yang didapat
serta kemungkinan tertangkapnya yang relatif kecil.
3. Teori Jack Bologne (GONE)
Menurut teori Jack Bologne (GONE) akar penyebab korupsi ada 4
(empat), yaitu:
a) Greedy (keserakahan), berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang
secara potensial ada pada diri setiap orang.
b) Opportunity (kesempatan), berkaitan dengan keadaan organisasi atau
instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan
bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
c) Need (kebutuhan), berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh
individu-individu untuk menunjang hidupnya.
d) Exposures (pengungkapan), berkaitan dengan tindakan-tindakan atau
hukuman yang tidak memberi efek jera pelaku maupun masyarakat pada
umumnya.
Pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama guna meninggalkan
kesejahteraan rakyat dan kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta
dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Oleh karena itu kebijakan optimalisasi
pemberantasan korupsi harus ditindaklanjuti dengan strategi yang komprehensif,
integral, dan holistik agar benar-benar dapat mencapai hasil yang diharapkan.
Penegakan hukum yang konsisten dan terpadu sangat penting bagi terwujudnya
pilar-pilar keadilan dan kepastian hukum. Pilar-pilar keadilan dan kepastian hukum
merupakan pondasi utama berjalannya proses demokratisasi. Demokratisasi
merupakan salah satu prinsip dari tata kelola pemerintahan yang baik, sebab
demokratisasi membuka ruang bagi masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam
penyelenggaraan negara. Selain itu, kepastian hukum juga sangat diperlukan bagi
kalangan usaha dalam berinvestasi dalam suatu negara. Sebab tanpa adanya kepastian
hukum, maka resiko berusaha tidak dapat diprediksi sehingga dapat menurunkan iklim
investasi. Kecilnya angka investasi akan memperkecil lapangan kerja baru bagi
masyarakat, sehingga akan terjadi banyak pengangguran yang berpotensi menimbulkan
ancaman dan gangguan bagi keamanan.
Selanjutnya, penegakan hukum yang konsisten dan terpadu juga akan
membawa kemanfaatan bagi masyarakat yaitu timbulnya efek jera, sehingga dapat
mencegah seseorang yang hendak melakukan korupsi. Manfaat lainnya ialah
tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap upaya penegakan hukum dan aparatur
penegak hukum, sehingga dukungan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum
akan menguat. Sebaliknya bila terjadi inkonsistensi dan ketidakterpaduan dalam
penegakan hukum, masyarakat akan menilai bahwa dalam proses penegakan hukum
terjadi tarik menarik kepentingan, sehingga kepercayaan kepada penegak hukum akan melemah. Implikasinya, hal ini akan melemahkan budaya hukum dan kepatuhan
terhadap hukum oleh masyarakat.
Dengan demikian tidak seharusnya pemberantasan tindak pidana korupsi hanya
ditumpukan pada satu lembaga saja. Bahkan para penegak hukum sadar akan
pentingnya keterpaduan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dengan
dituangkannya suatu kesepakatan bersama antara Kejaksaan RI, Polri, dan KPK
Nomor: KEP-049/A/JA/03/2012, B/23/III/2012, Nomor : SPJ-39/01/03/2012, tanggal
29 Maret 2012.4 Adapun ruang lingkup kesepakatan bersama tersebut meliputi :
a) Pencegahan tindak pidana korupsi;
b) Penanganan perkara tindak pidana korupsi;
c) Pengembalian kerugian negara perkara tindak pidana korupsi;
d) Perlindungan hukum bagi pelapor dan saksi pelaku yang bekerjasama (whistle
blower atau justice collaborator) dalam pengungkapan tindak pidana korupsi;
e) Bantuan personil dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi;
f) Pendidikan/pelatihan bersama dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi;
g) Jumpa pers dalam rangka penanganan perkara tindak pidana korupsi.
1 Dede Rosyada, dkk., Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Prenada Media,
Jakarta Timur, 2003, hlm. 202
2 Muhammad Amin Putra. Eksistensi Lembaga Negara Dalam penegakan Ham Di Indonesia. Fiat
Justisia Jurnal Ilmu Hukum. Vol 9. No 3. 2015. Hal 4
3 Dikutip dari http://sutardjo70.wordpress.com/2011/12/22/memahami-korupsi-untuk-tidak korupsi,
diakses tanggal 11 April 2014.
4 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1996, hlm. 115
Sebenarnya korupsi sudah ada sejak lama terutama sejak manusia pertama kali menganut tata kelola Adminitrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi tidak lepas dari kekuasaan, berokrasi, ataupun pemerintahan.
Korupsi juga sering dikaitkan pemaknaannya dengan politik. sekalipun sudah dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar hukum, pengertian korupsi dipisahkan dari bentuk pelanggaran hukum lainnya. Selain mengaitkan korupsi dengan politik, korupsi juga dikaitkan dengan social perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional, kesejahteraan social dan pembangunan nasional. Begitu luasnya aspek-aspek yang terkait dengan korupsi, sehingga organisasi internasional, seperti PBB memiliki badan khusus yang memantau korupsi dunia.
Dasar atau keadaan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi adalah memahami pengertian korupsi itu sendiri. Pada bagian ini dibahas mengenai pengertian korupsi berdasarkan definisi-definisi umum dan pendapat para ahli.
Ada beberapa pendapat para, di antaranya adalah :
Corruptie adalah korupsi, yakni perbuatan curang.
Perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan Negara (Subekti dan Citrisoedibio)
Menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi dibidang ekonomi, dan yang menyangkat bidang kepentingan umum.
Hal ini diambil dari definisi “financial” manipulations and deliction injurious to the economy are often labelet corrupt”. (Baharudin Lopa-mengutip pendapat Dafid M. Chalmers).
Dalam hal ini banyak masyarakat mengatakan bahwa khususnya korupsi di Negara Indonesia memang benar sudah membudaya sejak zaman dahulu, bahkan sebelum dan sesudah kemerdekaan, baik di Era Orde Lama, Orde Baru, bahkan berkelanjutan hingga di Era Reformasi sekarang ini bahkan berbagai cara da upaya telah banyak dilakukan untuk mencegah dan memberantas korupsi, akan tetapi hasilnya belum memadai dan banyak orang mengatakan hasilnya masih jauh sekali dari harapan yang dinginkan oleh semua orang.
Korupsi adalah masalah yang sangat serius yang dapat memiliki konsekuensi yang sangat merugikan bagi kita dan negara. Korupsi dapat merusak sistem pemerintahan dengan merusak kepercayaan publik. Ketika orang melihat bahwa pejabat publik terlibat dalam korupsi, mereka mungkin kehilangan kepercayaan pada sistem pemerintahan secara kesuluruhan. Ini dapat mengarah pada penurunan partisipasi dalam proses demokrasi dan meningkatkan ketidakpuasan dengan pemerintah.
Korupsi juga dapat merusak sistem pemerintahan dengan merusak sistem pengawasan akuntabilitas. Ketika pejabat publik terlibat dalam korupsi, mereka mungkin mencoba dengan cara-cara seperti menghancurkan catatan atau menean orang yang mencoba mengungkapkan korupsi. Korupsi juga dapat merusak keadilan dalam pemerintahan. Ketika pejabat publik terlibat dalam korupsi, mereka bisa saja menggunakan kekuasaan mereka sebagai alat untuk memanipulasi sistem keadilan dan memastikan bahwa mereka tidak dihukum atas tindakan korupsi yang mereka lakukan. Ini dapat membuat orang kesulitan dalam mendapatkan keadilan dan menghukum pejabat publik yang terlibat dalam korupsi. Selain merusak sistem pemerintahan, korupsi juga dapat memiliki konsekuensi ekonomi.
Korupsi juga dapat menyebabkan ketidakstabilan politik, karena mereka yang melakukan atau terlibat dalam korupsi akan mencoba mempertahankan kekuasaan mereka dengan cara yang tidak etis. Ini dapat mengarah pada konflik, ketidakstabilan, dan bahkan kekerasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H