Nisa tidak bisa berkata-kata. 'Andai kamu tau Nathan, bahwa tembok diantara kita ini sangat tinggi sekali. Kamu sudah menciptakan tembok yang terlalu tinggi, bahkan aku pun gak sanggup buat melewatinya.'
Nathan masih menatap Nisa dengan pandangan yang sangat berharap.
"Hanya kamu orang yang tidak berteriak-teriak histeris ketika melihatku lewat. Dan aku ingin dekat dengan orang yang cukup melihat diriku sebagai 'hanya aku', bukan dari diriku ketika di lapangan. Jadi kamu mau ya?"
Nisa menarik nafas panjang berulang kali, namun akhirnya dia mencoba untuk memberikan Nathan kesempatan. Dia akan mencoba memanjat dan menakhlukkan tembok tinggi itu, entah dengan cara apa nanti.
"Baiklah, aku akan temani kamu semampuku. Kita jalani pelan-pelan ya."
Dan kemudian Nathan tersenyum manis sepanjang jalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H