Akal A'dzam adalah akal wahyu, maka dari itu manusia bersandar pada Al-Qur'an. Akal ini yang berfungsi menstabilkan melalui sirath Imam Ali sebagai cahaya yang menjad petunjuk kapan jiwa akan berjalan dan arah mana yang harus dilalui. Cahaya ini sangat detail sebagai petunjuk dan nutrisi bagi jiwa, cahaya ini masuk pada intensitas yang spesifik artinya jiwa manusia senantiasa mengurai dari tiga tingkatan persepsi indera, imajinasi dan akal.
Nutrisi jiwa dibagi menjadi tiga yaitu: Rasionalitas, spiritualitas dan iman. Ketiganya merupakan bahasa jiwa. artinya, manusia harus sensitive pada tiga tingkatan persepsinya karena produktivtas jiwa ada pada tiga nutrisi ini. Begitu juga manusia tidak berhenti pada rasionalitas dan spiritual, harus juga sampai pada keimanan sebagai peleburan, penyatuan. Iman yang menyatukan antara kompleksitas dan kesederhanaan, srath menjadi sangat penting makrifat manusia mengantarkannya pada penentuan sirath maka setiap manusia memiliki tingkatan makrifat dalam ibadahnya maka adanya syariat merupakan tawaran tuhan kepada manusia sebagai pedoman untuk menjalankan kompleksitas di alam maka keimana ini meliputi aspek ilmiah dan akal artinya pada keimanan jiwa manusia dipertemukan antara yang husuli dengan huduri (penyatuan).
Dengan kata lain akal aktif (wujud) yang menjadi subjek. Persepsi akal sebagai subjek pasti positif adapun perilaku yang menyimpang dari akal itu perbuatan hawa nafsu. Secara prosedur kita mengatakan bahwa pelakuutamanya adalah akal kita, namun sejatinya secara substansi yang menjadi palaku adalah akal (imajinasi kenabian). Maka kesimpulannya akal yang melingkupi semuanya, jika kita kembalkan pada pembahasan tafsir tentang ayat cahaya di atas akal disini merupakan wujud Universal yang melingkupi semua aspek baik ilmiah ataupun non ilmiah inderawi, imajinasi dan akal. Cahaya merupakan akal tertnggi yang dengannya terciptalah segala sesuatu. Karena cahaya ini apa-apa menjadi ada.
Kesimpulannya, jiwa manusia memiliki sifat meraih, menangkap  dan mempersepsi seluruh realitas. Oleh karena itu jiwa menerima sesuatu dari alam dan dari akal (penyetuan), maka jiwa menampung hal-hal yang particular dan universal. Inilah yang dimaksud dengan "menyetunya subjek dengan objek". Bahwa pada akhirnya makrifat (moral lahiah) manusia yang menjadi subjek dengan itu apa saja yang ada di alam ini merupakan manifestasi  wujud ilahiah.
REFERENSI
Menuju Kesempurnaan, Persepsi Dalam Pemikiran Mulla Sadra. Cetakan pertama 1, Rabuil Akhir 1424/Juni 2003. Diterjemahkan dari beberapa tulisan di dalam Transcendent Philosophy Journal Oleh: Mustamin Al-Mandari. Penerbit: Safinah Makassar.
Toshihko Izutsu, Struktur Metafisika Zabzawari. Cetakan 1 1424 H -- 2003 M. diterjemahkan dar The Fundamental Structure of Sabzawar's Metaphysich Oleh: O. Komarudin. Penerbit: Pustaka Bandung.
Khalid Al-Walid, Tasawuf Mulla Sadra Konsep Ittihad Al-aqil Wa Al-Ma'qul Dalam Epistemologi Filsafat Islam dan Makrifat Ilahiyyah. Cetakan peretama. Diterbitkan dan diedarkan oleh Muthahhari Press Bandung.
Mulla Sadra Jurnal Islam dan Mistisisme, diterbtkan oleh Rausyan Fikr Yogyakarta. Volume 1. Nomor 3, 2010.
 Karya Sayyid Murtadha Mujtahedi Sistani, Mengenal Dengan Makrifat, Penulis situs: WWW.ALMONJi.COM. Diterjemahkan dari Asrare Muwafaqiat. Penerjemah: Idham M.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H