Dengan kata lain akal mengontrol huduri manusia dengan metode husuli agara sampai pada huduri akutnya. Artinya perasaan suka dan tidak suka manusia itu subjektif, oleh karena itu huduri perlu dikelola oleh husuli. Tugas manusia mencari husuli terbaik untum membentuk huduri yang baik pula, pada puncaknya di akal. Huduri di alam dibawa ke atas menuju tuhan, dalam artian manusia tidak meninggalkan alam tetapi manusia menggunakan fasilitas-fasilitas alam untuk menuju tuhan (huduri kompleks) tentu dengan riyadhah yang dilakukannya.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa, ada kebertingkatan huduri manusia karena kebertingkatan perhatian manusia terhadap objek yang dipersepsi.
Dalam filsafat Mulla Sadra, hal yang paling penting dalam suatu persepsi diperankan oleh pengetahuan dengan kehadiran, maksudnya gambaran yang masuk pada manusia jiwa kemudian merekonstruksi kuiditas objek-objek eksternal dari semua bentuk yang ditangkap. Artinya jiwa manusia memiliki daya kreatif yang dengan itu manusia mampu memahami kinerja indera, otak dan fakultas-fakultas internal. Artinya jiwa manusia memiliki kemampuan mengimajinasikan dan mengkonstruksi baik positif ataupun negative, namun jiwa kreatif manusia tertinggi adalah huduri sebagai subjek tertinggi yaitu tuhan. Lalu bagaimana imajinasi dalam pikiran manusia?
Hal yang perlu diingat bahwa ada perbedaan mendasar antara gerak substansial materi dan jiwa, letak perbedaannya pada kesederhanaan dan ketebagiannya. Identitas jiwa berbeda dengan materi yang dapat dibagi dan tersusundari bagian-bagian. Sedangkan kesederhanaan jiwa bagian-bagian immaterial dan terpisah lainnya yang sana dengan kesadaran diri seseorang, kondisi dan keadaan-keadaannya. Pada tahap ini Mulla Sadra menyatukan dalam prinsip penyatuan beberapa level. Persepsi, yang mempersepsi dan dipersepsi, dari prinsip ini bisa ditarik  penjelasan bahwa, persepsi bukanlah apa-apa melainkan apa yang dipahami yang dipersepsi oleh yang mempersepsi, sedangkan pahaman itu maujud. Eksistensinya sama dengan dirinya (subjek), pada tingkat ini apa yang dipersepsi manusia itulah dirinya atau objek yang dipersepsi menyatu dalam dirinya. Artinya jika kita kaitkan dengan husuli dan huduri ada dua subjek dalam persepsi manusia yaitu, subjek husuli sebagai yang mempersepsi objek alam dan subjek huduri pengetahuan manusia menjadi subjek aktif penyatuan antara pemahaman dan subjek yang memahami hingga dianggap sama antara subjek dan objek kemudian menjadi satu yaitu subjek tunggal.
Dengan demikian, perjalanan husuli menuju huduri merupakan perjalanan dari objek pluralitas (keberagaman alam) menuju subjek unitas huduri (tuhan) pada tahap ini semua yang dipersepsi hanyalah wujud tidak memisahkan objek-objek aksidentalnya karena pemisahan tersebut berada pada ranah epistemology sedangkan wujud tunggal adalah ontologi. Maka apapun yang ditangkap adalah wujud atau keberadaan. Inilah yang dimaksud dengan dengan  "penyatuan antara subjek dengan objek".
Pertanyaan selanjutnya, "bagaimana jiwa manusia mampu menemukan locus kestabilannya atau locus kesempurnaannya atau dengan apa jiwa berovolusi sampai pada puncak kesempurnaannya?"
Mulla Sadra menawarkan sebuah konsep yaitu Agama, Sirath dan dan jalan kesempurnaan. Konsep ini  prinsip dalam filsafat Mulla Sadra adalah doktrin tentang gerak substansial. Doktrin ini membahas gerak esensial wujud di alam. Dalam pandangannya bahwa eksistensi mengalami gerak yang konstandi dalam sifat-sifat dasarnya tanpa memerlukan dorongan. Dengan gerak substansial semua maujud di alam ini "menjadi" bergerak menguat atau bahkan melemah, Gerakan substansial ini adalah aliran wujud yang melintasi perlintasan atau realitas surgawi. Inilah yang membedakan antara manusia dan makhluk lainnya yaitu pada gerak substansial. Manusia dibekali dengan atribut-atribut dan keindahannya misalnya intelejensi yang menjadi intrik pebeda dari ciptaan lainnya. Oleh karena itu, manusia tidak hanya dapat mengatakan bahwa beberapa orang lebih cerdas atau secara fisik lebih baik daripada sekelompok orang lainnya, tetapi memang orang itu lebih baik daripada lainnya, tergantung pada intensitas gerakan wujud di dalam diri mereka.
Manusia secara fitrahnya selalu menuntut kebenaran, termasuk para filosof apa yang mereka cari adalah kebenaran. Mulla Sadra berpandangan bahwa wujud, realiras dan kebenaran memiliki keterikatan satu sama lain. Namun bagaimana manusia mencapai kebenaran itu? Bagaimana manusia memperkuat Gerakan substansialnya agar dapat, menemukan kebenaran?
 Agama sebagai tawaran kepada manusia memberikan indikasi bahwa kehidupan ini tidak hanya terpaut dengan hal-hal material saja, agama menawarkan kepada manusia kesucian yang dilandaskan pada moral ilahiah. Yang berfungsi untuk mengantarkan kita pada puncak kesuciannya. Oleh karena itu masuklah pada pandangan agama karena agama mempunyai konsep kesucian. Maka dari itu agama adalah gerbang menuju kesucian individu. Artinya agama merupakan kebutuhan tetap manusia akan intelektualitas, spiritualitas dan keimanan. Keyakinan agama yang kuat menyebabkan manusia mau mengorbankan kehidupannya dan prestasinya untuk keyakinannya. Hal ini merupakan dorongan dari keyakinannya yang dianggap suci dan layak diperjuangkan, upaya besar ini tidak bisa diraih tanpa adanya kesadaran akan kekuatan agama yang memberi nilai-nilai kesucian kepada keyakinan dan manusia diatur penuh oleh keyakinan sucinya.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa agama dengan aspek intelektualitas, keyakinan dan ibada merupakan kebutuhan mutlak manusia untuk menyempurna. Agama sebagai kebutuhan tetap merupakan sebuah pedoman tetap akan pelaksanaan nilai-nilai agama. Oleh karena itu agama tidak hanya menyediakan perangkat untuk kebutuhan intelektual saja, agama bahkan menjadi sarana spiritual kesucian pada individu manusia. Maka setiap individu memerlukan agama untuk menyucikan dirinya. Artinya agama merupakan jalan (sirath) Â menuju kesempurnaan, pertanyaannya "bagaiman sirath ini bisa diraih?"
Dalam doktrin Mulla Sadra Jawabannya adalah merujuk ajaran islam atau shirat (jalan) para imam maksumin A.s. Tentu kita harus menggali informasi tentang ajaran-ajaran maksumin As dengan berpedoman pada hadis dan Qur'an untuk sampai pada siraht al-Mustaqim. Inilah yang khas dari penjelasan Mulla Sadra ia menggabungkan metafisika dengan praksis islam yang sangat mendalam, pembahasan ini tidak ditemukan pada filosof sebelumnya.