Suminyem belum membuka pembicarakan setitik pun pada Yanto perihal itu. Ketakutannya, Yanto malah mengendor. Karena ketokohan Sanikem di desa yang kuat, dan sangat diunggulkan oleh Yanto. Bila Yanto tahu Sanikem melempar mandat – dan kerja revolusi – itu kepadanya. Jika Yanto sanggup, maka tiada masalah, tapi jika tidak bagaimana. Siapa lagi yang mampu membawa perubahan. Sanikem tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia fikirkan matang-matang.
Dengan gerakan yang halus dan berjingkat-jingkat tanpa membunyikan suara sekecil apapun, menuju ke rumah Sanikem.
(10)
Di rumah Sanikem,
“Nyem,kau dapat undangan perihal musyawarah desa?.” Suminyem memulai pembicaraan terfokus.
“Iya.”
“Kau datang?.”
“Kalau kau?.”
“Aku datang.”
“Aku juga.”
Pandangan Sanikem berpindah menuju kepada Yanto. Merasa diperhatikan, Yanto merunduk dalam-dalam:
“Kau yang namanya Yanto,” Yang dipanggil mengarah ke Sanikem. “Kau siap bila terpilih menjadi kepala desa?, jawab.”