Memulai kehidupan yang baru. Sedikit berkurang rasa gairah untuk hidup. Melihat teman laki-laki, seperti yang fobia. Entah mengapa. Ya mungkin karena trauma atas peristiwa yang sudah berlalu. Rasa kecewa yang mendalam, selalu membekas dalam hati. Orang zaman sekarang berkata  ''Wanita itu memang mudah membawa perasaan''. Memang benar. Aku sendiri yang merasakannya. Bayangkan saja, kehilangan sosok seorang ayah yang menjadi pondasi dalam keluarga. Jika pondasi hilang? Mungkin saja semuanya hancur. Katanya, sulit untuk membangunnya kembali. Takdir telah membuatku hampa. Ristya terima semua ini dengan hati yang sangat ikhlas. Ristya sangat berterima kasih kepada Tuhan. Karenanya, telah membuktikan bahwa ayah bukan laki-laki terbaik untuknya dan ibu. Semoga kelak tergantikan oleh yang lebih dan jauh dari kata lebih.
*Part 6*
      Tepat minggu pertama bulan Oktober, Ristya  di ikut sertakan oleh managernya dalam ajang Lomba Dayung tingkat Kabupaten. Aneh memang, mengapa Ristya yang dipilih? Dan ini memang bukan untuk pertama kalinya. Memang sedikit menjadi beban baginya. Dia tidak ingin mengecewakan orang-orang yang telah berharap kepadanya. Tapi tidak apa, itu menjadi celah baginya untuk meraih mimpinya. Atas tekad dan keyakinannya yang kuat, dia selalu menerima apapun hasilnya. Dan memang selama ini hasilnya tidak pernah mengecewakan.
~Ya begitulah, Tuhan tidak akan pernah mengecewakan hambanya~. Yakinlah akan hal itu.
      Di sisi lain atas semangat juang dalam menggapai mimpi, Ristya selalu teringat akan kehidupan masa lalunya. Dia telah gugur dalam lingkup kebahagiaan yang kekal. Hati kecil memang tidak bisa untuk di bohongi. Raga selalu kuat untuk menerima semua kenyataan. Tapi hati kecil selalu terngiang akan peristiwa masa lalu. Kini, tugasnya hanyalah tinggal membahagiakan ibunya.
      Tidak pernah sekalipun ayahnya memberi kabar. Sekedar sapapun bahkan tidak pernah. Mungkin ayahnya telah bahagia dengan keluarga barunya. Sakit tapi tidak berdarah. Ya, Ristya merasa sakit hati akan keputusan ayah yang memilih untuk berpisah dengan keluarganya. Tapi bagaimana lagi? Seiring dengan berjalannya waktu, dia telah menerima dengan keadaan lapang dada. Tak pernah terkira dalam angannya. Tapi ini sudah takdir, tidak bisa dipungkiri. Bersyukurlah selalu atas apa yang menjadi kenyataan. Belajar lah dari peristiwa yang sudah berlalu. Jangan sampai, hal itu akan terjadi di masa yang akan datang. Berdo'alah selalu, semoga dijauhkan selalu dari kenyataan yang pahit.
      Sabtu malam, Ristya dengan ibunya mempunyai kebiasaan yang dimana selalu menonton TV bersama. Disertai dengan bercengkrama, cemilan yang begitu penuh dan canda tawa yang datang dengan sendirinya. Bukan fake smile.
''Eh bu, jangan nonton gossip dong. Gak asik. Mending kita nonton film FTV aja, gimana?'' ucap Ristya dengan mulut berisi cemilan.
''Ah kamu, FTV terus. Gak bosen apa? Nanti kalau kamu nonton film FTV, ibu pasti dikacangin deh.'' Balas ibu dengan mengambil remot yang kemudian di genggam erat-erat.
''Ya tidak akan dong bu, emang ibu mau jadi kacang? Haha ..'' ucap Ristya sembari tertawa lepas.
''Bukan begitu maksud ibu ris......'' sejenak ucapan Ibu terjeda.