Mohon tunggu...
Ahmad Suhaemi
Ahmad Suhaemi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Bogor Raya

Ahmad Suhaemi, lahir di Bogor, 20 Januari 2004. Dia terlahir dari keluarga sederhana penyimpan sejuta makna tentang kehidupan. Menyukai dunia sastra sedari dia kecil, hanya saja baru mulai berkembang pada awal pandemi menjamah negeri. Penulis saat ini berstatus aktif sebagai mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Universitas Muhammadiyah Bogor Raya. Hasil karya tulisnya telah termuat dalam beberapa buku di antaranya, Buku Solo: Sajak Asmaraloka – Puisi (2020) dan Sesal – Novel (2022), Buku Kolaborasi dengan Siska Saidi: Ada Cinta di Putih Abu-Abu – Novel (2021), dan beberapa Buku Antologi: Aksara dalam Tarian Pena (2022), Kugenggam Prahara Inginmu (2022), Puzzle (Kepingan Kata Penuh Makna) (2022), Untukmu Lintang Semesta (2022), Penyambung Napas Bangsa (2023), Sebait Doa Untukmu (2023), King and Queen of LSP 2023 (2023), Aksara Cinta (2023), Tidak Sehaum Mawar dan Sekumpulan Cerpen Lainnya (2023), Gadis Penjaja Tisu (2024) dan lainnya. Kalian juga bisa lebih jauh mengenal penulis dengan mendatangi beberapa akun sosial medianya, antara lain: Fb: Ahmad Suhaemi Ig: @ahmadshmii20_ Wp: @shmiiahmd20

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mentari di Balik Awan

17 Desember 2024   22:35 Diperbarui: 17 Desember 2024   22:43 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara rintihan Siska membuat sang suami terbangun dari tidur lelapnya. "Ibu, kenapa?" tanya Baskara yang masih setengah sadar dari tidurnya.

Wanita itu menjelaskan tentang rasa sakit yang dideritanya kepada sang suami. Baskara sontak terkejut, hal pertama yang dia tanyakan kepada istrinya itu adalah apakah mengalami gejala-gejala Covid-19. Siska menjawab, tidak ada rasa sesak atau hal lain yang menjadi gejala awal terkena virus tersebut, tetapi rasa sakit yang dideritanya kini lebih dari sakit kepala biasa.

Tangan Baskara memegang jidat sang istri. "Ya Allah, Bu, ini panas banget. Ibu sudah minum obat? Kalau belum, biar Ayah ambilkan obat dulu."

"Tidak usah, Yah. Ibu sudah minum obat tadi."

***

Hari sudah berganti. Mentari mulai meninggi dengan berselimut gumpalan awan, nampak cuaca sedang berkabung. Pagi tadi Baskara sudah sibuk karena keadaan istrinya yang malah memburuk dari semalam. Maka dari itu, selepas salat Subuh tadi Baskara langsung membawa Siska ke puskesmas yang berada tidak jauh dari rumahnya.

Semenjak pandemi puskesmas yang didatangi oleh Baskara buka 24 jam jadi pas sampai sana, Siska langsung diperiksa oleh dokter. Sebelumnya juga sudah melakukan tes antigen untuk mengetahui apakah dia terkena virus atau tidak. Tes ini memberikan hasil cepat dalam waktu yang relatif singkat, memungkinkan tindakan pengendalian penyebaran penyakit dengan lebih efektif.

Setelah beberapa pemeriksaan, dokter tidak dapat mendiagnosis secara jelas penyebab rasa sakit yang diderita oleh Siska karena keterbatasan alat di puskesmas tersebut. Oleh karenanya, ibu beranak dua itu harus dirujuk ke rumah sakit.

Sebelum berangkat ke rumah sakit, Baskara pulang terlebih dahulu untuk menitipkan kedua anaknya pada tetangga dan mengambil beberapa baju salin untuk jaga-jaga jika Siska harus dirawat inap. Baskara menemani istrinya yang terbujur lemah dan beberapa kali tidak sadarkan diri itu dibawa ke rumah sakit menggunakan ambulans puskesmas.

Baskara sudah berada di koridor rumah sakit, menunggu sang istri yang sedang ditangani oleh dokter dan suster bersetelan Atribut Pelindung Diri (APD) yang lengkap. Kini jam di tangannya menunjukkan angka sembilan.

Hasil tes antigen Siska di puskesmas ternyata positif, tetapi dokter belum bisa memastikan apakah berarti dia terinfeksi Covid-19 atau bukan. Jadi harus melakukan tes molekuler atau yang sering disebut dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Alasannya cukup sederhana, yakni karena tingkat akurasi tes PCR jauh lebih tinggi dan akurat dibandingkan tes Covid-19 yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun