Mohon tunggu...
Ahmad Ramdani Official
Ahmad Ramdani Official Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

"Jadikan buah pikiranmu, adalah karya terhebatmu untuk Dunia!!"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merajut Asa, Mimpimu...

6 Maret 2024   22:43 Diperbarui: 6 Maret 2024   23:06 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : IStock

Melajang dan melajang, sehingga sepanjang hidupnya, Kakek Malanggi tidak pernah tahu seperti apa rasanya dicintai, dikasihi, serta disayangi oleh seorang Wanita. Kendati demikian, sesungguhnya Ia pun tidaklah pernah peduli sama sekali. Cinta itu membahagiakan semua Manusia. Seorang Malanggi tua, begitu yakinnya Ia terhadap filosofi tersebut.

Dan Kakek Malanggi, menyandar salah satu dimensi keimanannya terhadap cinta yang begitu membahagiakan itu, dalam kehidupannya pada Dunia. Dan setiap detik dirinya bernafas kemudian bergerak dalam kehidupan diatas Dunia ini, itulah cinta yang senantiasa terpancarkan dari Yang Ilahi padanya. Begitulah pikir seorang Kakek Malanggi. Cinta memang tidak harus disandarkan dari subjek Manusia kepada objek Manusia yang dicinta.

Cintapun dapat pula dirasa, dari Kasih Sayang Yang Ilahi dalam penghayatan dan batin Manusia yang meyakiniNya. Cinta kasih tersebut, juga dapat dirasa dari Kehidupan faktual yang ada dalam Dunia. Dan siapapun Makhluk yang diciptakan serta menjadi hidup olehNya, lalu diberikan dimensi akal pikiran. Melalui akal pikiran itulah kemudian, manakala Manusia mau memfungsikan, dirinya dapat merasakan cinta yang tulus dalam Tuhan dan keberadaanNya, kemudian menjadikan dirinya "Sesuatu Yang Memukau."

Maka, itulah Kakek Malanggi yang sedari muda selalu memfungsikan akalnya. Ia tahu, bahwa ketika Ia belajar di sekolahnya dahulu, yang mendidik adalah mereka-mereka para guru-guru yang merupakan utusan Kaum koloni Penjajah. Dengan demikian, jelas pulalah jika yang diajarkan itupun merupakan ajaran-ajaran daripada paham-paham kurikulum pelajaran yang dibuat dan di suarakan oleh Orang-orang belanda itu.

Dalam perjalanan dari rumah menuju pasar malam tempat dimana Ia nanti mengais rezeki, Kakek Malanggi sejenak memikirkan kembali masa-masa lalunya. Masa-masa tatkala sekolah menengah atas, sewaktu usia remajanya dahulu.

"Pancasila sebagai landasan Negara yang tiga tahun lalu dirumuskan oleh Bapak Presiden Sukarno, Saya pikir asas-asasnya memang begitu menakjubkan konsepnya antara satu sila dan sila lainnya." Pak guru, tengah memberikan pelajaran bagi para murid-murid.

"Bapak Presiden kita, telah begitu luar biasanya menyusun rumusan Undang-undang tersebut. Maka, bagaimana caranya agar pancasila dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kita? Saya pikir, seharusnya Kita ada upaya melakukan semacam aliansi terhadap asing. Sebab bagaimanapun juga, Negara kita masih ada dalam ikatan terselubung terhadap PBB. Dan kalau Kita telah melakukan upaya tersebut, Pancasila tentu bisa kita rasakan kehadirannya dalam konstitusi."

Tidak lama setelah paparan Pak Guru, Kakek Malanggi kemudian dengan tegas dan tanpa menaati aturan dalam suatu forum pendidikan, lantas segera membantah. "Mohon maaf Pak Guru kalau Saya memotong paparan Bapak. Menurut Saya justru tidaklah demikian."

"Apa maksud Kamu tidaklah demikian itu Malang?" tanya Pak Guru.

"Menurut Saya, kita semua tentu harus paham bahwa awal mula agar kita selaku bangsa Indonesia dapat menerapkan Pancasila, pertama-tama tentu adalah dengan memahami terlebih-dahulu makna daripada kelima sila yang ada. Saya yakin siapapun individu Kita, yang dengan kemampuan nalarnya bisa memahami pancasila, maka dia akan mampu menerapkannya pada kehidupannya sehari-hari, dalam hal berbangsa dan bernegara tanpa perlu aliansi dengan asing." Malanggi muda, memaparkan argumen tandingan.

Pak guru yang mendengar klaim atau argumen dari Malanggi, kemudian meresponnya dengan tawa. "Ha.. ha.. ha.."

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun