Mohon tunggu...
Ahmad Ramdani Official
Ahmad Ramdani Official Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

"Jadikan buah pikiranmu, adalah karya terhebatmu untuk Dunia!!"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merajut Asa, Mimpimu...

6 Maret 2024   22:43 Diperbarui: 6 Maret 2024   23:06 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : IStock

Hanya sebuah pensil tua yang sudah lapuk karena bertahun-tahun sudah usianya, begitu besar tuai pujian Kakek Malanggi terhadapnya. Mengapakah Ia bersikap seperti itu? Apakah sebabnya Kakek Malang sudah menjadi gila? Tentu bukanlah demikian. Sikapnya tersebut mencerminkan ke-pongahan Manusia terhadap sesuatu, yang biasa kita anggap sepele. Hanya pensil. Padahal pensil sekalipun adalah benda yang Manusia cipta, guna membawa manfaat dalam hidupnya.

Oleh karenanya, perkara yang demikianlah maksud daripada Kakek Malanggi. Pensil itu kemudian disimpan didalam sebuah kotak kecil, dan kotak kecil tersebut dulu Ia fungsikan untuk menyimpan surat-surat dari sahabatnya. Namun, benda apapun di Dunia ini tentu tidak ada yang abadi. Surat-surat dari sahabat yang dulu memilih bergaul dengannya, sudah habis robek disebabkan terlampau lama.

Maka, kotak kecil yang dulu difungsikan oleh Kek Malang guna menyimpan surat, kini telah beralih-fungsi menjadi tempat menyimpan pensil antik yang baru saja Ia temukan itu.

"Kusimpan dirimu disini ya. jaga diri baik-baik, walau tak menutup kemungkinan rayap akan menghampirimu lalu melenyapkanmu." Ucapnya.

"Tidak ada filosofi keabadian, berlaku dalam kehidupan. Bukan hanya dirimu, Akupun kelak akan tiba pada ajalku. Dan disaat masa yang telah diaturNya itu tiba, percayalah, kebahagia'anlah kemudian yang kita akan rasakan selama-lamanya." 

Setelah meletakkan pensil tua didalam kotak kecil yang sama usianya dengan sang pensil, kemudian Kakek Malanggi simpan kotak kecil itu dalam lemari pakaiannya, pada bagian paling bawah agar aman dan tidak terganggu tatkala nanti Ia mengambil keperluan didalam lemari. Dan waktu kian berjalan, membuat malampun semakin larut. Akhirnya Kek Malang memilih untuk tertidur.

Pada pukul 03.00 wib---dengan ditandai dua jarum jam dinding rumahnya tertuju di waktu dini hari, Kakek Malanggi terbangun dari tidurnya yang lelap. Kebiasaan bangun pada waktu dini hari itu bukanlah suatu kebetulan atau hanya satu, dua, dan tiga kali saja Ia lakukan, melainkan sudah menjadi tabiat kebiasaan sejaknya kecil. Dahulu, bangun malam di waktu dini hari itu Ia habiskan untuk melaksakan sholat tahajjud.

Akan tetapi, entah mengapa saat ini kakek Malanggi justru tidaklah lagi melakukannya. Kebiasaan bangun malam di waktu dini hari itupun digantinya dengan aktifitas membaca buku, agar kepalanya yang berisi, semakin kian terisi. Namun, sekarang nampaknya sudah hampir berbeda kembali. Ketika Kakek Malanggi terbangun, hal selanjutnya yang Ia lakukan justru adalah merenung sejenak.

"Usiaku sudah lansia, dan hampir-hampir tiada berdaya. Oh Tuhan, berilah Aku semangat dan kesehatan untuk menjalani sisa-sisa hidupku yang tak lama lagi ini." Dalam renungnya, Kakek Malang berdoa.

Sang Kakek  melayangkan kedua matanya, pada seluruh bagian dalam permukaan rumahnya yang mungil dan serasih itu, seraya renungan dilakukan. Tak sengaja atau mungkin kali ini adalah hal yang bersifat kebetulan, Kakek Malanggi melihat kembali sebuah pena diatas meja buku-buku bacaannya. Tak lama kemudian, Kakek Malang terbangun lalu mengambilnya. Tadi, Ia menjumpai pensil tua miliknya dulu. Dan sekarang giliran pena yang Ia lihat, sebagai fungsi penanda poin-poin penting tatkala membaca buku.

Hanya sebatas itu kegunaan pena, Ia miliki selama ini. Kakek Malanggi pun kemudian berpikir, yaitu isyarat apakah hari ini yang melanda batinnya? Perasaannya seperti tidak biasa-biasa saja. Selanjutnya Ia melihat lagi, secarik kertas terselip diantara sela-sela buku-buku bacaan. Kakek Malanggi lalu mengambil kertas putih yang kosong tanpa bait-bait tulisan apapun itu, kemudian menarik kursi dari bawah mejanya yang tidak seberapa tinggi.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun