Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fikber] Ad Infinitum: Belajar Mati Mengenaskan Ala Bung Karno

28 November 2015   20:13 Diperbarui: 28 November 2015   20:27 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah letusan khas langsung menghentikan pergumulan yang kian menyengit itu, membuat suster dan perawat gadungan bertubuh kekar menyingkir ke samping, menyisakan Gie, Plenyun serta Ridwan terkepung di tengah ruangan.

Gie mengeluh pelan ketika dari arah pintu Jono Novanto masuk,  sambil bergaya meniup ujung pistol yang baru saja ia ledakkan.

Dia bukan mengeluh karena Jono memegang pistol. Sebab, walaupun pistol merupakan salah satu benda beraroma maut, namun hal itu masih harus ditegas ulang tergantung siapa yang memegang picunya. Dan Jono jelas bukan orang yang tepat untuk mampu menembak tepat, bahkan dalam jarak satu meter sekalipun!

Gie teringat laporan Ran beberapa waktu yang lalu.

“Mereka telah mengirim economic hit man ke daerah ini, Gie, dengan beberapa ciri fisik yang agak menonjol pada beberapa mereka. Yang satunya berambut panjang sebahu, sementara yang lainnya botak plontos. Dan ciri lain yang tak akan dapat mereka samarkan adalah sorot mata. Kelak kau akan paham jika bertemu mereka.”

Dan Gie menemukan gambaran yang sama persis pada kedua orang yang mengiringi Jono Novanto. Sama persis dengan laporan yang pernah diberikan Ran buah penyusupannya waktu itu. Sama persis, yang bahkan lengkap dengan tatapan dua orang asing itu, yang amat tajam menusuk.

“Kau pikir aku jeri dengan serigala-serigala ekonomi yang kau bawa ini, Jono?! Kau keliru menilaiku, hey penjilat pantat asing!”

“Sepertinya kau telah mengenali mereka, Gie. Hebat… Benar-benar hebat! Bahkan sosok semisterius merekapun tak luput dari kantung informanmu… Bravo!”

“Coba kau cari jalan tembusan, Nyun. Dan kau, Wan, barangkali ada kericuhan apa yang bisa ditimbulkan untuk memecah perhatian mereka,” bisik Gie kepada sahabat sehidup-sematinya itu, untuk kemudian melangkah dengan amat gagah ke arah depan.

Jono Novanto menyurut ke belakang dengan agak pucat. Tangannya erat menggenggam pistol, hingga buku-buku jarinya terlihat agak memutih.

Di mata Jono Novanto, Gie lebih terlihat mirip malaikat maut yang hendak merenggut nyawanya. Mata Gie yang bengap, bibir pecah serta rambut ikal yang agak lengket terciprat merah, ditambah dengan merah serupa yang meleleh dari ujung bibir ke bajunya yang penuh bercak, membuat penampilan Gie tak ubahnya setan dari dimensi astral entah yang mana, yang terus maju perlahan ke arahnya, membuat dia kembali surut mundur sambil mengarahkan moncong pistolnya ke dada Gie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun