“Kita mundur cepat ke luar gedung. Biar aku dan Plenyun yang menjadi tameng belakang,” Bisik Gie kepada Ran, seraya menyerahkan Rhein kepada perlindungan Nina. “Tolong jaga Rhein baik-baik, Na...”
“Kau buka jalan depan bareng Susi dan Rijal, Njor!” perintah Gie pada Genjor sambil menangkis pukulan yang datang dari arah belakang.
Bersama Plenyun dan Ridwan, Gie bahu-membahu menahan serbuan para petugas rumah sakit palsu itu.
“Cepat bawa Rhein pergi dari sini!” teriak Gie agak panik, karena dilihatnya Ridwan terhajar hingga jatuh terjajar. Sementara Plenyun masih berkutat mati-matian melawan serangan dari samping dan depan.
Sesaat Ran merasa ragu, sebelum akhirnya pergi secepat mungkin menjaga Nina yang menggandeng Rhein.
“Lurus dua blok lalu belok kiri dan ambil jalan menuju bangsal sebelah kanan, Na,” bisik Ran dengan sesekali melihat denah di tangannya sambil berlari. Dan setelah berlari cukup lama, akhirnya mereka keluar dari belakang gedung dan terus berlari menyusuri taman kecil yang menyerupai hutan itu.
***
“Berapa lama kita tunggu Gie?” Nina bertanya dengan agak cemas. Lima menit berlalu dari waktu yang telah ditetapkan.
“Apakah Gie mendapat halangan, Ran?” tanya Nina lagi, ketika Ran tak juga menjawab.
Ran menghela nafas dengan agak berat.