Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fikber] Ad Infinitum: Belajar Mati Mengenaskan Ala Bung Karno

28 November 2015   20:13 Diperbarui: 28 November 2015   20:27 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kita mundur cepat ke luar gedung. Biar aku dan Plenyun yang menjadi tameng belakang,” Bisik Gie kepada Ran, seraya menyerahkan Rhein kepada perlindungan Nina. “Tolong jaga Rhein baik-baik, Na...”

“Kau buka jalan depan bareng Susi dan Rijal, Njor!” perintah Gie pada Genjor sambil menangkis pukulan yang datang dari arah belakang.

Bersama Plenyun dan Ridwan, Gie bahu-membahu menahan serbuan para petugas rumah sakit palsu itu.

“Cepat bawa Rhein pergi dari sini!” teriak Gie agak panik, karena dilihatnya Ridwan terhajar hingga jatuh terjajar. Sementara Plenyun masih berkutat mati-matian melawan serangan dari samping dan depan.

Sesaat Ran merasa ragu, sebelum akhirnya pergi secepat mungkin menjaga Nina yang menggandeng Rhein.

“Lurus dua blok lalu belok kiri dan ambil jalan menuju bangsal sebelah kanan, Na,” bisik Ran dengan sesekali melihat denah di tangannya sambil berlari. Dan setelah berlari cukup lama, akhirnya mereka keluar dari belakang gedung dan terus berlari menyusuri taman kecil yang menyerupai hutan itu.

***

 

“Berapa lama kita tunggu Gie?” Nina bertanya dengan agak cemas. Lima menit berlalu dari waktu yang telah ditetapkan.

“Apakah Gie mendapat halangan, Ran?” tanya Nina lagi, ketika Ran tak juga menjawab.

Ran menghela nafas dengan agak berat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun