“...Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sebelum kaum tersebut merubah nasibnya sendiri...”
Serta,
“...Fa idza azzamta, fatawaqqal ‘alallah, innallaha yuhibbul mutawaqqilin...”
Hanya saja ternyata semua bukanlah akhir dari sebuah episode, melainkan justru fragmen pembuka dari rentetan panjang hidup yang penuh kelok dan liku, yang bahkan hingga hari inipun saya masih sukar untuk sepenuhnya memahami makna dan hakikatnya.
Beberapa saat sebelum saya benar-benar mengumpulkan 6.000 copy KTP pemenuh syarat mencalonkan diri sebagai caleg dari jalur independen non partai, Allah mengambil segala yang telah Dia titipkan kepada saya. Menyisakan hanya saya. Cuma saya, dalam diam yang benar-benar panjang serta ketermanguan yang amat kental dengan aroma kesuraman.
Bertubi-tubi instrospeksi lantas saja menghampiri.
sayakah makhluk yang tidak amanat,
yang gemar khianat,
hingga segala nikmat,
dengan amat sangat,
dicabut,