Masih kurang banyak? Silahkan bergaya penebas yang memanen hasil dari petani satu wilayah, dan lantas mengolahnya dengan cara yang sama sederhananya. Sementara modal tebasan yang besar tentu mampu kau tanggulangi tanpa perlu repot-repot mendirikan koperasi dan sebagainya. Cukup dengan sedikit kata serta banyak jujur dan kesungguhan, niscaya ucapanmu akan menjadi jauh lebih sakti dari cek serta bilyet giro bank manapun.
Itu baru sekam alias kulit padinya, belum lagi tentang berasnya. Baru jagung, belum lagi kentang, kacang panjang dan sebagainya. Baru ayam broiler dan lele sangkuriang, belum tingkat yang lebih khayali seperti unggas hias, ayam cemani, serta keaneka ragaman hayati lainnya yang nyatanya memang akan membuatmu ternganga-nganga saking kayanya negeri ini.
Hingga pada suatu hari yang damai saya baca Harian Ibukota tentang rupiah yang tersandera buah krisis Eropa, yang lantas membuat otoritas moneter Bank Indonesia kebakaran jenggot menetapkan sekurangnya lima faktor utama penyebab rupiah terperosok nyaris Rp. 10.000,00 per dolar AS, setelah sebelumnya awet bertahan di kisaran Rp. 8.000,00 selama setahun lebih.
Tak hanya itu. Kali ini giliran Wapres bersibuk ria mengajak segala Menteri Perekonomian, Menkeu, Gubernur BI, beberapa pejabat serta pengusaha dan entah siapa lagi untuk nongkrong bareng di rumahnya, yang lantas saja diberi sebutan amat keren: Rapat Koordinasi.
Aha! Cuma itu reaksi terbaik saya. Karena merekapun saya pikir cuma butuh itu dari saya, dengan atau tanpa makna apapun di dalamnya.
Dengan kacamata kesederhanaan yang sama saya dapat memberikan sedikit jalan keluar untuk keadaan ini. Atau setidaknya beberapa alternatif guna membebaskan sandera maya yang kerap menghajar rupiah hingga babak belur tak karuan setiap kali ada peristiwa dunia, mulai dari kerusuhan Mei, Subprime mortgage, krisis Eropa dan entah apa lagi nanti.
Masalahnya benar-benar amat sederhana, yang seringkali dimaknai dengan begitu rupo-rupo dalam boso wong jowo. Karena ini memang hanya tentang suply dan demand, dimana permintaan negara ini akan dolar jauh melebihi permintaan pemangku kepentingan dolar terhadap rupiah.
Lantas, apakah kemudian langkah tercepat yang dapat dilakukan hanya dengan mengirim sebanyak-banyaknya pembantu ke luar negeri, dengan paket beli 2 dapat 3 misalnya, agar seketika devisa dari mereka dapat menurunkan demam rupiah hingga entah kapan setidaknya kembali ke level 2.500 perdolar, tak peduli apakah dengan cara itu menjadikan negeri ini lantas bertransformasi menjadi negeri pembantu, dengan penggarapan sinetron-sinetron, yang menurut salah satu oknum sutradara, buat apa perlu dibuat bagus karena toh hanya akan ditonton oleh para pembantu...?
Saya tak ingin berdebat kusir tentang tema pembantu. Karena ada baiknya kita semua belajar dari para blogger, yang setelah tulisan-tulisan sejenis ini serentak kita posting di Kompasiana, seketika mengubah idiom tadi menjadi lebih lengkap serta lebih keren lagi, “Ada baiknya belajar dari para blogger, namun yang terbaik tentu saja belajar dari para Kompasianers...^_”
Tentu banyak yang paham bagaimana seorang blogger melakukan internet marketing hingga menghasilkan rupiah yang jauh lebih raya bila dibandingkan dengan bekerja secara tradisional, misalnya. Mulai dari melakukan ‘dibayar untuk memposting, memberi komentar, memberi rangking atau rating, menyimpan file dan gambar’ dan sebagainya yang seketika memecut sifat tolol saya untuk lebih memaknai semuanya dengan makna yang –walaupun masih berbau ketololan yang sama- namun setidaknya amat sederhana serta mudah untuk dilaksanakan.
Sebagian teman mengenal saya sebagai tukang sulap, mudah-mudahan bukan dalam idiom paling menyebalkan yang pernah ada. Dan dengan kemampuan aneh tersebut, saya coba untuk mengutak-atik semuanya seperti yang memang selalu saya lakukan sejak masa ‘Black World’ waktu sekolah dulu, sambil tak henti-henti bertukar sapa dengan teman maya medsos saya di sela waktunya. Hasilnya? Saya kembali menemukan alat baru bagi pemenuh segala ingin saya bersama sosok-sosok tercinta. Memang bukan alat yang benar-benar baru. Juga bukan yang paling sempurna. Karena adakah yang benar-benar baru kita temui dan atau ciptakan di dunia yang sekarang ini? Tapi setidaknya dengan alat ini kelak cukup banyak kendala yang terpaksa menjelma tak ada, cukup banyak tujuan yang insya Allah menjadi kenyataan, dengan amat sederhana.