b. Budaya Kompetisi yang Tidak Sehat
Ketika kompetisi di tempat kerja menjadi berlebihan, itu dapat mendorong karyawan untuk mengadopsi pendekatan "survival of the fittest." Dalam lingkungan seperti ini, rekan kerja mungkin mulai melihat satu sama lain sebagai pesaing daripada sebagai anggota tim, dan rasa solidaritas atau kerja sama berkurang. Sebagai hasilnya, perilaku perundungan, seperti sabotase, gosip, dan isolasi sosial, dapat muncul ketika karyawan mencoba untuk "mengalahkan" atau mendominasi orang lain. Contoh: Dalam organisasi dengan budaya kompetitif yang kuat, karyawan mungkin mencoba untuk menjatuhkan atau mempermalukan rekan kerja mereka secara publik untuk terlihat lebih superior di mata manajemen.
c. Kurangnya Dukungan Emosional dan Manajerial
Di lingkungan yang stres dan penuh tekanan, dukungan emosional dari manajemen sering kali diabaikan. Ketika karyawan merasa bahwa mereka tidak mendapatkan bantuan atau bimbingan yang cukup, mereka bisa menjadi rentan terhadap perilaku negatif, termasuk perundungan. Kurangnya perhatian dari atasan atau manajer terhadap kesejahteraan karyawan juga bisa membuat pelaku perundungan merasa bahwa tindakan mereka tidak akan dihukum, menciptakan iklim yang lebih rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Contoh: Jika manajer tidak memberikan umpan balik yang konstruktif atau gagal mengatasi masalah konflik antar-karyawan, perilaku agresif seperti intimidasi verbal atau tekanan psikologis bisa muncul tanpa ada tindakan pencegahan.
d. Kebijakan yang Memicu Kompetisi Berlebihan
Beberapa organisasi menerapkan kebijakan internal yang secara tidak langsung mendorong perilaku perundungan, seperti pemberian penghargaan atau promosi hanya kepada karyawan dengan kinerja tertinggi, tanpa mempertimbangkan faktor kolaborasi atau etika kerja. Ketika promosi atau bonus didasarkan pada persaingan yang ekstrem, karyawan mungkin merasa bahwa satu-satunya cara untuk berhasil adalah dengan mengungguli atau menjatuhkan orang lain, bahkan jika itu berarti melakukan intimidasi atau sabotase. Contoh: Dalam sistem evaluasi yang menekankan penilaian individu tanpa memperhatikan kontribusi tim, karyawan mungkin terdorong untuk melakukan tindakan manipulatif atau tidak adil terhadap rekan kerja untuk meningkatkan peluang mereka mendapatkan penghargaan.
e. Stres yang Menyebabkan Kurangnya Pengendalian Emosi
Ketika karyawan terus-menerus berada di bawah tekanan, kemampuan mereka untuk mengendalikan emosi dan bereaksi secara rasional bisa menurun. Dalam keadaan stres, seseorang lebih mungkin bereaksi secara berlebihan terhadap situasi kecil, yang dapat memicu perilaku perundungan seperti kemarahan yang tidak terkendali, hinaan, atau tindakan intimidasi. Ketidakmampuan untuk menangani stres secara sehat dapat mendorong perilaku agresif yang sebelumnya mungkin tidak terlihat. Contoh: Seorang supervisor yang berada di bawah tekanan besar untuk memenuhi tenggat waktu yang ketat mungkin secara tidak sengaja melampiaskan stres mereka kepada bawahan dengan cara yang kasar atau meremehkan, sehingga menciptakan lingkungan yang penuh dengan intimidasi.
f. Perubahan Organisasi yang Cepat
Lingkungan kerja yang terus berubah atau mengalami restrukturisasi sering kali menciptakan ketidakpastian dan kecemasan di kalangan karyawan. Ketidakstabilan ini dapat meningkatkan ketegangan dan mendorong individu untuk bertindak lebih agresif dalam upaya mempertahankan posisi mereka atau menyesuaikan diri dengan perubahan. Konflik sering terjadi ketika karyawan merasa tidak aman atau khawatir kehilangan pekerjaan, yang dapat mendorong mereka untuk menggunakan taktik perundungan untuk menjaga posisi mereka. Contoh: Selama masa restrukturisasi atau pemutusan hubungan kerja, beberapa karyawan mungkin berusaha untuk merusak reputasi rekan kerja mereka agar terlihat lebih baik di mata manajemen.
g. Kekhawatiran tentang Keamanan Pekerjaan