Ketika kita merenungkan cara terbaik untuk menilai institusi-institusi, tiga model penilaian yang telah kita diskusikan—penilaian berdasarkan fungsi, simbolisme, dan nilai intrinsik—dapat diterapkan dengan berbagai cara.
1. Institusi sebagai alat yang berfungsi untuk mencapai tujuan
Dalam model ini, institusi dinilai berdasarkan seberapa baik mereka memenuhi tujuan-tujuan tertentu. Contohnya, sistem peradilan dianggap baik jika mampu memberikan keadilan secara efektif, atau sekolah dinilai baik jika dapat memberikan pendidikan yang berkualitas. Dari sudut pandang ini, institusi adalah sarana untuk mencapai tujuan, seperti kesejahteraan, keadilan, keamanan, atau pendidikan. Â
Pertanyaannya kemudian adalah: tujuan mana yang seharusnya dicapai oleh institusi? Ini bisa sangat bervariasi tergantung pada nilai-nilai dan prioritas sosial. Misalnya, jika tujuan utama adalah kebebasan individu, institusi-institusi yang mendukung kebebasan akan dianggap baik. Jika tujuannya adalah kesetaraan, maka institusi-institusi yang mengurangi kesenjangan akan dinilai lebih tinggi. Model ini cenderung pragmatis, dengan fokus pada hasil konkret yang dicapai.
2. Institusi sebagai simbol atau entitas yang diwarisi
 Orang lain mungkin menilai institusi berdasarkan simbolisme atau asal-usulnya, terlepas dari fungsinya. Contohnya, undang-undang dianggap sah karena disahkan oleh badan legislatif demokratis, bukan hanya karena isinya adil. Dalam konteks ini, institusi dinilai berharga karena mewakili nilai-nilai tertentu atau karena dibuat oleh entitas yang dianggap sah. Institusi dapat melambangkan prinsip-prinsip yang mendasarinya, seperti kebebasan, tradisi, atau kekuasaan rakyat.
Contoh lain adalah monarki yang dianggap penting bukan karena kegunaannya, tetapi karena melambangkan stabilitas dan kontinuitas sejarah. Penilaian ini lebih bersifat simbolis daripada fungsional, dengan menekankan aspek emosional, historis, atau normatif.
3. Institusi sebagai tujuan itu sendiri
Di sini, beberapa institusi dianggap bernilai intrinsik, terlepas dari seberapa fungsionalnya atau apa yang dilambangkan. Demokrasi, misalnya, sering dianggap sebagai tujuan itu sendiri—suatu sistem yang adil secara inheren, bahkan jika ada sistem lain yang mungkin lebih efisien dalam mencapai hasil tertentu. Orang yang menganut pandangan ini percaya bahwa institusi tertentu tidak hanya menjadi sarana untuk mencapai hasil, tetapi merupakan hasil yang diinginkan dalam dirinya sendiri. Â
Dalam model ini, institusi memiliki nilai moral atau etika intrinsik. Demokrasi dianggap baik karena menghargai kebebasan individu dan partisipasi kolektif, bukan hanya karena fungsinya dalam mengelola pemerintahan. Ini berarti bahwa nilai institusi bukanlah hasil yang dihasilkan, tetapi keberadaan institusi itu sendiri.
Manakah dari ketiga model ini yang paling tepat untuk menilai institusi? Tidak ada jawaban pasti, karena cara kita menilai institusi tergantung pada apa yang kita anggap penting.