3. Keadilan Berdasarkan Kesetaraan
Sebagian orang menilai keadilan institusi dengan standar kesetaraan. Mereka berargumen bahwa institusi itu adil jika menciptakan atau mempromosikan kesetaraan dalam berbagai bidang, seperti distribusi kekayaan, akses pendidikan, atau perlakuan hukum. Dalam pandangan ini, institusi tidak adil jika memungkinkan terjadinya ketimpangan yang besar di antara individu atau kelompok.
Teori ini sering diasosiasikan dengan pemikiran para filsuf seperti John Rawls, yang memperkenalkan konsep "keadilan sebagai fairness". Menurut Rawls, institusi yang adil adalah yang mengatur ketidaksetaraan sedemikian rupa sehingga menguntungkan mereka yang paling kurang beruntung. Dalam model ini, kesetaraan bukan berarti semua orang mendapatkan hal yang sama, melainkan bahwa institusi harus memperbaiki ketidakadilan struktural dan memastikan peluang yang adil bagi semua.
4. Keadilan Berdasarkan Tradisi dan Legitimasi
Beberapa orang menilai institusi berdasarkan standar tradisi atau legitimasi. Mereka berpendapat bahwa institusi dianggap adil jika mereka sesuai dengan proses hukum yang sah atau dibentuk melalui prosedur yang diakui secara demokratis. Dengan kata lain, keadilan muncul dari legitimasi politik, terlepas dari apakah institusi itu menghasilkan hasil yang baik atau memenuhi standar moral tertentu.
Dalam pandangan ini, institusi seperti pengadilan, undang-undang, atau parlemen dianggap sah dan adil jika mereka dibentuk melalui proses yang sesuai, seperti pemilu demokratis atau konsensus sosial. Banyak orang percaya bahwa hukum yang dibuat oleh badan legislatif yang dipilih secara demokratis sah, bahkan jika hukum itu tidak sempurna dari segi moral atau hasilnya tidak ideal.
5. Keadilan Berdasarkan Nilai-Nilai Inheren
Akhirnya, ada yang berpendapat bahwa institusi itu adil jika mereka berlandaskan pada nilai-nilai moral yang mendalam atau etika yang dianggap universal, seperti keadilan, cinta kasih, atau kehormatan. Dalam pandangan ini, institusi dinilai adil bukan karena hasil yang mereka capai atau karena prosedur yang mereka ikuti, tetapi karena mereka sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang lebih tinggi.
Contohnya, seorang penganut etika virtue ethics mungkin menilai institusi berdasarkan apakah mereka mendorong perkembangan moral individu dan masyarakat. Dalam pandangan ini, institusi-institusi yang mempromosikan kebaikan, keberanian, dan kebijaksanaan dianggap adil karena mereka membantu manusia mencapai tujuan moral yang lebih tinggi.
Perbedaan Standar dan Perselisihan
Perdebatan tentang standar keadilan ini sering kali menjadi inti dari konflik politik, sosial, dan etika. Orang dengan pandangan yang berbeda tentang apa yang adil mungkin menilai institusi yang sama secara berbeda. Misalnya, sebuah institusi ekonomi yang menguntungkan sebagian besar masyarakat mungkin dianggap adil oleh penganut konsekuensialisme, tetapi tidak adil oleh orang yang berfokus pada hak individu atau kesetaraan.