a. Jika kita lebih fokus pada tujuan yang dicapai, maka kita akan menilai institusi secara fungsional: seberapa efektif mereka dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan masyarakat.
b. Jika kita lebih menghargai simbolisme atau legitimasi  yang melekat pada institusi, kita akan menilai institusi berdasarkan asal-usulnya atau apa yang dilambangkannya.
c. Jika kita melihat institusi sebagai tujuan itu sendiri, maka kita akan menilai institusi secara intrinsik, percaya bahwa keberadaan institusi itu sendiri mencerminkan nilai-nilai yang mendalam, seperti keadilan dan kebebasan.
Dengan kata lain, cara kita menilai institusi mencerminkan nilai-nilai dasar yang kita anggap penting dalam hidup dan masyarakat.
Orang-orang tidak hanya berdebat tentang institusi mana yang adil atau baik; mereka juga berdebat tentang standar apa yang seharusnya digunakan untuk mengevaluasi keadilan dan kebaikan institusi. Perbedaan ini sering kali muncul karena ada pandangan yang sangat beragam tentang apa yang dimaksud dengan "keadilan" itu sendiri.
1. Keadilan Berdasarkan Hasil (Konsekuensialisme)
Salah satu standar penilaian yang sering diperdebatkan adalah apakah institusi itu adil tergantung pada hasil atau konsekuensi yang dihasilkan. Orang yang menggunakan standar ini akan menilai institusi berdasarkan seberapa baik institusi tersebut menghasilkan manfaat bagi masyarakat, mengurangi penderitaan, atau meningkatkan kesejahteraan umum.
Misalnya, seorang penganut utilitarianisme akan menganggap institusi itu adil jika menghasilkan kebahagiaan terbesar untuk jumlah orang terbesar. Mereka fokus pada efek langsung dan apakah institusi tersebut membantu mencapai tujuan-tujuan tertentu yang dianggap berharga, seperti kesetaraan ekonomi, kesejahteraan sosial, atau kebebasan individu.
2. Keadilan Berdasarkan Hak dan Kebebasan (Deontologis)
Orang lain mungkin berpendapat bahwa institusi dinilai adil berdasarkan apakah institusi tersebut menghormati hak-hak individu dan kebebasan dasar, terlepas dari hasil yang dicapai. Ini adalah pandangan yang lebih deontologis, yang menekankan pada tindakan dan prinsip-prinsip moral daripada konsekuensi.
Misalnya, seorang penganut teori hak seperti yang diusulkan oleh John Locke atau Immanuel Kant akan menilai institusi berdasarkan apakah mereka menghormati hak asasi manusia, kebebasan sipil, dan martabat individu. Bagi mereka, meskipun institusi tersebut tidak selalu menghasilkan kesejahteraan terbesar, institusi tetap dianggap adil jika memenuhi kewajiban moral untuk menghormati kebebasan dan hak setiap orang.