Teori Hukum Sosial
Teori Hukum Sosial merupakan salah satu pendekatan dalam memahami hukum yang menekankan pada interaksi sosial dan konteks masyarakat dalam pembentukan dan penerapan hukum. Teori ini berfokus pada bagaimana hukum berfungsi dalam masyarakat dan bagaimana hukum dapat mencerminkan nilai-nilai sosial yang berlaku. Dalam konteks Indonesia, teori ini sangat relevan mengingat keragaman budaya, adat, dan norma sosial yang ada di berbagai daerah.
Salah satu ciri khas dari Teori Hukum Sosial adalah penekanan pada aspek keadilan sosial. Menurut Soerjono Soekanto, hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat pengatur, tetapi juga sebagai instrumen untuk mencapai keadilan sosial dalam masyarakat.[11] Dalam konteks ini, hukum harus mampu merespons kebutuhan masyarakat dan memberikan perlindungan kepada kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Sebagai contoh, dalam kasus pengesahan Undang-Undang Perlindungan Anak, terdapat upaya untuk melindungi hak-hak anak yang sering kali terabaikan dalam sistem hukum yang ada.
Menurut laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2021, terdapat lebih dari 4.000 kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan. Hal ini menunjukkan perlunya penegakan hukum yang lebih tegas dan efektif untuk melindungi anak-anak di Indonesia. Teori Hukum Sosial berperan penting dalam mendorong legislator untuk menciptakan peraturan yang lebih berpihak kepada anak dan masyarakat yang rentan.
Lebih lanjut, Teori Hukum Sosial juga menggarisbawahi pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan hukum. Dalam konteks Indonesia, partisipasi masyarakat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan sangat penting untuk memastikan bahwa hukum yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Misalnya, dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja, terdapat berbagai forum diskusi yang melibatkan masyarakat, pekerja, dan pengusaha untuk mendapatkan masukan yang konstruktif. Ini menunjukkan bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial di mana hukum itu berlaku.Â
Teori Hukum Sosial juga menghadapi tantangan dalam implementasinya. Terkadang, terdapat kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan. Meskipun ada peraturan yang dirancang untuk melindungi hak-hak sosial, sering kali pelaksanaannya tidak berjalan sesuai harapan. Sebagai contoh, meskipun Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis telah ada, diskriminasi masih sering terjadi di berbagai sektor, termasuk pendidikan dan pekerjaan. Hal ini menunjukkan perlunya evaluasi dan penegakan hukum yang lebih baik untuk memastikan bahwa hukum benar-benar berfungsi sebagai alat untuk mencapai keadilan sosial.Â
Teori Hukum Sosial memberikan perspektif yang sangat penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dengan menekankan pada keadilan sosial, partisipasi masyarakat, dan konteks sosial, teori ini membantu memastikan bahwa hukum yang dihasilkan tidak hanya formalitas, tetapi juga mencerminkan realitas dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi para pembuat kebijakan dan praktisi hukum untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip dari Teori Hukum Sosial dalam setiap tahap proses legislasi.Â
Teori Hukum Kritikal Â
Teori Hukum Kritikal merupakan pendekatan yang berusaha untuk menganalisis dan mengevaluasi hukum dalam konteks sosial, politik, dan ekonomi. Pendekatan ini tidak hanya melihat hukum sebagai seperangkat aturan yang harus diikuti, tetapi juga mempertanyakan struktur kekuasaan yang mendasari hukum tersebut. Teori ini berakar dari pemikiran kritis yang berusaha untuk mengungkapkan ketidakadilan dan ketimpangan yang ada dalam sistem hukum. Menurut P. G. McCormick, dalam bukunya "Critical Legal Studies: A Political History", teori hukum kritikal berfokus pada bagaimana hukum dapat digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan dan bagaimana hukum itu sendiri dapat menjadi agen perubahan sosial.[12]Â
Salah satu ciri khas dari teori hukum kritikal adalah penekanan pada konteks sosial di mana hukum beroperasi. Para penganut teori ini berargumen bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dari dinamika sosial yang ada. Sebagai contoh, dalam konteks Indonesia, hukum sering kali dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ekonomi yang mendominasi. Hal ini terlihat dalam beberapa kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik, di mana hukum sering kali digunakan untuk melindungi kepentingan tertentu daripada menegakkan keadilan.Â
Teori Hukum Kritikal juga mengajak kita untuk mempertimbangkan dampak dari hukum terhadap kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Dalam konteks ini, hukum sering kali menciptakan atau memperkuat ketidakadilan sosial. Misalnya, dalam kasus penggusuran paksa yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, hukum yang seharusnya melindungi hak-hak masyarakat sering kali digunakan untuk mendukung kepentingan pengembang properti. Penelitian oleh R. S. Putri (2019) dalam artikelnya "Hukum dan Ketidakadilan Sosial: Kasus Penggusuran di Jakarta" menunjukkan bahwa hukum sering kali berfungsi untuk mengesahkan tindakan yang merugikan masyarakat kecil, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dan protes sosial.[13]Â